Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum atau PTN BH merupakan konsep penyelenggaraan perguruan tinggi dengan otonom yang lebih luas. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2013 yang berisi PTN BH adalah Perguruan Tinggi Negeri yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom.
Keuntungan Berstatus PTN BH
Dengan otonom penuh, suatu Perguruan Tinggi Negeri bisa secara mandiri mengelola rumah tangganya sendiri sesuai dengan tujuan kampus tersebut. Dengan begitu diharapkan perguruan tinggi bisa lebih cepat berkembang dan berinovasi.
Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus Badan Hukum sejatinya memiliki otonom yang lebih luas. Yang artinya PTN BH tersebut bisa mengurusi rumah tangganya secara lebih mandiri. Misalnya, PTN yang berstatus PTN BH tersebut bisa membuka Progran Studi baru atau menutupnya ketika dianggap tidak lagi diperlukan. Begitupun dalam urusan keuangan, urusan kepegawaian juga diatur sendiri oleh PTN tersebut.
Kemudian, benefit lainnya yaitu adanya keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan.
Berubahnya status sebuah PTN menjadi PTN BH menuntut adanya perubahan yang meningkat dalam perguruan tinggi negeri tersebut secara reputasi maupun kualitasnya. Baik secara institusi maupun sumber daya begitu pula dengan lulusannya. Karena tujuan awal perguruan tinggi negeri berubah statusnya menjadi berbadan hukum adalah untuk meningkatkan kualitas.
Kelemahan Berstatus PTN BH
Dibalik keuntungan-keuntungan yang diperoleh tersebut, bukan berarti PTN BH tidak memiliki kelemahan. Diantaranya, pemerintah akan mengurangi dana subsidi PTN. Akan tetapi, perguruan tinggi negeri berbadan hukum diberikan keleluasaan dalam mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus untuk pembangunan infrastruktur dan lainnya.
Dengan adanya kerjasama dengan pihak swasta, PTN BH pun harus rela dimasuki oleh korporasi, misalnya mendirikan bangunan yang seharusnya tidak ada. Contohnya, bangunan restoran cepat saji, atau yang lain. Pihak swasta juga memberikan pengaruh keputusan yang dikeluarkan oleh pihak kampus. Dampaknya, tentu saja pihak swasta mempengaruhi kebijakan agar sesuai dengan motif ekonominya.
Kelemahan lainnya, adanya peningkatan biaya kuliah di PTN BH. Hal tersebut membuat seolah PTN BH tidak lagi berpihak pada masyarakat golongan ekonomi bawah yang ingin menempuh pendidikan tinggi dan terkesan cenderung berpihak kepada golongan ekonomi menengah atas. Meski demikian, tujuan dari kenaikan biaya kuliah itu adalah untuk meningkatkan kualitas kampus.
Pengelolaan keuangan secara mandiri juga memiliki efek negative, yaitu bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi. Akhirnya semua berlomba-lomba untuk menjadi petinggi dalam PTN BH tersebut yang tujuannya kadang tak lagi tulus dan ikhlas untuk mengabdi mencerdaskan anak bangsa.
Efek negatif itu sebenarnya bisa diatasi jika para petinggi menjalankan amanahnya sebagai pihak yang memiliki wewenang dengan sebaik-baiknya. Tidak berpihak korporasi swasta yang pada akhirnya merugikan yang lainnya, dan menguntungkan pihak pribadi. Maka diperlukan sikap jujur dan tegas dalam menjalankan segala aturan yang mengatur PTN BH.
Melihat dasar dibentuknya aturan PTN BH adalah berangkat dari cita-cita pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasa 24 yang juga menjadi dasar dari lahirnya UU PT:
- Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademika dan kebebeasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
- Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian masyarakat.
- Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas. (Surachman, 2016).
Pemaparan di atas diperkuat oleh statement ketua persiapan perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN BH) Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, Prof. Dr. Mansyurdin yang dilansir dari laman gentaandalas.com mengatakan, ada beberapa kelebihan suatu perguruan tinggi ketika menyandang starus PTN BH. Namun, di sisi lain status tersebut juga memiliki kekurangan.
“Kelebihan PTN BH merupakan kewenangan membuka dan menutup prodi. Selain itu, kewenangan dalam mengatur pola remunerasi sendiri, membentuk badan usaha sendiri, membuka badan hukum usaha, dan menyusun Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) organ di bawah rektor,” terangnya saat penyampaian sosialisasi PTN BH di Unand (14/8/2019) lalu.
Mansyurdin menjelaskan, bahwa program PTN BH bukanlah keinginan universitas melainkan atas prakarsa menteri. Prosedur perubahan PTN Badan Layanan Umum (BLU) menajdi PTN BH dimulai dari prakarsa menteri, kelengkapan dokumen perguruan tinggi, dan melakukan evaluasi kinerja PTN menjadi PTN BH oleh tim independen (Menristekdikti yang kini berubah nama Menristek/BRIN).
PTN BH Bukan Komersialisasi Pendidikan
Dikutip dari unand.ac.id, Inspektur Jenderal (Itjen) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Republik Indonesia Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M. Hum menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) bukan untuk mengkomersialisasikan kampus, PTN BH bukan alat untuk meningkatkan SPP, PTN BH diharapkan perguruan tinggi mempunyai reputasi internasional.
“Tidaklah tepat kalau memaknai PTN BH sebagai alat untuk menaikan SPP mahasiswa atau untuk mengkomersialisasikan kampus,” ujarnya, (14/3/2019) silam.
Ia menambahkan, bahwa bukan untuk ajang gengsi perubahan status PTN BH, tetapi bagaimana kemudian bisa diwujudkan masuk ke dalam Perguruan Tinggi terbaik di dunia. “Bukan hanya gengsi masuk PTN BH tetapi bagaimana kemudian bisa diwujubkan masuk kedalam Perguruan Tinggi terbaik didunia,” pungkasnya.