Dosen di Indonesia perlu mengasah kemampuan menulis buku. Sebab selama masa pengabdian, dosen memiliki kewajiban untuk rutin menulis dan menerbitkan buku. Buku yang dimaksud disini tentunya buku ilmiah sesuai ketentuan dalam PO BKD dan PO PAK.
Menulis buku dipandang lebih sulit dibanding karya tulis jenis lainnya. Hal ini terjadi karena isi dari buku lebih kompleks dan pembahasan suatu topik lebih mendalam. Belum lagi dengan tuntutan menjadikan isi naskahnya mudah dipahami semua pembaca.
Namun, rutin menulis dan menerbitkan buku memberi banyak keuntungan bagi dosen. Baik keuntungan secara personal maupun keuntungan untuk profesi akademiknya. Berikut penjelasan detailnya.
Sebelum masuk ke pembahasan mengenai bagaimana mengasah kemampuan menulis buku. Maka penting untuk memahami apa saja buku yang bisa ditulis oleh dosen dan masuk ke pelaporan BKD sekaligus masuk perhitungan angka kredit.
Mengacu pada PO PAK 2024, setidaknya ada 4 jenis buku yang bisa ditulis oleh para dosen. Baik itu bersumber dari RPS maupun dari hasil penelitian, berikut penjelasannya:
Dikutip melalui website Universitas Subang (UNSUB), buku ajar adalah jenis buku yang diperuntukan bagi mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memuat bahan ajar sesuai kurikulum yang berlaku.
Buku ajar disusun oleh dosen yang merupakan ahli di bidangnya. Acuan dari penyusunannya adalah RPS (Rencana Pembelajaran Semester). Sehingga isi dari buku ajar sesuai dengan RPS tersebut dan bisa dijadikan pegangan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan.
Buku ajar berisi tidak hanya penjelasan mengenai suatu materi perkuliahan. Akan tetapi juga berisi soal latihan yang menguji tingkat kedalaman mahasiswa terhadap materi yang sudah disampaikan.
Dalam PO BKD, penulisan dan penerbitan buku ajar sesuai standar Dikti bisa masuk ke pelaporan kegiatan pendidikan maupun penelitian. Buku ajar kemudian memberi tambahan angka kredit sebesar 20 poin.
Jenis buku ilmiah kedua yang bisa ditulis dan diterbitkan dosen secara rutin adalah buku monograf. Buku monograf adalah tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi pembahasannya hanya pada satu topik dalam satu bidang ilmu penulis.
Berbeda dengan buku ajar yang sumbernya dari RPS, buku monograf bersumber dari hasil penelitian dosen. Isinya akan fokus membahas satu topik pada bidang keilmuan yang dikuasai oleh dosen tersebut.
Dalam PO PAK, menerbitkan buku monograf membantu dosen mendapatkan tambahan poin angka kredit 20 poin. Buku monograf juga wajib diterbitkan mengikuti standar Ditjen Dikti.
Buku ketiga yang bisa ditulis dan diterbitkan dosen adalah buku referensi. Buku referensi adalah tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi pembahasannya fokus pada satu bidang ilmu dan membahas beberapa topik.
Jika buku monograf fokus pada satu topik di suatu bidang keilmuan. Maka buku referensi akan membahas beberapa topik di satu bidang keilmuan. Bidang keilmuan ini tentu saja yang dikuasai oleh dosen yang bersangkutan.
Buku referensi memberi tambahan angka kredit paling tinggi dibanding jenis buku ilmiah lain. Yakni mencapai 40 poin. Namun, penerbitannya juga harus sesuai standar Ditjen Dikti. Tujuannya agar diakui dan bisa ikut penilaian angka kredit saat kenaikan jabatan fungsional.
Buku yang terakhir adalah book chapter atau bunga rampai. Book chapter adalah hasil penelitian atau hasil pemikiran yang dipublikasikan dalam buku yang berisi kumpulan tulisan.
Book chapter bisa disusun dengan berkolaborasi bersama dosen lain. Kemudian mendapatkan tambahan angka kredit sesuai ketentuan. Adapun angka kredit untuk satu judul book chapter adalah 10 poin untuk terbitan nasional dan 15 poin untuk terbitan internasional.
Menulis adalah keterampilan berbahasa yang memiliki tingkatan paling sulit dibanding menyimak, mendengarkan, dan membaca. Tingkat kesulitan menulis menjadi lebih tinggi ketika menulis naskah buku.
Namun, meskipun sulit seorang dosen harus berusaha tetap produktif menulis. Sebab menulis dan menerbitkan buku menjadi salah satu kewajiban bagi dosen di Indonesia. Supaya prosesnya lebih mudah, maka dosen perlu mengasah kemampuan menulis buku. Berikut beberapa cara yang bisa dicoba:
Salah satu upaya yang bisa dilakukan agar kemampuan dalam menulis buku berkembang adalah rajin membaca. Membaca membantu dosen mendapatkan inspirasi dan ide tulisan yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya.
Sebab melalui karya tulis orang lain, dosen bisa mendapatkan ide baru. Selain itu, membaca mengasah kemampuan berbahasa. Salah satunya menambah perbendaharaan kata. Semakin banyak kosakata dikuasai, semakin mudah dosen menghindari kebuntuan ide saat mengembangkan naskah buku.
Dikutip melalui website resmi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dijelaskan bahwa salah satu kiat mengembangkan kemampuan menulis buku adalah menulis semua ide yang terlintas di kepala.
Salah satu kendala dalam menulis buku adalah kehabisan ide untuk dikembangkan. Bahkan kehabisan ide di tengah proses menulis. Menuliskan semua ide yang terlintas kapan saja membantu dosen memiliki bank ide tulisan. Bank ini akan memberi daftar ide tulisan yang bisa dikembangkan saat terjadi kebuntuan ide.
Kemampuan menulis akan stagnan dan susah bekembang jika jarang menulis. Pada masa awal menulis, mungkin merasa hasil tulisan masih jelek. Namun seiring berjalannya waktu, konsistensi menulis meningkatkan kualitas tulisan.
Kualitas tulisan ini sejalan dengan berkembangnya kemampuan menulis. Jadi, jika merasa kemampuan dalam menulis masih minim usahakan rajin menulis. Atur jadwal khusus agar bisa menulis teratur. Entah itu setiap hari, beberapa kali dalam seminggu, dan sebagainya sesuai kondisi.
Cara keempat adalah dengan mengikuti pelatihan menulis. Berkembangnya internet dan teknologi komunikasi membantu dosen mengakses informasi pelatihan menulis dengan mudah.
Pelatihan menulis bisa diselenggarakan oleh kampus-kampus, perusahaan penerbitan, media seperti pemilik surat kabar maupun portal berita daring, dan lain sebagainya. Aktif mengikuti pelatihan menulis seperti workshop, efektif mengasah kemampuan menulis buku dan karya tulis jenis lainnya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam menulis buku adalah mengasah kemampuan komunikasi. Pada dasarnya, hal ini bisa menambah perbendaharaan kata dan berpikir cepat memikirkan kosakata selanjutnya.
Kemampuan komunikasi mendukung komunikasi lewat media tulisan. Sehingga semakin ahli dalam berkomunikasi, semakin mudah menuliskan buah pikiran. Karya dalam bentuk buku pun lebih mudah dikembangkan, apapun topiknya.
Lalu, apa saja upaya meningkatkan kemampuan komunikasi? Bisa dimulai dari membaca, menonton konten video di media sosial, mendengarkan podcast, menerima tawaran menjadi narasumber seminar, dan sebagainya.
Cara selanjutnya adalah berkolaborasi dengan dosen lain ketika menulis buku ilmiah. Jika menulis buku nonilmiah, maka bisa berkolaborasi dengan penulis nonilmiah lain yang sudah lebih berpengalaman.
Kolaborasi membantu belajar menulis dengan baik dan produktif. Apalagi dengan rekan yang sudah lebih senior. Maka akan mendapat lebih banyak ilmu dan mendukung pengembangan kemampuan menulis, terutama menulis buku.
Menulis dan menerbitkan buku menjadi bagian dari publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah ini sejalan dengan kewajiban dosen dalam mempublikasikan hasil penelitian. Namun, publikasi ilmiah bukan hanya dalam bentuk buku. Bisa juga dengan bentuk lain sesuai ketentuan.
Misalnya publikasi lewat orasi ilmiah dan menjadi prosiding, kemudian publikasi dalam bentuk artikel ilmiah ke jurnal ilmiah. Dalam PO BKD, dosen diwajibkan untuk menyeimbangkan semua kewajiban akademik.
Namun, akan lebih baik jika dosen berusaha produktif menulis buku. Alasannya cukup beragam, berikut beberapa diantaranya:
Bagi dosen yang rajin melakukan publikasi ilmiah dengan tujuan meraih angka kredit tinggi. Sehingga bisa segera naik jabatan fungsional atau segera menjadi Guru Besar. Maka tidak keliru jika mulai rutin menerbitkan buku ilmiah.
Pasalnya, jika dilihat dari sisi jumlah angka kredit yang didapatkan ternyata setara dengan publikasi ilmiah lain. Berikut beberapa perbandingannya mengacu pada PO PAK terbaru:
Jadi, jika menerbitkan 1 artikel ilmiah di jurnal membutuhkan waktu lama. Maka bisa mengejar angka kredit dengan menerbitkan buku yang nilainya setara publikasi jurnal ilmiah tersebut.
Alasan kedua kenapa kemampuan menulis buku perlu dikembangkan dan lebih produktif menerbitkan buku adalah karena cenderung lebih mudah. Jika sharing dengan rekan sejawat, sama-sama dosen mengenai susah tidaknya publikasi ilmiah.
Maka dijamin banyak yang sepakat jika publikasi ke jurnal lebih sulit. Selain itu juga memakan waktu cukup lama. Proses peer review dan proses revisi yang bisa lebih dari sekali menjadi beberapa faktor penyebabnya.
Hal ini yang membuat publikasi di jurnal menuntut kesabaran ekstra. Berbeda dengan menerbitkan buku, yang prosesnya cenderung lebih mudah dan cepat. Tidak ada proses penerbitan buku yang memakan waktu lebih dari 6 bulan.
Sementara pada jurnal, proses peer review bahkan bisa berjalan sampai 2 tahun. Belum lagi dengan resiko artikel yang disubmit ditolak oleh pengelola jurnal. Jika menerbitkan di jurnal internasional, dosen pun ada kalanya perlu menggunakan jasa penerjemah. Pemilihan jasa penerjemah pun tidak bisa sembarangan.
Alasan ketiga kenapa kemampuan menulis buku perlu dikembangkan sebaik mungkin adalah karena biaya penerbitan cenderung lebih ekonomis. Pada dasarnya, publikasi ke jurnal dan penerbitan buku bisa berpotensi gratis.
Pada dunia penerbitan buku, selama menembus redaksi penerbit mayor maka biayanya gratis. Sementara pada jurnal, ketika dosen berhasil menemukan pengelola yang membebaskan biaya publikasi. Maka tidak ada biaya yang ditanggung dosen.
Namun, sekalipun menerbitkan buku di penerbit selain penerbit mayor. Biaya penerbitan bisa dikatakan jauh lebih ekonomis dibanding menerbitkan jurnal ilmiah. Biaya penerbitan buku bahkan bisa disesuaikan budget karena bisa menentukan jumlah eksemplar yang dicetak dan diterbitkan.
Bandingkan dengan biaya publikasi jurnal ilmiah, dimana ditentukan sendiri oleh pengelola. Bahkan dalam jurnal internasional bereputasi, biayanya bisa puluhan juta untuk satu artikel. Biaya konferensi ilmiah pun tidak kalah mahal, apalagi konferensi internasional dan diselenggarakan di luar negeri.
Tidak akan rugi seorang dosen mengasah kemampuan menulis buku dan lebih produktif menulis. Sebab buku yang diterbitkan memiliki jangkauan pembaca lebih luas. Yakni masyarakat luas dan bukan sekedar masyarakat ilmiah.
Bagi dosen yang ingin buah pikiran dan hasil kerja keras dalam penelitian bisa diketahui dan dimanfaatkan banyak orang. Maka menerbitkan buku bisa menjadi jawabannya. Sebab memang bisa dibaca lebih banyak orang.
Perbandingannya, jika artikel pada jurnal dan prosiding dibaca masyarakat ilmiah yang jumlahnya 2 jutaan. Maka buku bisa dibaca minimal seluruh masyarakat Indonesia. Selama dipasarkan dan dipromosikan dengan benar, jumlah pembaca bisa sampai dua digit.
Alasan berikutnya adalah karena menulis buku bsa cenderung lebih mudah dibanding karya tulis ilmiah lain. Misalnya jika dibandingkan dengan artikel ilmiah. Kemudahan ini didapatkan ketika melakukan proses konversi.
Dosen bisa menjadikan artikel ilmiah sebagai acuan, dan tinggal dikembangkan menjadi beberapa bab. Hal ini membuat proses penulisan buku tidak lagi dimulai dari nol. Sebab kerangka dasarnya sudah terbentuk di artikel ilmiah.
Selain itu, menulis buku akan semakin mudah ketika dosen sudah terbiasa. Apalagi jika kemampuan menulis buku sudah meningkat signifikan. Bahkan, ada banyak dosen yang bisa menerbitkan lebih dari 2 judul buku dalam satu tahun.
Alasan yang keenam adalah karena buku memberi manfaat ekonomi. Menerbitkan buku membantu dosen menerima penghasilan tambahan. Pada beberapa kondisi, dosen bisa membangun passive income dari buku yang sudah diterbitkan.
Hal ini terjadi karena buku masih menjadi satu-satunya publikasi yang memberi penghasilan kepada penulisnya. Yakni melalui royalti. Berbeda dengan publikasi di media lain. Alih-alih memberi pemasukan, justru dosen perlu keluar biaya untuk mengurus publikasinya.
Hasil dari pencairan royalti bisa dipergunakan dosen untuk banyak hal dan tujuan. Misalnya membiayai pengembangan kemampuan menulis dengan ikut kursus sampai workshop kepenulisan. Bisa juga dipakai membiayai kewajiban akademik, mulai dari mengembangkan bahan ajar sampai biaya publikasi ke jurnal ilmiah.
Alasan berikutnya kenapa dosen perlu menulis buku dibanding karya tulis ilmiah lain adalah karena buku multifungsi. Selain bisa menjadi bahan bacaan dan pegangan dalam perkuliahan.
Buku juga bisa difungsikan dosen sebagai kartu nama dan bahkan hadiah. Pada saat bertemu dengan sosok penting, misalnya pendidik ketika masih sekolah dan kuliah dulu. Dosen bisa memberi kenang-kenangan dengan memberi buku yang sudah disusun dengan kerja keras. Kenang-kenangan ini akan lebih berkesan.
Pada saat Anda memperkenalkan diri dalam upaya memperluas jaringan. Buku yang sudah diterbitkan bisa difungsikan sebagai kartu nama. Sebab di dalamnya ada informasi mengenai biografi dan lebih berkesan karena penerima akan mengenal karya Anda terlebih dahulu. Sehingga lebih mudah mendapat respek dan kepercayaan.
Publikasi ilmiah dalam berbagai bentuk memang tepat dilakukan oleh dosen selama masa pengabdian. Namun, produktif menulis buku memberi nilai tambah yang tidak ditemukan di publikasi ilmiah lain. Hal ini sesuai penjelasan sebelumnya.
Jadi, tidak ada salahnya mulai mengembangkan kemampuan menulis dari sekarang. Sebab, menulis buku akan menjadi agenda rutin selama dosen masih aktif mengabdi. Bahkan menjadi salah satu kewajiban khusus dalam memenuhi BKD.
Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…
Dalam menjalankan kegiatan penelitian, dosen tentunya diharapkan bisa menghindari segala bentuk pelanggaran kode perilaku dosen.…
Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…
Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…
Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…