Mencari dan memiliki kolaborasi publikasi dalam jumlah signifikan adalah hal penting dalam meraih hibah penelitian. Proses penelitian dan publikasi ilmiah biasanya akan menggandeng sejumlah pihak. Pihak-pihak inilah yang disebut kolaborator.
Kolaborator ini kemudian akan masuk atau dicantumkan dalam proposal penelitian yang diajukan. Pada hibah dari Dikti untuk tahun anggaran 2024, jumlah kolaborasi dalam publikasi menjadi salah satu indikator penilaian.
Mendapatkan cukup banyak kolaborator dalam kegiatan publikasi, bisa memperbesar peluang lolos seleksi hibah. Namun, seperti apa cara yang tepat untuk mendapatkan kolaborator dan memperbanyak jumlahnya? Yuk, simak penjelasan lengkapnya!
Kolaborator adalah orang yang bekerja sama. Kolaborator menjadi istilah yang digunakan untuk individu maupun institusi dan organisasi yang mau membangun kerjasama dalam suatu proyek atau kegiatan.
Istilah kolaborator digunakan dalam berbagai bidang dan untuk berbagai konteks. Dalam program hibah penelitian yang ditujukan bagi para dosen, istilah kolaborator juga digunakan. Salah satunya kolaborator dalam publikasi.
Secara umum, kolaborator publikasi adalah individu, organisasi, maupun institusi dan kelompok masyarakat yang bersedia bekerjasama dalam kegiatan publikasi ilmiah. Dimana publikasi ilmiah sendiri adalah proses penyebarluasan hasil penelitian atau kajian ilmiah dalam bentuk tulisan yang diterbitkan di jurnal, konferensi, atau media akademik lainnya.
Dalam kegiatan publikasi ilmiah, para dosen biasanya membutuhkan bantuan dan dukungan dari sejumlah kolaborator. Baik sesama dosen dari perguruan tinggi lain untuk menyusun naskah artikel ilmiah sampai naskah buku ilmiah.
Maupun dukungan pendanaan dari kolaborator mitra yang membantu mendanai proses publikasi ilmiah tersebut. Semakin banyak jumlah kolaborator yang didapatkan, semakin banyak sumber daya bisa diakses. Sehingga meningkatkan kualitas publikasi ilmiah dan mempercepat proses pengurusannya.
Kolaborator publikasi ilmiah dalam program hibah tentunya bukan sekedar titip nama di proposal usulan, melainkan memang memiliki peran atau memberi kontribusi dalam proses publikasi tersebut. Apapun bentuk kontribusinya.
Secara umum, berikut beberapa bentuk kontribusi yang menunjukan peran dari para kolaborator dalam publikasi ilmiah:
Bentuk kontribusi yang pertama dari para kolaborator dalam publikasi adalah menyumbangkan ide. Selain itu, kontribusi kolaborator bisa berupa data penelitian maupun data hasil kajian literatur (pustaka).
Ide dan data penelitian ini akan membantu proses penyusunan naskah karya tulis ilmiah, termasuk proposal penelitian sampai luaran berbentuk publikasi. Sehingga meningkatkan kualitas dan efisiensi waktu dalam penulisan.
Kolaborator publikasi juga bisa dari rekan sesama dosen sehingga memberi kontribusi dalam bentuk proses penulisan. Proses menulis ini bisa dibagi per bab dan subbab dan bisa juga dengan prinsip lain sesuai kesepakatan bersama.
Bentuk kontribusi berikutnya dari kolaborator dalam publikasi ilmiah adalah penyuntingan. Terdapat dosen yang bekerjasama dengan editor penerbitan, sehingga memberi kontribusi dengan melakukan pengeditan sampai penyuntingan.
Proses ini dilakukan setelah penulisan naskah masuk tahap akhir. Sehingga kolaborator akan memeriksa kualitas dari naskah sebelum di submit ke tempat publikasi. Baik itu jurnal ilmiah, penerbit buku, dan sebagainya.
Kolaborator dalam publikasi juga bisa memberi kontribusi dalam bentuk mengurus korespondensi. Biasanya dalam publikasi tersebut akan dicantumkan sebagai penulis korespondensi.
Penulis korespondensi memiliki tugas utama berkomunikasi dengan pihak pengelola jurnal. Khususnya editor, baik untuk bertanya hal-hal mendasar sampai komunikasi dalam proses revisi dan progres naskah ketika diterima.
Apa itu penulis korespondensi? Ini rangkuman tanggung jawab, contoh, dan perbedaan penulis korespondensi dengan penulis utama.
Bentuk kontribusi berikutnya adalah dalam bentuk pendanaan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, mengurus publikasi di media publikasi apapun butuh biaya. Pengelola jurnal akan menetapkan biaya publikasi per artikel yang di submit.
Dalam publikasi jurnal, semakin bereputasi jurnal tersebut maka biasanya punya biaya yang mahal. Meskipun ada juga beberapa jurnal yang gratis karena didukung oleh pemerintah suatu negara, organisasi nirlaba, dan sebagainya.
Pendanaan dalam publikasi ilmiah penting untuk mempercepat prosesnya. Sebab jika belum dilunasi, maka naskah belum bisa diterbitkan. Oleh sebab itu, kolaborasi dalam publikasi ilmiah penting untuk mendapat dukungan pendanaan.
Bentuk kontribusi berikutnya adalah memberikan dukungan sumber daya yang sesuai kebutuhan. Dukungan ini bisa dalam bentuk dukungan perangkat elektronik untuk menyusun naskah, akses ke database publikasi ilmiah seperti Scopus, akses ke perpustakaan digital, dan sebagainya.
Bentuk kontribusi berikutnya adalah mendukung penguatan jaringan. Kolaborator dalam publikasi yang digandeng bisa jadi memiliki jaringan luas. Sehingga bisa membantu proses penulisan dan publikasi menjadi minim kendala.
Misalnya, mengenal dosen di perguruan tinggi negara lain yang bisa merekomendasikan jurnal internasional bereputasi yang gratis atau berbiaya terjangkau. Jaringan yang kuat membantu memudahkan dan mempercepat publikasi ilmiah.
Hal penting selanjutnya yang sering ditanyakan para dosen adalah siapa saja yang bisa menjadi kolaborator publikasi? Jawabanya cukup banyak, berikut beberapa tokoh yang bisa dijadikan dosen sebagai kolaborator publikasi:
Kalangan akademisi dan juga para peneliti menjadi calon kolaborator ideal untuk publikasi ilmiah dalam hibah. Akademisi seperti dan lain, baik di perguruan tinggi yang sama maupun perguruan tinggi lain di dalam dan luar negeri bisa dipilih.
Selain dari sesama kalangan akademisi, para dosen juga bisa mengajak atau menawarkan kolaborasi publikasi kepada peneliti di lembaga penelitian. Misalnya jika di Indonesia adalah kolaborasi dosen dengan peneliti di bawah naungan BRIN.
Sebagai sesama dosen dan sesama pemilik profesi dengan kewajiban meneliti, kolaborasi yang terbentuk cenderung baik dan saling memberi kontribusi karena kedua belah pihak sama-sama paham standar publikasi ilmiah berkualitas.
Calon kolaborator potensial berikutnya dalam publikasi ilmiah adalah mahasiswa. Baik itu mahasiswa dari jenjang Sarjana, Magister, maupun Doktor. Mahasiswa tertentu memang bersedia ikut bergabung dalam tim penelitian yang dibentuk dosen.
Sehingga mereka bisa menjadi kolaborator dalam penelitian sekaligus publikasi ilmiah sebagai luaran penelitian tersebut. Mahasiswa ikut serta bisa mengasah keterampilan meneliti, menulis, dan mengurus publikasi ilmiah.
Sementara itu, kontribusi mahasiswa dalam setiap proses tersebut juga akan mempercepat proses penelitian, penulisan naskah, dan publikasi ilmiah. Sehingga bisa berjalan lebih lancar dan mencapai luaran yang sudah ditargetkan sejak awal.
Tak hanya menjadi kolaborator publiksi, inilah 4 bentuk kolaborasi lain antara mahasiswa dengan dosen.
Calon kolaborator publikasi ilmiah berikutnya adalah dari perguruan tinggi. Terutama perguruan tinggi lain. Sebab perguruan tinggi yang menaungi dosen sudah tentu akan menjadi kolaborator dengan kontribusi beragam dan cukup signifikan.
Dosen yang bisa menjalin kolaborasi dengan perguruan tinggi lain bisa mendapat kontribusi lebih kompleks lagi. Baik dukungan peralatan, akses ke database publikasi untuk referensi ilmiah bermutu, sampai pendanaan dan dukungan publikasi. Terutama perguruan tinggi yang juga mengelola jurnal ilmiah.
Calon kolaborator ideal berikutnya dalam publikasi ilmiah adalah kalangan praktisi. Baik praktisi dalam industri seperti pelaku usaha sampai praktisi profesional yang menekuni profesi tertentu. Misalnya profesi editor penerbitan, editor jurnal ilmiah, dokter, dan sebagainya.
Ilmu pengetahuan, jaringan, dan aspek lain yang mereka miliki bisa memberi kontribusi besar dalam penulisan naskah sampai pendanaan publikasi ilmiah. Oleh sebab itu, mencari kolaborator di luar dunia akademik sah saja dilakukan. Selama relevan dengan kebutuhan dan kontribusinya dibutuhkan.
Calo kolaborator publikasi berikutnya adalah lembaga pemerintahan. Pemerintah Indonesia memiliki banyak lembaga dan jika memungkinkan bisa diajak bekerjasama. Sehingga bisa menjadi salah satu kolaborator dalam publikasi ilmiah.
Bentuk kontribusi yang diberikan bisa sangat beragam, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dosen selaku peneliti. Bisa dalam bentuk dukungan fasilitas penulisan naskah, pendanaan, penguatan jaringan, dan lain sebagainya.
Seperti yang dijelaskan di awal, dalam program hibah penelitian dari Dikti, jumlah kolaborator publikasi menjadi indikator penilaian. Semakin banyak, maka semakin tinggi skor yang dimiliki. Sehingga peluang meraih hibah juga semakin tinggi.
Namun, bagaimana cara menemukan dan memperbanyak jumlah kolaborator dalam publikasi ilmiah? Berikut beberapa cara yang bisa dicoba untuk mendapatkan kerjasama publikasi:
Cara yang pertama adalah menyusun proposal kerjasama. Secara umum, mitra kolaborator dalam publikasi tidak sella dari jaringan pribadi. Jika dengan rekan sesama dosen, mungkin bisa menyampaikan ajakan secara langsung saat bertemu.
Namun ketika ingin berkolaborasi dengan perusahaan penerbitan, lembaga pemerintah, dosen dari kampus luar negeri, dan sebagainya. Maka tampil profesional dengan proposal kerjasama lebih dianjurkan.
Silahkan mulai menyusun proposal kerjasama tersebut, minimal sudah menyiapkan format sebagai template. Setelah menemukan calon kolaborator yang potensial, barulah diberi identitas kolaborator tersebut agar lebih meyakinkan.
Dikutip melalui website American Journal Experts (AJA), salah satu cara mendapat dan memperbanyak kolaborator publikasi adalah aktif berkegiatan di kampus. Hal ini dianjurkan sudah mulai dilakukan sejak masih menjadi mahasiswa.
Misalnya bersedia menjadi anggota tim penelitian dosen, aktif menjadi asisten dosen, dan sebagainya. AKtif sebagai mahasiswa membantu memperluas jaringan di kalangan dosen. Sehingga saat menjadi dosen itu sendiri, Anda punya jaringan luas dan bisa berkolaborasi dengan dosen dan jaringan mereka.
Cara berikutnya adalah mengikuti berbagai program kolaborasi dari kampus atau perguruan tinggi. Misalnya membuka peluang bagi dosen mengajar di kampus lain, ikut ke program magang di suatu perusahaan, menjadi dosen pembimbing KKN mahasiswa, sampai kolaborasi penelitian dengan dosen dari kampus luar negeri.
Lewat program tersebut, dosen berkesempatan memperluas jaringan. Sekaligus bisa dijadikan momen memberikan proposal kolaborasi dalam publikasi ilmiah. Semakin banyak yang diberi tawaran, semakin besar kemungkinan menemukan kolaborator potensial yang bersedia bekerjasama.
Cara yang keempat adalah mengikuti kegiatan seminar ilmiah maupun konferensi ilmiah. Sehingga bisa bertemu dengan rekan sejawat sesama dosen, kalangan mahasiswa, sampai kalangan peneliti.
Diantaranya mereka, tentu ada beberapa yang sudah diincar menjadi kolaborator publikasi dalam hibah. Sehingga saat bertemu bisa menyampaikan langsung tujuan Anda, meminta kontak atau alamat email untuk mengirimkan proposal tawaran, dan sebagainya.
Cek semua peran penting dosen mengikuti konferensi, jangan sampai Anda melewatkan informasi ini.
Pada dasarnya, kunci untuk meraih lebih banyak kolaborator dalam publikasi adalah punya reputasi yang baik. Kecuali jika Anda dosen muda dan mengajukan hibah di Penelitian Dasar. Biasanya riwayat publikasi yang minim masih ditoleransi.
Namun, jika Anda sudah lebih dari 5 tahun menjadi dosen dan bahkan lebih lama lagi. Kemudian tidak punya riwayat publikasi ilmiah yang mumpuni, meraih hibah, menjadi lektor atau bahkan guru besar.
Maka kecil kemungkinan tawaran direspon, sebab calon kolaborator akan menilai Anda tidak serius di profesi dosen. Oleh sebab itu, pastikan membangun reputasi yang baik di publikasi ilmiah dan karir akademik sehingga dianggap sebagai dosen kompeten dan tawaran akan dipertimbangkan.
Cara berikutnya yang bisa dicoba adalah aktif menggunakan media sosial yang umum digunakan kalangan akademisi dan peneliti. Misalnya ResearchGate, LinkedIn, dan bahkan Instagram.
Anda bisa membangun komunikasi dengan calon kolaborator potensial di akun media sosial mereka. Kemudian memberikan tawaran untuk menjadi kolaborator dalam publikasi di program hibah yang akan diperjuangkan.
Mau akademik branding Anda semakin dikenal luas? Gunakan platform-platform berikut:
Selain melakukan berbagai cara di atas agar menjaring lebih banyak kolaborator publikasi. Para dosen juga perlu memahami bagaimana meminimalkan resiko tawaran kolaborasi diabaikan. Berikut beberapa tipsnya:
Tips yang pertama adalah memilih calon kolaborator yang spesifik. Artinya, pemilihan kolaborator menggunakan indikator yang sudah ditentukan. Misalnya berdasarkan rekam jejak publikasi atau keahlian calon kolaborator tersebut. Semakin spesifik dasar penentuan pilihan, semakin mudah menemukan kolaborator yang potensial.
Tips yang kedua adalah belajar untuk mengenal calon kolaborator tersebut. Mulai dari nama, tempat mengajar, publikasi terbaiknya, dan sebagainya. Sehingga bisa memberi eksklusivitas pada proposal tawaran yang dikirimkan. Hal ini akan menunjukan keseriusan Anda.
Tips berikutnya adalah mengajukan proposal penawaran melalui media yang tepat. Jika memungkinkan bisa dikomunikasikan dengan calon kolaborator. Misalnya dimana bisa mengirimkan proposal tawaran. Sehingga bisa segera direspon oleh penerimanya.
Hindari hanya mengirimkan proposal tawaran kerjasama di satu calon kolaborator. Sebab tawaran Anda bisa saja ditolak karena sibuk, sudah menjadi kolaborator peneliti lain, dan sebagainya. Maka ajukan tawaran ke beberapa calon, sehingga mempercepat mendapatkan kolaborator.
Adapun mengenai besaran skor yang bisa didapatkan dari jumlah kolaborator publikasi dalam hibah Dikti memang beragam. Dipengaruhi oleh skema hibah mana yang diajukan dan ketentuan dari pihak Dikti sendiri selaku penyelenggara.
Mengacu pada buku panduan hibah penelitian dan pengabdian tahun 2024, berikut adalah besaran nilai dari jumlah kolaborator yang dimiliki:
Pada penelitian dasar untuk skema PDP dan PDP-A jumlah skor minimal kolaborator dalam publikasi adalah 2%. Jika jumlah di bawah 10 mendapat skor 1, di atas 10 mendapat skor 2, maksimal skor 4 poin jika kolaborator ada 50.
Sementara dalam skema lain di penelitian dasar, bobot nilainya adalah 5%. Ketentuan jumlahnya sama seperti skema sebelumnya. Dimana mendapat skor 1 jika jumlah kolaborator di bawah 10 dan maksimal 4 poin jika jumlahnya 50 ke atas.
Pada penelitian terapan, bobot nilai adalah 10%. Ketentuan skor berdasarkan jumlah kolaborator dan sama seperti dua skema yang dijelaskan sebelumnya. Dimana peneliti mendapat skor 1 poin jika jumlah kolaborator di bawah 10.
Memahami ketentuan penggunaan anggaran penelitian atau penganggaran penelitian tentu penting. Khususnya bagi dosen di Indonesia…
Kabar baik untuk para dosen di Indonesia yang tengah mencari hibah penelitian., Anda bisa berpartisipasi…
Kemdiktisaintek secara resmi mengumumkan penerimaan proposal usulan untuk program hibah penelitian bertajuk Kemdiktisaintek - KONEKSI…
Tahun 2024 lalu, profesi dosen di Indonesia santer menjadi bahan perbincangan warganet. Apalagi setelah #JanganJadiDosen…
ⓘ Artikel telah disesuaikan dengan Sosialisasi Panduan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Batch I Para…
ⓘ Artikel telah disesuaikan dengan Buku Panduan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat 2025 Bagi para…