Bengkulu – Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti), Prof. Ismunandar, Ph.D, memberikan pesan untuk Universitas Bengkulu (UNIB) agar dapat meningkatkan output dan outcome agar menjadi universitas berdaya saing dan mampu memperbaiki peringkat dalam proses klasterisasi perguruan tinggi se Indonesia.
“Saya mengapresiasi UNIB yang menduduki peringkat 114 dari 4000-an perguruan tinggi se Indonesia dalam Klasterisasi Perguruan Tinggi tahun 2019. Ke depan, diharapkan UNIB dapat meningkatkan output dan outcome sehingga peringkatnya lebih bagus dan mampu menjadi universitas berdaya saing tinggi,” ujar Dirjen Belmawa saat mengisi kuliah umum di ruang rapat utama rektorat UNIB, Jumat (2/9/2019).
Dilansir dari unib.ac.id, Ismunandar menjelaskan ada 4 (empat) indikator klasterisasi perguruan tinggi saat ini, yaitu Input, Proses, Output dan Outcome. Indikator Input antara lain melihat seperti apa rasio jumlah mahasiswa terhadap dosen, dosen dalam jabatan Lektor Kepala dan Guru Besar, dosen berpendidikan S3, jumlah mahasiswa asing dan jumlah dosen asing.
Kemudian Indikator Proses mencakup akreditasi institusi BAN-PT, akreditasi program studi BAN-PT, pembelajaran daring, kerjasama perguruan tinggi, kelengkapan laporan PD DIKTI, dan laporan keuangan.
Lalu, indikator Output mencakup jumlah artikel ilmiah terindeks per dosen, kinerja penelitian, kinerja kemahasiswaan (prestasi yang dihasilkan mahasiswa), dan jumlah program studi terakreditasi internasional. Serta indikator Outcome mencakup kinerja inovasi, persentase lulusan yang memperoleh pekerjaan dalam waktu 6 bulan, jumlah sitasi per dosen, jumlah paten per dosen, dan kinerja pengabdian kepada masyarakat.
“Dari empat indikator itu, skor UNIB di output dan outcome masih sangat kecil. Oleh sebab itu, kinerja penelitian harus ditingkatkan dan jumlah artikel ilmiah terindeks serta paten dari masing-masing dosen harus didorong terus,” papar Prof. Ismunandar.
Pada kuliah umum ini, Guru Besar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang meraih Ph.D di Departement Chemistry University of Sydney – Australia ini memaparkan topik tentang “Penyiapan Lulusan UNIB Menghadapi Tantangan Industri 4.0.”
Pria kelahiran Purwodadi, 9 Juni 1970 yang pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) ITB ini mengatakan, pada era industri 4.0, teknologi akan melahirkan berbagai profesi yang sebelumnya belum ada.
Sebaliknya, diprediksi pada 2030 sekitar 12 persen pekerjaan yang ada saat ini akan hilang karena digantikan sistem otimasi. Oleh sebab itu, Indonesia perlu meningkatkan kualitas keterampilan tenaga kerja dengan teknologi digital.
“Bayangkan suatu hari, dengan memanfaatkan big data, artificial intelegent, robotik, yang diintegrasikan dalam beragai aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, industri, keuangan dan lain sebagainya. Tentu pola kehidupan akan berubah drastis. Kecanggihan teknologi akan mendukung layanan dan kenyamanan hidup manusia secara berkelanjutan,” ujarnya.
Bagaimana peran perguruan tinggi menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di era industri 4.0 ? Kata Prof. Ismunandar, di bidang kemahasiswaan perguruan tinggi harus merespon cepat perubahan dengan membuka prodi baru yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat.
Dirjen Belmawa menambahkan, kemudian melakukan reorientasi kurikulum, mengembangkan inovasi pembelajaran berbasis online/blended learning, serta memperkuat kegiatan kemahasiswaan baik hard maupun soft skill, meningkatkan kewirausahaan, dan pemahaman kebudayaan yang beragam.
Redaksi