Tips

Kiat dan Strategi Menembus Jurnal Internasional Bereputasi

Berprofesi menjadi dosen haruslah mampu menulis artikel pada jurnal-jurnal yang memiliki reputasi internasional dan terakreditasi dengan baik dan benar. Namun, bagaimana kiat dan strategi menembus jurnal internasional bereputasi? Berikut PPJB-SIP mengulasnya dengan menggelar webinar melalui Zoom Meeting yang menghadirkan sejumlah pembicara berkompeten di bidangnya.

Webinar yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pengelola Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia serta Pengajarannya (PPJB-SIP) yang dilaksanakan pada Kamis, (16/7/2020) melalui aplikasi zoom meeting dengan mengusung tema “Kiat dan Strategi Menembus Jurnal Internasional Bereputasi di Bidang Pendidikan Bahasa dan Sosial”.

Dalam webinar kiat dan strategi menembus jurnal internasional bereputasi tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, salah satunya Dr. Parmin M.Pd., yang merupakan Chief Editor JPII (Jurnal Pendidikan IPA Indonesia) UNNES, Semarang, Jawa Tengah. Parmin mengatakan salah satu kunci artikel ilmiah dosen tembus jurnal internasional bereputasi adalah memilih topik yang baru. Karena nilai kebaruan itulah ibarat barang berharga para pencari jurnal.

Menilai Jurnal Predator atau Bukan

Sebelum mengetahui kiat dan strategi tembus jurnal internasional bereputasi, Parmin menjelaskan sebaiknya dosen terlebih dahulu mampu mengindikasi atau menilai suatu jurnal itu termasuk predator atau bukan. Hal tersebut mencegah penyesalan dan kesia-siaaan di belakang kemudian ketika artikel telah terbit. Meski diketahui predator atau tidak ketika sudah dipublish. Inilah yang harus diantisipasi para dosen yang ingin menulis artikel ilmiah dan dipublish ke jurnal.

Jurnal sejak awal sudah predator tetapi dosen tidak tahu, ketika ada yang mengecek ternyata predator, dan dosen yang bersangkutan mengeceknya lagi dan terbukti predator inilah yang membuat dosen syok.

Ciri-ciri Jurnal Predator

Jurnal predator yang dimaksudkan sebagai “vanity publishing” yaitu asal terbit. Peer review yang minim, dan biaya yang mahal adalah beberapa ciri-ciri jurnal predator. Jurnal predator juga sering mengirim undangan menulis artikel dengan kata-kata yang menyanjung sehingga para peneliti sering terkecoh.

Ada beberapa kasus dimana sebuah jurnal yang tadinya dikelola dengan baik setelah terindeks SCOPUS lalu berubah menjadi jurnal predator untuk mengeruk keuntungan. SCOPUS tidak selalu cepat dalam hal ini sehingga ada beberapa jurnal predator yang juga terindeks SCOPUS.

Untuk menghindarinya, ketika dosen akan submit artikel sebaiknya mengelist dahulu jurnal predator hari ini dengan mencarinya di google. List jurnal-jurnal yang diblacklist. KemenristekBRIN juga ada PAK Dikti jurnal-jurnal yang harus menjadi perhatian, agar dosen tidak memasukkan ke sana. Pastikan jurnal pilihan Anda bukan jurnal predator.

Strategi Temukan Novelty Tinggi

Parmin mengungkapkan, kiat dan strategi menembus jurnal internasional bereputasi adalah novelty atau unsur kebaruan atau temuan dari sebuah penelitian. Hal itu harus ada sejak awal akan melakukan penelitian. Karena topik itu sebatas pintu masuk kadar temuannya seperti apa. Bagi pengelola jurnal itu bisa sebagai prediksi temuannya akan seperti apa.

Lantas bagaimana novely itu tinggi? Parmin menegaskan, jangan biasakan novelty itu pada hasil. Tetapi harus dibangun sejak awal, judul, pendahuluan, gap analisis, metodenya unik, menarik, special, itu sudah menggiring ke novelty. Pembahasan dibahas tentang temuannya tersebut.

“Untuk mengeceknya, di print di jejer dibandingkan dengan yang lain. Disimpulan dijelaskan lagi temuan ini menjadi solusi dan memberi dampak pada bidang keilmuan ini. Jadi perbagian-perbagian dijelaskan. Itu yang diinginkan oleh pengelola jurnal. Sejak topik itu, harus betul-betul bagus, jangan menggunakan tata bahasa meningkatkan, membuat, itu hal-hal yang tidak menggigit,” terangnya.

Dr. Parmin M.Pd., Chief Editor JPII UNNES, Semarang, menjadi salah satu pembicara di webinar yang diselenggarakan PPJB-SIP. (Sumber: Facebook Parmin Sains)

Terlalu Banyak Sitasi Tidak Pengaruhi Topik

Dosen Pendidikan IPA UNNES ini mengatakan, biasanya gerakan kutip mengutip di SINTA karena biasanya jurnal internasional dan Scoous sitasinya sudah bagus. Ada sebagian yang tidak senang karena mengganggu ketika dicek di Simago. Maka itu, mungkin bukan tidak suka disitasi hanya saja sitasinya jangan dipaksakan. Tetapi untuk jurnal-jurnal di SINTA itu senang disitasi jurnal mereka karena mengejar di Google Scholar.

“Kecuali diminta, misalnya dikirimi surat elektronik mohon ditambahkan sitasi pada jurnal kami. Kalau saya sendiri secara pribadi seneng bgt klo artikel kita disitasi. Bersyukurlah, karena itu ilmu yang bermanfaat. Seseorang yang publikasinya banyak dan banyak pula sitasinya, kan ilmunya bermanfaat. Itu ya direferensi, disitasi muncul di daftar pustaka,” ujar Parmin.

Ia melanjutkan, secara pengelola penjurnalan tidak pengaruh. Namun, pengelola jurnal itu pusing tiap hari jurnal yang mereka cek bukan jurnal. Google scholar tidak pengaruh, sehingga cek yang Scopus. Parmin menekankan, bahwa yang mempengaruhi terhadap topik, peluang kalau sitasinya tinggi akan mendongkrak artikel tersebut.

Kuantitas Harus Imbangi dengan Kualitas Artikel Ilmiah

Parmin pun menceritakan, ada rekan sejawatnya seorang pengelola jurnal Q2 dan Q3 yang menjabat sebagai chief editor Scopus mengibaratkan di Singapura ketika menghasilkan 5 artikel ilmiah, tetapi Indonesia bisa 500 artikel ilmiah. Meski deras bagai banjir, setelah dicek terdapat persoalan topik dan semetodes topik serta metode.

“Jadi misalnya, Sugiono, rame-rame pakai Sugiono. Nah itu yang mereka meragukan kriteria kira. Itu yang terjadi di Indonesia. Jadi metodologi penelitiannya itu bukan tidak bagus tetapi rame-rame seperti itu, itu yang menyebabkan di kita itu kurang berkembang,” bebernya.

Keunikan Metode

Parmin melanjutkan, tak hanya itu alat pengumpul datanya apa juga dicek, kuesionernya seperti apa, dikembangkan apa, seperti itulah analisis datanya, semua alat pengumpul datanya harus rinci. Disitu di metode yang diinginkan oleh pengelola, keunikan metode yang tidak seperti biasanya. Artikelnya banyak yang dipublish terbatas, jurnalnya terbatas jadi memilih artikel-artikel yang berkualitas, spesial, dan unik yang diambil.

“Jadi metode itu sangat urgent dan menentukam kualitatif, kuantitaif tidak menjadi masalah yang penting cocok tujuan penelitiannya,” tambahnya.

Kesimpulan

Betapa pentingnya memilih satu topik yang memiliki kebaruan, belum ada di pasaran kalau ada bisa menunjukan apa bedanya. Submit suatu tulisan, tulisan yang baik bukan berawal dari menulis tetapi jauh dari menentukam topik. Pilih jurnalnya baru tulis artikelnya. Kemudian bagaimana kita bisa membahagiakan editor, yaitu dengan memberikan kemudahan editor untuk me-review. (duniadosen.com/titisayuw)

Redaksi

Recent Posts

Biaya Kuliah S3 di Dalam dan Luar Negeri

Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…

1 day ago

5 Tips S3 ke Luar Negeri dengan Membawa Keluarga

Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…

1 day ago

Syarat dan Prosedur Kenaikan Jabatan Asisten Ahli ke Lektor

Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…

2 days ago

Perubahan Status Aktif Dosen Perlu Segera Dilakukan

Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…

2 days ago

7 Jenis Kejahatan Phishing Data yang Bisa Menimpa Dosen

Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…

2 days ago

Cara Menambahkan Buku ke Google Scholar Secara Manual

Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…

2 days ago