Serang – Dengan bonus demografi yang begitu besar, negara ini masih dihadapkan dengan tantangan kebutuhan tenaga kerja berkualitas dan terampil. Karena baru 12,17% tenaga kerja yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Sehingga diperlukan strategi khusus dalam membangun Indonesia dengan tenaga kerja berkualitas.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengatakan pentingnya memperbanyak lulusan pendidikan tinggi berkualitas yang diarahkan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dalam membangun Indonesia. Yaitu dengan mendorong lulusan terserap di dunia kerja ataupun menjadi wirausaha (entrepreneur).
”Dalam membangun Indonesia, di bidang dunia kerja saat ini adalah skills yang kompetitif dan pendidikan yang tidak berhenti setelah memperoleh gelar (innovation capability). Lulusan perguruan tinggi kedepan tidak cukup dibidangnya saja, tapi bagaimana menyiapkan lulusan ke bidang entrepereneur juga, menciptakan digital talentnya,” imbuh Menristekdikti pada Diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Banten (6/12).
Data Kamar Dagang dan Industri menunjukkan tahun 2018 terdapat 2,8 juta lapangan kerja, angka ini di atas proyeksi pemerintah sebesar 2,6 juta lapangan kerja. Namun demikian, hanya 2,4 juta tenaga kerja yang terserap dari jumlah lapangan kerja yang tersedia. Hal ini disebabkan sebagian tenaga kerja Indonesia belum memiliki kompetensi yang sesuai maupun keahlian yang dibutuhkan dunia Industri.
Lebih lanjut Menristekdikti menyebutkan beberapa strategi dalam membangun Indonesia, adalah mencetak lulusan berkualitas yang selaras dengan kebutuhan dunia usaha. Pertama dengan membangun ekosistem perguruan tinggi yang mampu merespon industri 4.0. Kedua melakukan reorientasi kurikulum yang mampu merespon perkembangan teknologi digital dan robot yang pesat untuk mencetak lulusan yang memiliki kompetensi pengetahuan dan teknologi digital, kompetensi sosial dan lifelong learning. Salah satunya dilakukan melalui peningkatan pendidikan di bidang STEM ( Science, Technology, Engineering, Mathematics).
Ketiga, melaksanakan student mobility dan internship/magang. Keempat, meningkatkan kompetensi entrepreneurial melalui pendidikan kewirausahaan.
Kelima, revitalisasi politeknik. Saat ini melalui revitalisasi politeknik telah terdapat 12 pilot project politeknik yang telah direvitalisasi dan menjadi Tempat Uji Kompetensi (TUK) serta Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), bertambahnya tenaga dosen dari industri, dan dosen-dosen yang telah mendapatkan sertifikat kompetensi baik itu internasional maupun dalam negeri.
Kemudian melalui Polytechnics Education Development Program (PEDP) sendiri telah dikembangkan kurikulum pendidikan vokasi berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sebanyak 79 prodi, pembentukan 28 LSP dan 89 TUK, 11.931 mahasiswa yang telah mendapatkan sertifikat kompetensi, dan 254 perjanjian kerjasama dengan dunia industri.
”Seluruh program studi di perguruan tinggi, terutama pendidikan vokasi harus mempunyai lembaga sertifikasi profesi masing-masing. Tahun depan kami proyeksikan 100.000 lulusan memiliki sertifikasi kompetensi,” harap Menteri Nasir dikutip www.ristekdikti.go.id.
Menristekdikti juga menyebutkan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah juga dapat dilakukan dengan membangun Akademi Komunitas. Value added dari akademi komunitas berbasis pesantren di Jepara contohnya, itu ternyata sudah sangat baik. Beberapa lulusannya malah sudah terserap sampai ke luar negeri.
Turut hadir pada diskusi FMB 9, Gubernur Banten, Wahidin Halim, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhamad, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Rosarita Niken, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Informasi dan Ismunandar, Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kementerian PUPR, Dewi Chomistriana, Rektor UNTIRTA, Sholeh Hidayat, Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Ani Nurdiani, dan Kepala Biro Kerjasama dan Komunikasi Publik, Nada Marsudi.
Redaksi