fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Kemenristekdikti: Merger PTS Dalam Rangka Peningkatan Kualitas

merger PTS
Tim evaluator dari Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti Prof. Dr. Ir. Yudhy Harini Bertham saat menerima kenang-kenangan dari Ketua Umum Aptisi M. Budi Djatmiko pada Seminar Nasional Aptisi ‘Revolusi Perizinan Dikti: Membuka Prodi dan Merger Hanya 15 Hari Kerja’ di Ballroom Rich Jogja Hotel, Rabu (20/02/2019). (Foto: duniadosen.com/ta)

Yogyakarta – Salah satu target nasional yang ditetapkan oleh Kemenristekdikti hingga akhir tahun 2019 adalah mengurangi 1000 Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Salah satu cara mencapai hal itu adalah meminta PTS untuk melakukan penggabungan dan penyatuan atau merger PTS. Hal tersebut dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu PTS.

Sebagai bagian dari pelaksanaan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi nomor 100 Tahun 2016 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti akan memfasilitasi upaya konvergensi kemampuan dan peningkatan kualitas PTS melalui penggabungan atau penyatuan PTS.

Dr. Ir. Ridwan Anzib, M.Sc. mengemukakan proses merger PTS atau penggabungan atau penyatuan atau akuisisi PT yang lebih besar terhadap PT yang lebih kecil, sehingga ada 150 PT yang berkurang selama setahun belakangan ini. Hal tersebut disampaikan Ridwan yang berhalangan hadir karena sakit sehingga menyampaikan sambutan secara virtual, saat Seminar Nasional Aptisi membahas ‘Revolusi Perizinan Dikti: Membuka Prodi dan Merger Hanya 15 Hari Kerja’ di Ballroom Rich Jogja Hotel, Rabu (20/02/2019).

Ridwan menjelaskan, untuk tahun ini pihaknya lebih mengintensifkan proses evaluasi setiap usulan penggabungan dan penyatuan PT. Karena beberapa keuntungan dari proses merger PTS itu adalah, agar PTS menjadi perguruan tinggi yang lebih sehat, lebih kuat secara finansial. Selain itu, perguruan tinggi juga memiliki manajemen yang dikelola lebih baik.

”Tetapi beberapa kendala terjadi selama 2018 adalah proses penggabungan atau penyatuan perguruan tinggi, sering terjadi penggabungan dua atau lebih perguruan tinggi itu yang jadi masalah adalah jumlah untuk membentuk. Contohnya, menggabung dua akademi atau sekolah tinggi ingin menjadi universitas. Itu membutuhkan penambahan prodi yang bergitu banyak. Sehingga terkadang mencapai 8 prodi. Bahkan ada usulan yang dua akademi digabung menjadi universitas. Karena itu program diploma semua sehingga butuh 10 prodi baru. Nah itu masalah lama, karena memang sulitnya menyediakan dosen dalam rangka memunculkan prodi baru,” papar Ridwan.

Melihat permasalahan tersebut, pada 2019 ini dibuatlan proses sistem yang lebih sederhana. Yaitu dengan Revolusi Perizinan Dikti: membuka prodi dan merger hanya 15 hari kerja. Namun, yang perlu diperhatikan adalah, syarat dosen yang ditentukan dilengkapi terlebih dahulu. Sebab, tahapan yang paling menentukan diawal adalah tahapan kecukupan dan kesesuaian dosen.

”Kalau kecukupan dosen tidak memenuhi syarat yang ditentukan, usulannya pasti akan dikembalikan untuk diperbaiki. Dan itu akan mengusulkan lagi dari awal proses,” terangnya.

Selanjutnya, pemaparan terkait kriteria dan panduan yang terbaru dari proposal untuk pendirian dan perubahan PTS serta pembukaan prodi pada PT 2019 disampaikan oleh tim evaluator Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti Prof. Dr. Ir. Yudhy Harini Bertham.

”Saya akan menyampaiakan kriteria-kriteria atau panduan yang terbaru dari proposal. Yang sebelumnya ada lima, sekarang hanya tinggal tiga kriteria saja. Yang dibilang 15 hari kerja bisa selesai, nanti akan saya tunjukkan 15 hari buktinya seperti apa dalam seminar ini,” jelasnya.

Dalam usulan pembukaan prodi baru, syarat tiga kriteria itu diantaranya, Sumber Daya Manusia (SDM), Sarana dan Prasarana, serta Kurikulum. ”Tapi nanti itu saling berkaitan. Misalnya sarana prasarana. Kalau Kurikulum: hanya capaian susunan dan mata kuliah saja. Selain itu Bapak Ibu juga bisa mengusulkan prodi yang belum terdaftar di nomenklatur, sekarang sudah bisa,” imbuh Yudhy sebelum melanjutkan materi pada Seminar Nasional Aptisi tersebut. (duniadosen.com/ta)