Informasi

Kegiatan PKM Dosen Politala untuk Nelayan di Tanah Laut Terdampak Covid-19

Dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, semangat melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat tak pernah padam bagi dosen Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala). Hal ini dilakukan tim dosen Politala yang terdiri dari Dr. Mufrida Zein, S.Ag., M.Pd. selaku direktur Politala, Ir. Rusuminto, S.Y., S.T., M.T., Kajur Teknologi Otomotif, dan Anton Kuswoyo, S.Si., M.T., sebagai Wakil Direktur Bidang Kemahasiswaan dan Sistem Informasi.

Ketiga dosen tersebut melakukan pengabdian pada Kelompok Nelayan di Desa Kuala Tambangan, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut. Desa tersebut terletak di pesisir pantai yang mayoritas penduduknya adalah nelayan. Hasil tangkapan berupa berbagai jenis ikan, kepiting, udang, dan cumi-cumi. Masa pandemi saat ini, membuat pendapatan mereka pun berkurang, sehingga Anton dan timnya tergerak untuk melakukan PKM di sana.

Memperoleh Hibah PKM dari Ristek-BRIN

Kebetulan tim yang diketuai oleh Anton ini tahun ini mendapatkan Hibah Program Kemitraan Masyarakat (PKM) dari Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Ristek-BRIN). Hibah ini merupakan hibah kompetitif nasional yang artinya untuk mendapatkannya harus melalui seleksi tingkat nasional yang sangat ketat. Tiap tahun, Politala hanya mendapatkan 1 hibah PKM untuk skema pengabdian kepada masyarakat.

Adanya pandemi Covid-19 ini membuat kegiatan pengabdian kepada maayarakat pun dilakukan penyesuaian. Pelaksanaannya, dengan  menerapkan protokol Covid-19. Bahkan dalam kegiatan tersebut Anton dan tim justru sekalian melakukan sosialisasi tentang pentingnya penerapan protocol Covid-19 berupa: pakai masker, jaga jarak, dan selalu cuci tangan pakai sabun/pakai hand sanitizer.

”Kami juga menjelaskan pentingnya menerapkan tiga pola yaitu: pola hidup bersih dan sehat, pola pikir positif agar senantiasa bahagia, dan pola makan yang bergizi dan seimbang,” kata Anton.

Anton juga membagikan masker kepada setiap peserta yang hadir. Setelah semua peserta mematuhi protokol Covid-19, baru kemudian diadakan pengabdian masyarakat berupa pelatihan pembuatan ikan asap dan pengolahan limbah perikanan menjadi pakan burung puyuh.

Latar Belakang PKM

Latar belakang dilalukan pelatihan ini adalah karena selama ini hasil tangkapan nelayan langsung dijual berupa ikan mentah kepada tengkulak. Akibatnya, harganya pun murah. Saat hasil tangkapan banyak harga ikan murah. Saat harga naik, hasil tangkapan sedikit. Akibatnya pendapatan nelayan pun pas-pasan. Di sisi lain ikan-ikan yang tidak laku dijual dan limbah perikanan lainnya juga belum dimanfaatkan oleh nelayan.

Terdiri dari 15 anggota dari Kelompok Nelayan “Mandiri Putra” yang bertempat di Desa Kuala Tambangan, Kecamatan Takisung mengikuti kegiatan PKM dengan antusias. (Sumber: dok. Anton Kuswoyo).

Kabupaten Tanah Laut, merupakan sekumpulan nelayan yang setiap hari bekerja mencari ikan di laut. Salah satu kelompok nelayan yang diberi pelatihan adalah “Mandiri Putra” yang bertempat di Desa Kuala Tambangan, Kecamatan Takisung yang terdiri dari 15 anggota. Mereka menangkap ikan menggunakan pukat, jaring, jala, dan pancing. Berlayar ke lautan menggunakan perahu bermotor. Biasanya dalam satu perahu memuat 2-3 pekerja (awak perahu) yang membantu mereka menangkap ikan.

Harga Ikan Rendah

Rata-rata per hari mampu menangkap ikan sebanyak 80 kg. Harga jual ikan Rp 7.000/kg. Dari 80 kg hasil tangkapan, sebanyak 20 kg berupa limbah ikan berupa ikan-ikan kecil dan ikan yang rusak yang tidak laku dijual. Sehingga hasil tangkapan sebanyak 60 kg dikali harga Rp 7.000, total Rp 420.000,-. Dikurangi biaya solar, makan, dan upah pekerja, sisanya hanya sekitar Rp 130.000,- per hari.

Para nelayan bekerja selama 24 hari dalam sebulan. Sehingga penghasilan bersih ± Rp 3.120.000/bulan. Hasil ini masih belum dikurangi untuk biaya perbaikan perahu, mesin, maupun peralatan tangkap ikan. Jika musim gelombang besar, para nelayan tidak bisa pergi melaut, sehingga nyaris dalam satu bulan tidak mendapatkan hasil sama sekali.

Setiap bulan selalu ada yang diperbaiki, misalnya mesin perahu, peralatan tangkap ikan, dll. Sehingga memerlukan biaya tambahan diluar pengeluaran rutin. Harga ikan juga sering turun naik, tidak stabil. Pernah harga ikan sampai Rp 5.000/kg. Sedangkan pengeluaran tetap. Hal ini tentu sangat merugikan para nelayan.

Ikan Asap Jadi Solusi Menaikkan Harga Ikan

Saat hasil tangkapan melimpah, biasanya harga ikan akan cepat turun. Bahkan kadang tidak laku sama sekali. Akhirnya banyak ikan yang tidak terjual dan lama-lama busuk. Solusi akhir biasanya dijadikan ikan asin. Itupun sangat bergantung pada musim panas.

Jika musim hujan, para nelayan mengalami kendala untuk mengeringkan ikan-ikan tersebut. Selama ini para nelayan juga masih sangat tergantung kepada tengkulak ikan. Mereka tidak punya kemampuan untuk menjual/memasarkan sendiri agar memiliki harga yang jauh lebih baik. Hal ini lah yang menyebabkan kesejahteraan nelayan masih sangat rendah.

Pelatihan Membuat Ikan Asap

Maka Anton dan tim pun berusaha membantu para nelayan agar ikan hasil tangkapan diolah terlebih dahulu sehingga harganya jauh lebih tinggi dibandingkan jika langsung dijual berupa ikan mentah.

“Kami pun memberikan pelatihan membuat ikan asap, karena cara membuat ikan asap cukup mudah, biayanya relatif kecil, dan ikan asap ini cukup banyak konsumennya”, kata Anton selaku ketua tim.

“Saya telah melakukan riset tentang pembuatan ikan asap sejak tahun 2016, sehingga memahami betul cara pembuatan ikan asap yang baik. Bahkan alat pengasapan yang saya ciptakan ini pernah mendapat juara 1 lomba Teknologi Tepat Guna tingkat kabupaten di tahun yang sama”, lanjutnya.

Peserta PKM Antusias

Warga sangat antusias mengikuti pelatihan. Apalagi warga baru kali ini tahu tentang ikan asap. ”Kami baru sekarang tahu tentang ikan asap, cara membuatnya juga baru. Ternyata rasa ikan asap sangat lezat,” kata Bayansyah, ketua kelompok nelayan.

Proses pembuatan ikan asap diawali dengan menyiapakan tungku pengasapan. Bahan bakunya yaitu arang kayu dan tempurung kelapa. Arang dan tempurung kelapa cukup mudah diperoleh di Desa Kuala Tambangan. Apalagi desa tersebut bersebelahan dengan desa sentra pembuatan arang yaitu Desa Ranggang.

Setelah asap mengepul, selanjutnya menyusun ikan di rak pengasapan. Sebelumnya ikan dibersihkan terlebih dahulu. Dibuang isi perutnya dan dicuci sampai bersih.

Semua Jenis Ikan Bisa Jadi Ikan Asap

”Hampir semua jenis ikan bisa diolah menjadi ikan asap, baik ikan laut maupun ikan air tawar. Pada pelatihan ini kami pilih jenis ikan pindang agar sesuai dengan hasil tangkapan nelayan,” kata Anton memberikan penjelasan kepada para peserta.

Proses pengasapannya sendiri dilakukan selama 2 jam. Satu jam pertama dilakukan pembalikkan ikan, agar proses pengasapan merata sampai ikan selesai diasap.

Tim PKM Dosen Politala akan terus memantau dan mendampingi peserta sampai benar mampu memproduksi ikan asap sekaligus bisa memasarkannya. (Sumber: dok. Anton Kuswoyo).

Setelah selesai pengasapan, ikan asap harus diangin-anginkan dulu sampai dingin. Setelah benar-benar dingin, baru ikan asap dikemas dalam bungkus plastik yang sudah diberi label atau merek.

”Para peserta juga kami latih cara pengemasan ikan asap. Pengemasan yang baik akan menarik minat konsumen,” kata Anton.

Tim PKM Libatkan Mahasiswa

Kegiatan pelatihan pembuatan ikan asap ini juga melibatkan 3 orang mahasiswa Politala dari 3 prodi yaitu Prodi Agroindustri, Akuntansi, dan Teknologi Otomotif. Rika, Wirani, dan Dandy sangat senang bisa membantu dosennya melatih warga setempat. Apalagi Wirani merupakan mahasiswa Prodi Akuntansi yang juga warga asli Desa Kuala Tambangan.

Disela-sela pelatihan, Wirani juga mengenalkan kampus Politala kepada warga. Rupanya masih banyak warga yang belum mengetahui keberadaan kampus negeri satu-satunya di Kabupaten Tanahlaut itu. Meskipun ada beberapa mahasiswa yang berasal dari desa tersebut. Wirani merupakan salah satu warga Desa Kuala Tambangan yang kuliah di Politala dan mendapat beasiswa Bidikmisi.

Seluruh peserta pun tambah antusias. Apalagi ada salah seorang warga yang anaknya baru lulus SMA.  Acara pelatihan ikan asap ditutup dengan makan bersama lauk ikan asap. Seluruh peserta sangat antusis mencicipi ikan asap hasil pelatihan.

”Rasanya enak, lezat, dan punya beda dari ikan-ikan yang lain. Kami sangat senang telah mendapat pelatihan pembjatan ikan asap. Semoga kami bisa memproduksinikan asap sendiri,” kata Jurmiah, salah seorang peserta pelatihan.

Anton berharap, kegiatan pelatihan ini tidak berhenti sampai di sini, pihaknya akan terus memantau dan mendampingi peserta sampai benar mampu memproduksi ikan asap sekaligus bisa memasarkannya. (duniadosen.com/titisayuw)

Redaksi

Recent Posts

Biaya Kuliah S3 di Dalam dan Luar Negeri

Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…

1 day ago

5 Tips S3 ke Luar Negeri dengan Membawa Keluarga

Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…

1 day ago

Syarat dan Prosedur Kenaikan Jabatan Asisten Ahli ke Lektor

Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…

2 days ago

Perubahan Status Aktif Dosen Perlu Segera Dilakukan

Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…

2 days ago

7 Jenis Kejahatan Phishing Data yang Bisa Menimpa Dosen

Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…

2 days ago

Cara Menambahkan Buku ke Google Scholar Secara Manual

Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…

2 days ago