fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Mengejar Ketertinggalan Academic Writing

sadar karya ilmiah

United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization  (UNESCO) atau yang kita kenal dengan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat indeks minat baca masyarakat di Indonesia baru mencapai 0,001 persen.

Itu artinya, pada setiap 1.000 orang hanya ada satu orang yang memiliki minat membaca. Sedangkan rata-rata indeks tingkat membaca di negara-negara maju mencapai 0,45 hingga 0,62.

Masyarakat di Indonesia rata-rata membaca nol hingga satu buku per tahun. Itu lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN lainnya yang rata-rata membaca dua hingga tiga buku pertahun.

Dan, jauh jika dibandingkan dengan negara-negara maju, seperti Jepang dan Amerika yang rata-rata masyarakatnya membaca 10 hingga 20 buku pertahun.

Padahal, bangsa yang maju adalah bangsa yang masyarakatnya gemar membaca buku. Semakin rendah daya baca suatu masyarakat, maka semakin sulit suatu bangsa untuk maju. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan TS Eliot, penyair Inggris yang mengatakan sulit membangun peradapan tanpa budaya tulis dan membaca.

Memprihatinkan memang. Akan tetapi, inilah realitas sekaligus jawaban atas pertanyaan yang sering bermunculan. Mengapa negara kita sulit untuk bersaing dengan negara-negara lainnya?

Padahal berbagai upaya peningkatan strata pendidikan, penguasaan ilmu pengetahuan, inovasi dan rekayasa teknologi di berbagai bidang telah dilakukan. Selain itu, banyak temuan monumental karya anak bangsa yang telah dihasilkan.

 

Membaca untuk keterampilan menulis mahasiswa

Konon, budaya masyarakat kita lebih didominasi oleh budaya tutur (verbal) dan mendengar. Sebagai contoh, jika diperhatikan dengan lebih teliti, kita lebih sering menjumpai orang-orang lebih senang ngobrol dengan teman ketimbang membaca koran ataupun buku ketika sedang menunggu angkutan umum.

Maka tak heran jika statistik menunjukkan kalau orang Indonesia tetap “juara” untuk urusan bertutur, bahkan di era digital seperti sekarang ini. Tercatat Jakarta menempati peringkat atas untuk jumlah tweet (kicauan) perhari pada sosial media Twitter.

Baca juga: Melihat Kembali Kondisi Dikti di Indonesia

Padahal selama ini ada empat keterampilan berbahasa yang diperkenalkan dalam ilmu pengetahuan bahasa. Selain keterampilan mendengar dan berbicara, ada dua keterampilan lainnya yang juga harus dikuasai, yaitu keterampilan membaca dan menulis. Dimana keempat-empatnya sangat berkaitan antara satu dengan lainnya.

Jika seseorang memiliki kemampuan mendengar yang baik, biasanya keterampilan bertuturnya juga baik. Lalu, jika seseorang punya tingkat keterampilan membaca yang juga baik, biasanya ia pun mampu menulis secara baik pula. Dengan kata lain, masyarakat kita memiliki kemampuan menulis yang kurang karena tidak gemar membaca.

Berdasarkan pengamatan di lingkungan pendidikan tinggi, kebanyakan mahasiswa kita memiliki kemampuan menulis yang kurang mumpuni, terutama kemampuan menulis akademik (academic writing).

Terlebih jika diaplikasikan pada pembuatan paper, tugas kuliah, ataupun karya ilmiah. Maka, akan semakin terlihat ketimpangan di sana-sini dalam perangkaian kata-kata maupun penyampaian maksud tulisan.

Inilah yang menjadi momok sekaligus pekerjaan rumah bersama karena keterampilan menulis akademik tidak diajarkan dalam perkuliahan secara khusus, kecuali pada disiplin ilmu tertentu.

Mahasiswa biasanya belajar secara otodidak melalui paper, tugas kuliah, ataupun karya ilmiah milik pendahulunya yang mana ketepatannya juga masih kurang. Terlebih lagi minat baca mahasiswa sekarang ini juga rendah.

Oleh karena itu, dosen sebagai agent of change dalam dunia pendidikan diharapkan dapat mendorong minat baca mahasiwa, terutama dalam membaca buku-buku akademik lewat berbagai cara, salah satunya me-review buku.

Karena disadari atau tidak, kebiasaan membaca buku-buku akademik akan mempengaruhi keterampilan menulis akademik mahasiswa. Di mana kedepannya, keterampilan menulis akademik tersebut dapat diaplikasikan dalam pembuatan paper, tugas kuliah, ataupun karya ilmiah yang lebih baik sesuai standar yang ditetapkan.

Selain itu, juga sebagai bekal skill menulis mahasiswa untuk melengkapi keterampilan berbicara guna meningkatkan kualitas diri dan daya saing dalam menyongsong dunia kerja ke depannya.

 

Sumber:

  1. Indi Hardono. “Bacalah Maka Kamu Pandai Menulis”. http://edukasi.kompas. com/read/2016/02/22/17110071/ Bacalah.Maka.Kamu.Pandai.Menulis. 16/03/2015/02.23
  2. ___________. “Pelajar Indonesia Keteter dalam Academic Writing”. http:// edukasi.kompas.com/read/2016/02/22/05290021/Faktanya.Pelajar.Indonesia.Keteter.dalam.Academic.Writing. 16/03/2015/02.41