fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Mencari Kebahagiaan dan Kesenangan dengan Menjadi Seorang Dosen

Kebahagiaan dosen

Tidak semua orang memiliki mimpi mulia, yaitu menjadi seorang pendidik. Banyak yang ingin menjadi pendidik, tetapi tidak banyak orang yang menjadikan mengajar sebagai sumber kebahagiaan.

Salah satunya kisah inspiratif dari Retno Widodo Dwi Pramono, ST., M.Sc., Ph.D dari Dosen Departmen Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, UGM. Mari kita ulas sumber kebahagiaan dosen menurut Retno Widodo.

Baca Juga : Dosen Zaman Now Harus Move On

Latar Belakang Keluarga

Tinggal dan dibesarkan di lingkungan desa, Retno Widodo Dwi Pramono, ST., M.Sc., Ph.D tumbuh menjadi sosok yang mengagumkan. Bagaimana tidak? Meskipun tumbuh di desa, Ia besar menjadi arsitektur sekaligus sebagai dosen di Departmen Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM.

Justru lingkungan pedesaan inilah yang mengajarkan beliau belajar karakter dan belajar sosial dengan lingkungan. Latar belakang keluarga dari keluarga biasa. Ayahnya seorang PNS di tenaga keeshatan (Mantri). Meskipun sebagai PNS, kehidupannya terbilang diambang batas garis kemiskinan. Ibunya seorang pedagang kecil-kecilan di rumah.

Sejak kecil, beliau sudah diperkenalkan oleh ayahnya dengan tokoh dan cerita wayang. Seperti yang kita tahu bahwa banyak amanat pesan membangun dari cerita pewayangan tersebut. dari situ pulalah, Ia belajar tentang jiwa kestria dan jiwa menjadi pahlawan di masyarakat.

Pesan itu sangat berkesan hingga besar, yang mana pesan-pesan moral inilah yang nantinya akan membentuk Dwi Pramono besar.

“Saya tanamkan bahwa orang itu harus bisa menjadi berarti bagi masyarakat,” tegasnya. Beliau pun juga ingin menjadi kebanggan orangtua, dan itu ang menjadi semangat paling tinggi untuk maju.

Aktivis Sekolah

Sebagai anak ke dua dari enam bersaudara, beliau salah satu anak yang cerdas. Diantara keluarganya, dialah yang paling pintar dibidang eksak, matematika dan fisika. Terbukti ketika SMP Beliau menjadi pelajar teladan tingkat kabupaten. Tidak hanya itu saja, di kampung, beliaulah satu-satunya yang pertama lulus dari Universitas.

Waktu itu, sebagai seorang siswa yang berprestasi, tidak heran jika aktif mengikuti banyak organisasi dan kegiatan sekolah. Diantarannya aktif di OSIS dan lain-lain. Dari sinilah awal mula ketertarikan dan muncul jiwa kepemimpinan dan belajar kepemimpinan. Aktif mengikuti organisasi ini pun seperti kebiasaan, terbawa hingga masuk ke perguruan tinggi.

Jangan salah, Beliau juga aktif mengikuti ajang perlombaan dan berhasil mendapatkan banyak kejuaraan loh. Dari uang tersebut, digunakan untuk biaya pendidikan. Ia pun sejak SMA sangat senang dengan dunia penelitian, yang sudah menjadi passionnya.

Awal Mula Masuk Jurusan Arsitektur

Sebagai siswa yang berprestasi, tentu saja ingin masuk ke Perguruan Tinggi yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan. Tidak bagi Dwi Pramono kala itu. Karena faktor ekonomi, Ia pun memutuskan mengambil jurusan Arsitektur dan ingin segera kerja menghasilkan banyak uang dan kaya.

Sayangnya tidak sesuai dengan ekspektasi. Bayangan masuk jurusan arsitek itu menyenangkan. Ternyata tidak, semester dua dan tiga selalu praktek.

Mengingat kesenangannya adalah dunia eksak hitung menghitung dan penelitian. Sedangkan arsitek hanya praktek menggambar saja. Inilah yang sempat membuat kecewa dan ingin keluar.

“ Saya senangnya hitung menghitung fisika. Kemudian saya menemukan apa yang saya senangi seperti di SMA. Di semester 3 saya mulai ikut lomba karya ilmiah tingkat nasional,” paparnya.

Lewat ajang perlombaan setidaknya menemukan kesenangan dan tantangan baru. Jadi tidak melulu menggambar, tetapi juga ada ilmiahnya.

Satu hal yang menarik yang Dwi Pramono temukan di dunia arsitektur kala itu, bahwa di benaknya arsitek dapat di dekati secara ilmiah. Dari sanalah, Ia menemukan kesenangannya, ia mulai tertari dengan perhitungan pencahayaan alami, penghawaan alami, penggunaan listri yang efisien.

Jadi beliau berhasil mengubah midset pada diri sendiri bahwa arsitektur tidak melalulutentan teknis dan mengambar saja.

Awal Ketertarikan Masukan Di Dunia Dosen

Masih dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi pada saat ini. Sambil kuliah, sambil bekerja menjadi tentor di SMA. Dari situlah mulai merasa mengajar dan meneliti sesuatu yang menarik dan menyenangkan.

Rasa senang inilah yang mampu mengelamkan impian awal menjadi seorang arsitek kaya. Ia memutuskan menjadi seorang peneliti atau pengajar, padahal kala itu sudah ada perusahaan yang berani mempekerjakan dan dibayar dengan gaji yang besar.

“Jadi saya bilang ke orang terdekat saya, apakah diijinkan seandainya saya menjadi Omar Bakre? saya bilang ke bapak ibu saya. Saya bayangin artinya gaji sedikit tidak apa-apa saya, asal saya suka jadi guru. Dari situlah akhirnya saya wira wiri melamar menjadi dosen,” ceritanya.

Awalnya memang tidak mudah. Sudah mendaftar ke sana ke mari tidak ada yang berhasil. Ada juga yang sudah diterima, akhirnya tidak diambil.

Sampai pada titik, memutuskan untuk mendaftar sebagai CPNS di UGM dan mengambil risiko melepas pekerjaan dosen di salah satu universitas kala itu. Kala itu juga cemas, jika tidak lolos masuk jadi dosen di UGM. Singkat cerita, akhirnya diterima.

Suka Duka Menjadi Dosen

Tidak selamanya menjadi dosen itu menyenangkan, sekalipun mengajar adalah passion yang diinginkan. Ada masanya beliau juga ingin keluar dari dosen. Tentu saja faktor ingin berhenti menjadi dosen masing-masing orang berbeda-beda, termasuk Dwi Pramono.

Pernah beliau ingin berhenti jadi dosen ketika lama menyelesaikan S3-nya. Beliau sempet berfikiran jangan-jangan saya tidak bakat jadi dosen. Namun niatan ini langsung pergi.

Pernah juga ingin berhenti jadi dosen saat melihat peluang bisnis dan tawaran menjadi arsitektur yang mengiurkan. Namun pada akhirnya tetap bertahan menjadi dosen karena masih banyak mahasiswa yang membutuhkan ilmunya.

Bagaimanapun, menjadi dosen juga banyak hal-hal yang membahagiakan. Berikut detail sumber kebahagiaan dosen menurut beliau:

Sumber Kebahagiaan Menjadi Seorang Dosen

Sebagai sosok yang sadar haus akan ilmu pengetahuan, Dwi Pramono terus belajar dan aktif melakukan penelitian agar menemukan sesuatu yang baru. Salah satu pengakuan beliau saat diwawancarai, mengungkapkan bahwa ada yang membahagiakan sekali menjadi dosen.

“Satu hal yang membahagiakan, saya melihat mahasiswa saya bisa berubah dari yang tidak tahu menjadi tahu. Atau saat mereka bersyukur dan berterimakasih karena saya memberikan ilmu, membuat dia akhirnya berprestasi,” paparnya.

Baginya, memberikan dan membagikan ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada mahasiswa adalah kebahagiaan yang tidak dapat di ukur. Inilah sumber kebahagiaan dosen.

Menurutnya, kebahagiaan itu ketika memberikan ilmu yang betul-betul ilmu tersebut bisa mengubah cara berfikir, mengubah kemampuan keterampilan, bisa menjadi bekal yang sangat membahagiakan.

Hal-hal seperti inilah yang memicu perasaan bahwa beliau sangat dibutuhkan karena keilmuannya.

Harapan Sebagai Dosen

Saat ditanya apa harapannya, Retno Widodo Dwi Pramono, ST., M.Sc., Ph.D. memaparkan bahwa dirinya seringkali merasa malu dan rendah diri dengan Malaysia dan Singapura.

“Dulu kita lebih unggul dibandingkan Malaysia, sekarang kita kalah sekali. Saya merasa ikut bersalah sekali,” sesalnya.

Salah satu penyebab Indonesia kalah secara administratifnya, seperti penelitian, publikasi dan seminar. Sebenarnya dari pengajarannya, beliau meyakini bisa meluluskan alumni professional.

Banyak dosen yang pintar di Indonesia, hanya karena informasi dan pekerjaan yang numpuk, sehingga secara administrasi kurang diakui secara Internasional

Beliau berharap generasi di almamater bisa mengejar Internasional dengan standar kary apaten, karya ilmiah dan sejenisnya, tetapi juga tetap bisa mengangkat kebutuhan masyarakat lokal sini. (duniadosen.com/Titis Ayu W) – ed:irukawa elisa