Baru-baru ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kembali meluncurkan kebijakan baru bertajuk Kampus Merdeka. Konsep Merdeka Belajar yang menjadi gebrakan barunya tersebut sempat menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa. Dalam kebijakan barunya tersebut, ada empat penyesuaian di lingkup pendidikan tinggi.
Dari ke empat penyesuaian tersebut, di poin kebijakan ketiga mengulas kebijakan yang terkait kebebasan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN BH).
Adapun dalam kebijakan tersebut Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpat terikat status akreditasi. Peluncuran kebijakan Kampus Merdeka oleh Mendikbud diadakan dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi, yang dilaksanakan di Gedung D kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020) kemarin.
Berikut rangkuman dari kebijakan ketiga Kampus Merdeka:
Jika dilihat situasi saat ini, untuk menjadi PTN BH, maka PTN status akreditasinya harus A. Namun pada arah kebijakan yang baru ini, persyaratan untuk menjadi PTN BH akan dipermudah. Ini berlaku bagi PTN BLU dan Satker.
Untuk saat ini, mayoritas prodi PTN harus terakreditasi A sebelum menjadi PTN BH. Di kebijakan Kampus Merdeka, PTN BLU dan Satker dapat mengajukan perguruan tingginya untuk menjadi Badan Hukum tanpa ada akreditasi minimum.
PTN BLU dan Satker kurang memiliki fleksibilitas finansial dan kurikulum dibandingkan PTN BH. Namun pada arah kebijakan Kampus Merdeka, nantinya PTN bisa mengajukan permohonan menjadi Badan Hukum kapanpun, jika merasa sudah siap.
PTN BH baru 11 Sebelumnya, Sekjen Kemendikbud Prof. Ainun Naim, dalam Forum Komunikasi Komite Audit PTN BH di Balai Senat UGM, Kamis (16/1/2020) menjelaskan bahwa saat ini baru ada 11 PTN BH di Indonesia.
UGM siap melakukan penyesuaian dan pembenahan agar tujuan Kampus Merdeka dapat dicapai dengan baik. Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng, IPU, ASEAN Eng., menjelaskan kebijakan Kampus Merdeka merupakan pola baru sistem pembelajaran di perguruan tinggi Indonesia. Dengan demikian, akan ada banyak hal yang harus dibenahi dan disesuaikan mulai dari kurikulum, dosen, sistem informasi, dan lainnya.
“Saya berharap UGM menjadi leader dan trendsetter transformasi pembelajaran 4.0,” kata Panut, Minggu (26/1/2020) dikutip ugm.ac.id.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Inovasi dan Kajian Akademik (PIKA), Dr. Hatma Suryatmojo, menuturkan UGM selalu melakukan penyesuaian dan inovasi kurikulum untuk merespons perubahan dan tuntutan di tingkat lokal, regional hingga global. Ini dilakukan untuk memenuhi mandat negara kepada UGM terutama dalam memimpin keilmuan dan kontribusi nyata untuk kemaslahatan masyarakat.
Hatma menambahkan pada tahun 2016, UGM meluncurkan Kerangka Dasar Kurikulum (KDK) sebagai panduan pengembangan kurikulum di seluruh program studi. Seiring dengan perkembangan kebutuhan ekosistem pendidikan yang selaras dengan inovasi-inovasi hasil revolusi industri 4.0 dan pendidikan berbasis luaran (outcome based education) maka dibutuhkan penyesuaian dan penyempurnaan KDK.
Pada pertengahan tahun 2019, rektorat membentuk tim perumus Kurikulum UGM yang terdiri dari unit PIKA, Direktorat Pendidikan dan Pengajaran (DPP) dan Kantor Jaminan Mutu (KJM). Kajian terhadap berbagai kebijakan, kebutuhan ketrampilan dan kompetensi Abad 21, fleksibilitas belajar, sinergi bersama mitra untuk pengembangan kompetensi dan pemanfaatan teknologi digital untuk pembelajaran dan diseminasi.
“Kebijakan Menteri Pendidikan tentang Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka telah memberikan peluang besar dan gayut dengan apa yang sedang dikembangkan oleh tim kurikulum UGM,”urai Hatma.
Menurutnya, fleksibilitas dan otonomi pembukaan prodi secara mandiri akan mendorong sinergi dan kemitraan strategis dari dalam dan luar negeri. Lembaga-lembaga internasional, perusahaan-perusahaan kelas dunia hingga perguruan tinggi top rangking akan makin menguatkan kelahiran prodi-prodi baru yang menyinergikan PT, industri dan pemerintah sehingga lulusannya akan makin cepat terserap pasar maupun mandiri dalam kewirausahaan sosial.
Kesempatan untuk merdeka belajar telah diterjemahkan dengan memberikan ruang inovasi seluas-luasnya bagi program studi untuk meningkatkan kompetensi global melalui berbagai mata kuliah kekinian seperti transformasi digital, STEAM, SDGs, softskill, kompetensi abad 21, dan lain sebagainya.
Kemerdekaan itu juga memberikan peluang untuk mengembangkan program2 magang/internship dan immersion bersama profesional, alumni, praktisi dan mitra strategis UGM.
“Hambatan tentu selalu ada, namun dengan kesempatan yang diberikan oleh Kemendikbud harus direspons sebagai sebuah peluang untuk melakukan loncatan besar menuju kemandirian dan keunggulan UGM di kancah nasional dan global,” kata Hatma.
Lantas bagaimana pendapat Anda (dosen) terkait kebijakan baru Mendikbud Nadiem Makarim tentang Kampus Merdeka? Kirimkan opini Anda ke redaksi duniadosen.com ke email: duniadosenindonesia@gmail.com
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…