Hadapi Zaman Digitalized, Kunthi Terapkan Sistem Ajar Virtual pada Mahasiswanya.
President University merupakan salah satu kampus swasta yang terletak di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. PresUniv, akronim populer dari President University, adalah salah satu kampus berstandar internasional di Indonesia. PresUniv memiliki banyak dosen lulusan luar negeri yang berkompeten di bidangnya, beberapa di antaranya adalah dosen muda. Kunthi Afrilinda Kusumawardani, B.A., M.B.A. adalah salah satunya.
Kunthi, begitu biasa ia disapa, berkarir sebagai dosen muda di PresUniv. Perempuan kelahiran 29 April 1990 tersebut mengajar di program studi Administrasi Bisnis di PresUniv sejak 2015 lalu. Kunthi yang juga alumni PresUniv ini, sebelumnya melanjutkan pendidikan master bidang Administrasi Bisnis di Cardiff Metropolitan University, Inggris. Ketika ditanya duniadosen.com, mengapa memilih menjadi dosen? Kunthi mengaku ditawari oleh salah satu dosennya di PresUniv untuk mengajar di kampus yang terletak di Cikarang tersebut.
”Saat saya masih menempuh studi S2 di Inggris, saya dihubungi oleh dosen saya saat S1 di PresUniv. Saat itu, beliau juga menjabat sebagai Wakil Rektor di PresUniv,” aku Kunthi.
Dosen dengan tinggi semampai ini pun menyambut baik timangan PresUniv tersebut. Setelah menamatkan pendidikan masternya dan memeroleh gelar MBA dari Inggris, Kunthi kembali ke Indonesia untuk mengajar di jurusan Administrasi Bisnis di PresUniv sampai sekarang.
Setelah lulus jenjang sarjana, Kunthi sempat bekerja di salah satu perusahaan asing di Indonesia sebagai marketing associate. Namun, dia mengaku tak cocok dengan pekerjaan kantoran seperti itu. Maka dari itu, dia memilih melanjutkan pendidikan master. Setelah menamatkan pendidikannya tersebut, Kunthi langsung menerima tawaran almamaternya untuk menjadi dosen.
Terinspirasi Oleh Dosen saat Jenjang Sarjana
Profesi dosen rupanya tak asing lagi bagi Kunthi, sebab saat menjadi mahasiswa di PresUniv, ia pernah menjadi asisten dosen. Banyak dosen yang menjadi inspirasinya karena pengetahuan, pengalaman, serta wisdom yang diajarkan sewaktu Kunthi masih menjadi mahasiswa.
”Salah satunya Drs. Makmur Widodo, MA. Saya sangat bangga ketika diberikan kepercayaan untuk menjadi asisten dosen beliau. Beliau merupakan mantan Deputy Permanent Republican of the Republic of Indonesia to United Nations. Posisi yang sangat strategis dalam dunia hubungan internasional,” terang perempuan alumni SMA Negeri 8 Jakarta tersebut.
Kunthi mengaku belajar banyak dari dosennya tersebut. Baginya, inspirasi dari Pak Makmur Widodo lah yang menjadi salah satu alasannya untuk mengabdi kepada almamater. Salah satunya yaitu pengetahuan tentang hubungan internasional. ”Tetapi satu hal yang saya selalu ingat adalah bagaimana cara beliau mengajar dan mempraktikkan nilai-nilai wisdom, humbleness, dan humility,” lanjutnya ketika dihubungi oleh duniadosen.com.
Ketika menjadi dosen saat ini, Kunthi ingin melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan baik. Dimulai dari pengajaran dengan mentransfer pengetahuan dan pengalamannya kepada mahasiswa, melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Meski begitu, dalam implementasinya Kunthi ingin mengajarkan dan mencontohkan kepada mahasiswa tentang kebijaksanaan dan proses untuk menjadi orang baik. ”Tentu saja untuk mencapai hal tersebut saya sendiri masih harus belajar banyak,” katanya.
Menjadi Dosen, Kesan dan Tantangannya
Perempuan yang pernah melakukan magang kerja di Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) tersebut mengaku dosen adalah pekerjaan yang sangat menarik dan berkesan. Kunthi beberapa kali mengalami hal-hal berkesan ketika menjadi dosen, salah satunya ketika mahasiswanya lulus dengan nilai baik dan bisa mendapatkan pekerjaan yang dia sukai.
”Selain itu, pengalaman yang berkesan lainnya saat mendengar anak didik yang sudah lulus menghubungi saya kembali. Karena mereka ingin melanjutkan studi mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Saya sangat bangga, senang, sekaligus tertantang, mereka memiliki semangat belajar yang tinggi. Hal itu juga selalu mengingatkan diri sendiri untuk segera melanjutkan studi S3,” ujar perempuan yang ingin sekali melanjutkan ke jenjang doktoral di Selandia Baru tersebut.
Meski begitu, perempuan kelahiran Bogor ini juga beberapa kali mengalami diskriminasi dari rekan-rekannya. Dosen, bagi sebagian orang, masih dianggap profesi yang ‘gampang’. Ia sempat merasa tidak nyaman ketika dipandang sebelah mata oleh orang lain, dengan profesinya sebagai dosen. ”Beberapa orang berpandangan pekerjaan ini mudah dan monoton. Padahal banyak tanggung jawab yang harus diemban, baik sebagai tenaga pendidik ataupun peneliti,” tegasnya.
Menurut Kunthi, menjadi dosen harus berani menghadapi tantangan, apalagi dengan terus berkembangnya zaman. Tantangan dosen saat ini yaitu, bagaimana cara terus mengetahui dan update mengenai teknologi. Hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata lagi kebutuhan penggunaan teknologi di kehidupan sehari-hari. Tidak hanya untuk memudahkan dalam menerapkan teknologi itu sendiri, tetapi juga untuk memahami apa yang biasanya dihadapi mahasiswa.
”Sehingga saya dapat memberi mereka contoh yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka,” kata ibu yang baru saja dikaruniai putri tersebut.
Kunthi melanjutkan, dalam rangka revolusi industri 4.0, dosen perlu terus memperbarui pengetahuan mengenai industri 4.0 itu sendiri terlebih dahulu. Ada 4 pilar penting dalam revolusi industri 4.0 yaitu cyber-physical systems, the Internet of things, cloud computing dan cognitive computing. Jika sudah paham konsepnya, maka dosen lebih mudah dalam menjalankan impelementasinya.
”Dosen wajib mengetahui maksud dari empat pilar tersebut dan bagaimana pengaplikasiannya di industri. Kedua adalah dengan mencoba menerapkan empat pilar tersebut ke dalam pengajaran, secara simple adalah dengan menggunakan kelas virtual atau menggunakan teknologi cloud. Ketiga adalah dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan company visit ke perusahaan yang telah mengaplikasikan industri 4.0. Sehingga mereka dapat melihat dan belajar secara langsung juga dengan pakarnya,” ujarnya mantap.
Terus Berinovasi, Mengajar secara Virtual
Dalam proses pengajaran, Kunthi menerapkan teknologi informasi. Hal ini turut menjawab tantangan zaman yang makin digitalized. Platform yang ia gunakan adalah kelas virtual berbasis Moodle. ”President University saat ini juga memiliki e-Campus melalui platform ini, dan sebelumnya juga menggunakan LMS, melalui website Schoology. Konsepnya adalah memiliki kelas pada umumnya, namun secara daring. Saya selalu memuat bahan ajar (presentasi dan buku bacaan), tugas, dan kuis di sana,” jelasnya.
Selain itu, dalam rangka mengurangi tingkat plagiarisasi mahasiswa di kampus, Kunthi juga mengandalkan website Turnitin yang mulai banyak diaplikasikan di Indonesia. Hal ini ia lakukan karena ingin menerapkan kejujuran, kepercayaan diri, dan juga meningkatkan kualitas tulisan mahasiswa. ”Saya juga terkadang menggunakan aplikasi Skype untuk melakukan pengajaran, ketika saya berhalangan hadir. Jadi mahasiswa tidak perlu datang ke kelas di kampus, namun tetap bisa menghadiri kuliah saya secara daring,” lanjutnya bersemangat.
Pendidikan dan Definisi Sukses Menurut Kunthi
Perempuan yang bercita-cita ingin berkeliling dunia tersebut sadar betul, pendidikan sesuatu yang penting. Bukan lagi kebutuhan tambahan, pendidikan sudah menjelma menjadi kebutuhan primer bagi setiap individu. Sebagai dosen, Kunthi tahu posisinya sangat strategis untuk menciptakan pendidikan yang baik.
”Tanggung jawab saya bukan hanya mengajar, mendidik, membimbing, dan melatih anak saya, tetapi juga ribuan anak didik saya di universitas. Jadi bisa dibilang, motivasi saya adalah menjadi fasilitator agar saya dapat melakukan transfer of knowledge and values dengan sebaik mungkin,” ujar dosen yang senang mempelajari bahasa dan kebudayaan asing tersebut.
Dosen yang pernah mendapatkan penghargaan dosen terbaik di Jurusan Administrasi Bisnis PresUniv selama tiga tahun berturut-turut tersebut, mengaku sangat bahagia jika apa yang dia lakukan diapresiasi oleh orang lain. Menurutnya, apresiasi adalah pencapaian tertinggi. ”Penghargaan bagi pekerjaan apapun sangatlah krusial. Hal ini karena penghargaan dapat membuat seseorang merasa terapresiasi atau dihargai dan juga mendorong semangat mereka untuk berbuat atau bekerja lebih baik lagi,” ujarnya.
Bagi dosen yang sudah menghasilkan tiga karya ilmiah tersebut, sukses adalah tentang sikap. Banyak orang yang membuat tolok ukur sukses berdasarkan kepemilikan harta benda, ataupun penghasilan. Menurut Kunthi, harta benda dan penghasilan dapat diambil Tuhan kapan saja. Tetapi attitude di saat seseorang sedang terpuruk kemudian dapat bangkit lagi adalah momen kesuksesan itu sendiri.
”Jadi sukses adalah mengalahkan pikiran negatif yang berasal dari diri kita sendiri maupun sekitar. Sukses bukanlah hasil akhir, tetapi perjalanan yang terus-menerus,” katanya penuh semangat.
Disinggung ihwal rencana menulis buku, Kunthi mengaku ingin sekali menulis buku, namun tidak dalam waktu dekat. ”Pastinya saya memiliki keinginan untuk menulis buku. Untuk waktu spesifik, sepertinya belum saya putuskan karena saya ingin konsentrasi menulis jurnal,” terangnya.
Kunthi melanjutkan, ia juga harus membagi waktu antara kampus dan urusan keluarga. Ibu satu putri ini selalu memprioritaskan keluarga di urutan pertama. Baginya, pekerjaan apapun dapat tergantikan, entah dari pihak employer yang memberhentikan, atau dari diri sendiri yang memutuskan berhenti. Tapi juga harus tetap bertanggung jawab terhadap pekerjaan.
”Agar bisa fokus pada dua hal tersebut, saya sebisa mungkin melakukan pekerjaan di kantor/kampus dan menyelesaikannya tepat waktu. Sedangkan apabila sudah di rumah, saya berkonsentrasi penuh untuk mengurus keluarga dan anak saya,” pungkas Kunthi. (duniadosen.com/az)