Apa Itu H-Index?
H-Index adalah indikator yang digunakan untuk mengukur dampak dan produktivitas seorang peneliti berdasarkan publikasi ilmiahnya. H-Index secara sederhana adalah jumlah kutipan dari publikasi ilmiah para peneliti, termasuk dosen.
Mengukur dampak dari publikasi ilmiah pada suatu jurnal bisa dilihat dari jumlah kutipannya. Hal ini membuat dampak dari publikasi tersebut bisa diukur dan didapatkan angka atau kuantitas yang besarannya pasti.
Secara umum, dampak dari publikasi ilmiah tentunya tidak hanya dilihat dari jumlah kutipan. Bahkan dari jumlah pembaca dan siapa saja dari mereka yang memanfaatkan isi publikasi ilmiah tersebut.
Namun, mendeteksi atau mengetahui secara pasti berapa jumlah pembaca jauh lebih sulit. Hal ini terjadi karena lembaga pengindeks publikasi ilmiah tidak menyediakan fitur tersebut. Mayoritas menyediakan fitur H-Index tadi.
Adapun lembaga pengindeks yang dikenal para akademisi di Indonesia dan dunia antara lain seperti Scopus, Garuda, Google Scholar, DOAJ (Directory of Open Access Journals), EBSCO, dan lain sebagainya.
Secara umum, lembaga pengindeks memiliki data H-Index tersendiri. Artinya tidak terakumulasi dengan lembaga pengindeks lain sehingga ada istilah H-Index Google Scholar, yang menjelaskan sumbernya dari Google Scholar.
Kemudian H-Index Scopus, H-Index Garuda, dan lain sebagainya. Sehingga H-Index di masing-masing lembaga pengindeks berdiri sendiri. Oleh sebab itu, umumnya ketika data H-Index diperlukan maka akan menjelaskan sumbernya dari lembaga pengindeks mana.
Cara Melihat H-Index Jurnal
H-Index akan tampil otomatis. Para peneliti yang sudah memiliki publikasi ilmiah tidak perlu menghitung secara manual. Berhubung ada banyak lembaga pengindeks dan menghitungnya secara sendiri-sendiri sesuai database masing-masing.
Cara melihat H-Index berbeda-beda antara satu lembaga pengindeks dengan lembaga lainnya. Berikut beberapa lembaga pengindeks dan tata cara melihat H-Index di dalamnya:
1. SINTA Kemdikbud
Laman SINTA yang dimiliki dan dikelola oleh Kemdikbud (sekarang Kemdiktisaintek) bisa memberikan H-Index dari dua lembaga pengindeks. Yakni Scopus dan Google Scholar. Berikut tata caranya:
- Masuk ke website resmi SINTA Kemdikbud.
- Masuk ke menu “Author”.
- Ketik nama peneliti di kolom pencarian. Pastikan mengetik nama lengkap peneliti tersebut.
- Klik ikon pencarian berlogo kaca pembesar atau tekan tombol Enter di keyboard perangkat Anda.
- Jika peneliti tersebut sudah memiliki publikasi terindeks sejumlah database seperti Scopus, Google Scholar, atau Garuda, data peneliti akan muncul.
- Sistem akan menampilkan data peneliti mulai dari nama lengkap, SINTA Score, sampai H-Index Scopus dan H-Index Google Scholar. Informasi H-Indeks terletak di sisi sebelah kanan setelah data foto dan nama peneliti.
- Jika ingin data H-Index lebih rinci, Anda bisa klik nama peneliti. Sistem di SINTA akan menampilkan data lebih lengkap. Informasi H-Index terletak di sisi sebelah kanan. Selesai.
2. Portal Garuda
Portal Garuda yang dikelola oleh Dirjen Dikti juga menampilkan informasi H-Index. Hanya saja dari database Garuda sendiri sehingga tidak menyatu dengan jumlah kutipan dari lembaga pengindeks lain. Misalnya Scopus, Google Scholar.
Selain itu, Garuda menggunakan istilah P-Index. P-Index menghitung jumlah publikasi ilmiah dan jumlah sitasi dari database Garuda sendiri. Sehingga angka P-Index cenderung tinggi dan bisa dijadikan acuan melihat dampak publikasi. Berikut tata caranya:
- Masuk ke halaman Portal Garuda.
- Ketik nama lengkap peneliti pada kolom pencarian.
- Sistem akan menampilkan informasi data tidak ditemukan, silakan ubah kategori pencarian dari default “Title” tinggal di klik dan pilih “Author”.
- Klik tombol “Search” yang ada di ujung sebelah kanan.
- Sistem Garuda akan menampilkan daftar publikasi peneliti tersebut. Lalu, klik nama peneliti tersebut pada salah satu judul yang ditampilkan.
- Tunggu beberapa saat maka sistem di Garuda akan menampilkan data seluruh publikasi dan P-Index peneliti tersebut. Informasi P-Index terletak di sisi sebelah kiri setelah daftar publikasi ilmiah peneliti. Secara default, P-Index dihitung dari 5 tahun terakhir (misalnya dari tahun 2020 sampai 2025). Selesai.
3. Google Scholar
Google Scholar juga menampilkan H-Index yang berdiri sendiri. Seluruh publikasi ilmiah yang terindeks di Google Scholar dan dikutip menggunakan fitur sitasi otomatis akan mempengaruhi skor H-Index para peneliti tersebut.
Supaya H-Index ini ditampilkan, maka peneliti wajib memiliki akun di Google Scholar. Kemudian memiliki publikasi yang terindeks di Google Scholar juga. Adapun cara mengecek H-Index Google Scholar sebagai berikut:
- Masuk ke website Google Scholar.
- Ketik nama peneliti di kolom pencarian. Kemudian tekan ikon kaca pembesar atau tekan tombol Enter di keyboard perangkat Anda.
- Tunggu beberapa saat sampai Google Scholar menampilkan hasil pencarian. Jika peneliti sudah memiliki akun di database ini, hasil pencarian pertama akan diarahkan ke profil peneliti tersebut. Klik nama peneliti yang berwarna biru.
- Tunggu beberapa saat maka akan ditampilkan seluruh informasi profil peneliti dan daftar publikasi yang terindeks di Google Scholar.
- Informasi H-Index Google Scholar ditampilkan di sisi sebelah kanan. Selesai.
4. Scopus
H-Index juga disediakan oleh database bereputasi seperti Scopus. H-Index Scopus menunjukkan jumlah kutipan dari seluruh publikasi peneliti yang terindeks di database ini. Berikut tata cara mengecek atau melihat H-Index Scopus:
- Masuk ke website Scopus.
- Masuk ke menu “Author Search” yang terletak di pojok kanan atas.
- Scopus akan menampilkan beberapa kolom untuk diisi, Anda bisa fokus mengisi nama depan dan nama belakang peneliti. Kemudian, klik ikon “Search”.
- Tunggu beberapa saat, Scopus akan menampilkan seluruh daftar publikasi peneliti tersebut yang terindeks di dalam databasenya.
- Tahap berikutnya, klik nama peneliti. Scopus akan menampilkan data peneliti tersebut secara rinci. Informasi H-Index Scopus terletak di bagian bawah nama peneliti. Selesai.
Jika mencari atau mengecek H-Index dari lembaga pengindeks lain, Anda bisa masuk ke website resminya karena informasi H-Index masig-masing peneliti akan ditampilkan website lembaga pengindeks tersebut.
Tidak semua database publikasi jurnal ilmiah menyediakan fitur H-Index sehingga tidak semua database menampilkan H-Index. Pada beberapa lembaga pengindeks, mungkin menggunakan istilah lain. Contohnya portal Garuda yang dijelaskan di atas.
Cara Menghitung H-Index
Mengacu pada definisi H-Index yang sudah dijelaskan di atas, cara menghitungnya adalah sesuai dengan jumlah kutipan dari publikasi ilmiah yang dimiliki. Misalnya, peneliti A memiliki 10 artikel yang terbit di beberapa jurnal berbeda.
Dalam 10 artikel ilmiah tersebut, total ada 3 kutipan. Maka H-Index yang dimiliki peneliti A adalah 3. Pada beberapa lembaga pengindeks, bisa memiliki sistem atau rumus perhitungan tersendiri.
Secara umum, perhitungan didasarkan pada penentuan jumlah minimal kutipan pada setiap publikasi. Misalnya, peneliti A memiliki 5 artikel ilmiah yang terbit di beberapa jurnal ilmiah. Kemudian dari 10 artikel tersebut mendapatkan sitasi sebagai berikut:
- Artikel 1: 5 kutipan.
- Artikel 2: 2 kutipan.
- Artikel 3: 10 kutipan.
- Artikel 4: 5 kutipan.
- Artikel 5: 0 kutipan.
Misalnya lembaga pengindeks menetapkan H-Index dihitung 1 jika jumlah kutipan per artikel ilmiah adalah minimal 5 kutipan. Dari data di atas, hanya artikel pertama, ketiga, dan keempat yang menambah poin H-Indeks. Kemudian H-Indeks peneliti A adalah 3.
Dalam sistem ini, lembaga pengindeks akan menghitung 1 poin H-Indeks di setiap publikasi ilmiah yang minimal mendapatkan 5 kutipan sehingga tidak menjumlahkan seluruh kutipan dari seluruh publikasi ilmiah yang dimiliki.
Inilah alasan kenapa pada beberapa lembaga pengindeks, misalnya Google Scholar, ketika ada publikasi dengan jumlah kutipan sampai puluhan bahkan ratusan. Namun nilai H-Indeks dalam lima tahun terakhir tidak sampai puluhan atau ratusan.
Meskipun begitu, detail cara menghitung H-Index di masing-masing lembaga bersifat internal. Artinya, tidak semua orang yang ikut tata kelolanya bisa mengetahui cara atau prinsip perhitungan yang digunakan.
Hanya saja, karena sumber H-Index adalah dari jumlah kutipan dari publikasi ilmiah. Dengan sistem perhitungan seperti apapun, tetap menunjukan dampak dari publikasi ilmiah tersebut.
Kaitannya H-Index dengan Dosen
H-Index menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan dalam publikasi ilmiah karena bisa membantu menilai kualitas dan dampak dari publikasi tersebut. Dengan demikian, para peneliti tidak hanya fokus pada peningkatan kuantitas atau jumlah saja melainkan juga mengedepankan kualitas untuk mendorong lebih banyak pembaca dan mengutip publikasi tersebut.
Hal ini akan meningkatkan skor H-Index dan menunjukan indikasi publikasi yang dimiliki punya dampak signifikan. Sebenarnya, apa kaitan H-index dengan dosen?
1. Menunjukan Produktivitas Akademik Dosen
H-Index bisa dipahami sebagai salah satu alat ukur terhadap produktivitas dosen dalam mengurus publikasi ilmiah pada jurnal. Kegiatan penelitian dan pengabdian bisa dipublikasikan ke dalam jurnal, baik nasional maupun internasional.
Semakin sering dosen mengurus publikasi ilmiah, semakin menunjukan punya produktivitas menjalankan tugas penelitian dan pengabdian. Kemudian akan ikut mempengaruhi nilai atau skor H-Index.
Sebab, semakin banyak publikasi ilmiah yang dimiliki dosen maka semakin tinggi peluang dikutip. Sehingga nilai H-Index semakin tinggi juga. Dosen pun akan dipandang sudah profesional karena menjalankan kewajiban akademik dengan baik.
2. Menunjukan Dampak Publikasi Ilmiah Dosen
H-Index yang dimiliki dosen dari berbagai lembaga pengindeks membantu menunjukan dampak publikasi ilmiah yang dimiliki. Sebab H-Index ini memberi informasi mengenai publikasi mana saja dan kutipannya berapa.
Artinya, publikasi ilmiah tersebut dibaca dan dirujuk oleh pembaca dari masyarakat ilmiah. Sehingga memberi informasi bahwa publikasi tersebut punya kualitas baik dan topik di dalamnya dibutuhkan oleh banyak orang.
Dampaknya menjadi tinggi dan luas. Berbeda dengan publikasi yang minim pembaca dan jumlah kutipannya rendah bahkan tidak ada. Maka ada indikasi publikasi tersebut mengusung topik dengan urgensi yang rendah juga atau karena kualitasnya tidak maksimal. Sehingga dampaknya pun minim.
3. Memperbesar Peluang Meraih Hibah Penelitian
Kaitan H-Index berikutnya dengan para pemilik profesi dosen adalah memperbesar peluang meraih hibah penelitian. Terutama hibah penelitian dari pemerintah atau yang dikelola Kemdiktisaintek melalui DPPM.
Mengacu pada buku Panduan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Tahun 2025, salah satu syarat dosen pengusul adalah memiliki SINTA Score 100 untuk bidang ilmu sains.
Sebagai informasi tambahan, SINTA Score dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satunya H-Index. H-Index yang tinggi akan berkontribusi dalam meningkatkan SINTA Score yang dimiliki dosen pengusul.
Sehingga membantu dosen dalam memenuhi syarat mengajukan hibah penelitian maupun pengabdian. Khususnya saat menjadi ketua pengusul. Jadi, memaksimalkan H-Index membantu dosen meraih hibah. Sehingga bisa lebih produktif melaksanakan penelitian dan pengabdian.
4. Meningkatkan Reputasi Akademik Dosen
H-Index yang tinggi memang sesuatu yang perlu dibanggakan, sebab tidak mudah untuk meraih nilai tinggi. Jika berhasil, maka akan berdampak pada reputasi dosen yang lebih baik dan lebih positif. Baik di mata rekan sejawat, mahasiswa, dan pemerintah.
Hal ini dapat terjadi, karena H-Index sekali lagi menjadi salah satu indikator yang menjelaskan seorang dosen produktif meneliti maupun mengabdi kepada masyarakat. Kemudian meluangkan waktu menulis artikel dan mempublikasikannya pada jurnal ilmiah.
Produktivitas dosen ini, kemudian memberi akses lebih terbuka pada ilmu pengetahuan dari perguruan tinggi tempatnya mengabdi. Sehingga berkontribusi dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas.
Oleh sebab itu, publikasi tersebut diketahui dan kemudian dibaca, lalu dijadikan rujukan. Sehingga ada banyak orang mengutipnya dan meningkatkan skor H-Index. Sejalan dengan hal tersebut, reputasi dosen terbentuk dengan baik dan dihargai kinerjanya oleh semua pihak.
5. Mendukung Peningkatan Produktivitas Akademik Dosen
H-Index dari berbagai lembaga pengindeks secara umum bisa diakses atau dilihat oleh siapa saja. Sesuai penjelasan sebelumnya, mengecek H-Index di Google Scholar sampai Scopus tidak hanya bisa dilakukan peneliti dan pemilik akun di lembaga tersebut.
Artinya, publikasi ilmiah dan dampaknya bisa dilihat dan diketahui siapa saja. Hal ini memunculkan kesadaran bagi para dosen untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas meneliti dan mengabdi. Sehingga kuantitas dan kualitas publikasi ilmiah berkembang.
Selain itu, menyadari bahwa H-Index mempengaruhi secara tidak langsung pada kesempatan meraih hibah. Maka dengan H-Index yang tinggi, seorang dosen bisa mendapat hibah penelitian dan pengabdian lebih sering.
Mendapat dukungan pendanaan secara optimal, tentunya membantu dosen merealisasikan rencana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dimiliki. Sehingga semakin produktif dalam menjalankan kewajiban akademik.
Tak hanya itu, H-Index yang bisa diakses publik membuatnya bisa dilihat peneliti atau dosen lain. Ketika dosen punya H-Index tinggi maka akan menarik perhatian dosen lain untuk memberi tawaran kolaborasi. Sehingga semakin meningkatkan produktivitas dosen.
Melalui penjelasan di atas, tentunya bisa dipahami bahwa H-Index bagi dosen bukan sekedar angka. Sekaligus bukan sekedar sumber informasi untuk melihat jumlah kutipan atas publikasi ilmiah yang dimiliki. Melainkan punya dampak lebih signifikan.
Oleh sebab itu, para dosen memiliki kebutuhan dan kewajiban untuk meningkatkan H-Index. Dimana bisa dilakukan dalam beberapa cara. Mulai dari meningkatkan produktivitas meneliti dan mengabdi kepada masyarakat, kemudian mempromosikan publikasi ilmiah yang dimiliki, berkolaborasi dengan para Profesor, dan sebagainya.




