Berkarir sebagai dosen bagi Indry Nirma Yunizul Pesha, S.Pd.I, M.Ag mengalir begitu saja. Ia berasumsi, profesi yang ia tekuni saat ini merupakan salah satu terkabulnya doa sang ibunda yang menginginkan putrinya menjadi seorang guru seperti dirinya. Terhitung sejak mulai karir dosen tahun 2012 hingga saat ini Indry telah mengajar di 10 kampus lebih. Kemudian bagaimanakah perjalanan Indry menjadi dosen di banyak kampus di dearah tersebut, berikut kisahnya?
Ibunya dulu adalah seorang guru SD Cianti, sehingga menginginkan anak-anaknya mengikuti jejaknya sebagai seorang guru. Tapi Tuhan justru memberikan lebih, di usia 24 tahun putri sulungnya ditakdirkan menjadi dosen.
Ia pernah kuliah S1 Tafsir Hadist Ushuludin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, kemudian melanjutkan S1 Pendidikan Agama Islam Tarbiyah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, kemudian melanjutkan S2 Pendidikan Agama Islam di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Indry menceritakan setelah wisuda S2 selesai ia bertemu dengan dosen saat S1 nya dulu. Dosen tersebut menawarkan pekerjaan sebagai dosen sebagai hadiah untuk Indry karena prestasinya dibidang riset. Indry boleh memilih dimana ingin mengajar.
“Saat diuji dengan beliau meminta siapa yang membuat proposal paling cepat dan bagus. Alhamdulillah, ternyata proposal skripsi saya terpilih terbaik dari sekian teman-teman. Tetapi sampai wisuda S2 saya lupa jika skripsi saya terbaik menurut dosen riset saya. Namun ternyata beliau masih mengingatnya dan saya ditawari hadiah dengan tawaran menjadi dosen dengan bebas memilih ingin menjadi dosen di kampus dan kota mana,” ungkap Indry.
Perempuan kelahiran Walahir, 18 Maret 1985 itu mempertimbangkan tawaran tersebut. Usai wisuda dan memperoleh ijazah S2, Indry melakukan salat istikhoroh meminta petunjuk kepada yang Maha Kuasa jika pilihannya untuk menjadi dosen salah satu perguruan tinggi swasta di kota kelahirannya Cianjur adalah baik. Usulan tersebut merupakan rekomendasi dari dosen risetnya ketika S1 yang juga sebagai pejabat di Kopertais Wilayah II Jawa Barat dan Banten.
Indry mengakui, tidak ada kendala ketika mengurus serdos. Ia melakukan ujian via online, yang diketahui diikuti 500 peserta se Kabupaten Cianjur. Namun, yang lolos hanya 2 orang dosen termasuk Indry di dalamnya.
Kendala Mengajarkan Alquran
Indry mengaku menemui kendala ketika menjadi dosen adalah ketika proses pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Sejak awal diangkat menjadi dosen, Indry yang juga lulusan pondok pesantren itu membuat program setiap mahasiswa wajib hafal 1 juz Alquran sebelum di wisuda S1. Ia pun membantu para siswa dengan mengadakan mengaji Alquran dan Tahfizh gratis kepada seluruh mahasiswa. Indry menggunakan waktu saat jam mata kuliah usai, yang kemudian lembaga Tahfizh tersebut diresmikan oleh ketua salah satu perguruan tinggi.
Pada 2017 Indry melatih riset mahasiswa satu kelas sekaligus membimbing membuat buku untuk memenuhi tridharma perguruan tinggi bidang penelitian kampus. Namun ketika buku tersebut akan dicetak Indry difitnah oleh salah satu pimpinannya, bahwa Indry menambah kelas karena mengajarkan membuat buku dan mengajarkan Alquran/Tahfizh.
Indry pun memikirkan cara agar mahasiswa bisa tetap mengaji, meski di luar kampus. Akhirnya Ia berinisiatif mendirikan yayasan sendiri dirumahnya yang diberi nama Yayasan Pendidikan Nurul Pesha dan membuka majlis Taklim Wafdan untuk menyelamatkan puluhan bahkan ratusan mahasiswanya yang sedang mengahafal Alqur’an.
“Jujur waktu itu saya sakit hati karena dilarang mengajarkan AlQur’an dengan difitnah menambah waktu dan menambah kelas. Padahal waktu belajar itu kesepakatan saya dengan mahasiswa diluar jam mata kuliah untuk ruangan pun kita memakai ruangan yang tidak dipakai bahkan kalau penuh kita sering menggunakan emperan kelas dan di lapang atau di pinggir masjid untuk belajar,” jelas Indry yang kerap menjuarai MTQ dan MHQ tingkat Kabupaten Cianjur ini.
Putri petama dari tiga bersaudaha ini bersyukur, dalam satu angkatan mahasiswanya berhasil mencapai hafalan Alquran 1 juz. Kurang lebih dari 80 orang wisudawan, dengan wisuda tepat waktu karena Indry selalu membimbing riset skripsi mereka seusai jam mata kuliah. Walau dirinya dipandang sebelah mata oleh lembaga tersebut, tapi tidak menjadikan Indri berhenti mengajarkan Alqur’an/Tahfizh dan riset kepada mahasiswa. Rasa kecewa Indry terhadap lembaga, terobati dengan memiliki mahasiswa yang menjadi juara karya ilmiah tingkat Provinsi dan Tingkat Nasional.
“Karena kasus itu pula saya pindah home base dosen dari kampus itu ke kampus tempat yang sekarang yaitu, STIT NURUL HIKMAH. Di sini saya diberikan jabatan sebagai Ketua Jurusan PAI dan Tim Akreditasi kampus,” ujarnya.
Tekuni Bidang PAI dan Alquran
Perempuan berkacamata ini mengatakan, pendidikan Agama Islam itu seolah sudah mendarah daging karena ilmu tersebut Indry pelajari sejak sekolah dasar dan ketika mondok di pesantren. Pendidikan Agama Islam baginya ilmu yang menarik untuk dipelajari karena sebagai jawaban dan solusi dari kehidupan ini. Indry meyakini semua problem ada jawabannya dalam Alquran dan Alquran adalah salah satu mukjizat nyata sampai hari ini.
Terhitung Indry menyukai bidang PAI sejak usia 2 tahun. Saat kelas 1 SD Indry telah mengkhatamkan bacaan Alquran, hal tersebut tentunya membuat almarhumah ibundanya bangga. Kelas 2 SD Indry pun sudah hafal Surat Yaasin. Latar belakang ayah yang berkecimpung di bidang keilmuan matematika dan master manajemen, membuat sang ayah menginginkan anak-anaknya menjadi ahli di bidang agama.
Indry pun sangat mencintai Alquran dan akan menjaganya sampai kapanpun. Jika sebelumnya ia pernah bekerja sebagai akuntan itu hanya niat mencari ilmu saja. Ia berpendapat, jika seseorang menguasa ilmu agama dan ilmu umum hidupnya akan selamat, sukses dunia akhirat.
“Saya memang konsentrasi dibidang Alquran/Tahfizh dan Filsafat Pendidikan Agama Islam. Hingga dengan keilmuan yang saya miliki saya membuat inovasi metode Tahfidz,” ujarnya.
Impian
Impian terbesar seorang Indry adalah membangun kampus di kampung kelahirannya di Cianti, Desa Walahir, Kecamatan Leles, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasi yang berada di kaki gunng tersebut terdapat masyarakat yang jarang sekali melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi.
“Di sini budayanya setelah sekolah SD atau SMP mereka dijodohkan dan menikah. Padahal SDM di sini sangat banyak maka saya bercita-cita ingin mendirikan kampus di tempt lahir saya agar bisa membantu pendidikan masyarakat sekitar,” harapnya.
Selain menjadi dosen tetap di STIT Nurul Hikmah, Indry juga menjadi dosen luar biasa dibeberapa kampus, serta sebagai pengusaha di bidang jasa. Namun, ia sangat pandai membagi waktu agar semua berjalan. Baginya tugas sebagai dosen, menjadi tugas wajibnya. Sedang menjalani bisnis merupakan hobi yang tidak bisa ia tinggalkan.
Dibalik kesibukannya sebagai wanita karir, Indry juga merupakan seorang ibu dari satu putra bernama As-ad Rasyiq Haidar yang biasa disapa Irasy. Indry juga harus memiliki waktu untuk buah hati semata wayangnya tersebut.
“Bagi saya waktu adalah uang, semua agenda harus terjadwal dari sekarang untuk 6 bulan ke depan. Waktu libur itu untuk keluarga, namun ketika sibuk dan ada jam istirahat saya selalu menyediakan komunikasi dengan keluarga via ponsel. Nilai yang saya tanamkan pada anak adalah jangan lupa sama Allah dalam keadaan apapun dan tidak boleh terlewat salat 5 waktu, Duha dan Tahajudnya,” begitu pesan Indry terhadap Irasy.
Indry juga menerapkan jadwal menghafal Alquran untuk Irasy setiap hari. Putranya diwajibkan setor hafalan sebelum tidur, meski via ponsel ketika sedang berjauhan dengan ibunda, kata kuncinya ada di komunikasi bersama anak dan keluarga.
Menjadi perempuan terlebih seorang ibu dituntut multitalent dan multitasking, begitu pula yang Indry lihat dari sosok almarhumah ibunya, Sa’adah. Sehingga membuatnya terinspirasi. “Ibu mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Kata beliau perempuan itu harus serba bisa. Idola satu lagi bagi saya adalah Siti Khadijah istri Nabi Muhammad SAW. Hikmahnya beliau selalu punya keyakinan yang tinggi setelah kesulitan pasti ada kemudahan dan kebahagiaan yang Allah beri,” ucapnya.
Tantangan
Menurut Indry, saat ini masih ada dosen malas berkarya dan melanjutkan kuliah ke jenjang lebih tinggi. Misalnya untuk kota Cianjur masih ada dosen yang Ber-NIDN tapi kualifikasi S1, padahal profesi dosen minimal berpendidikan S2. Hipotesisnya jika ingin menghasilkan sarjana yang berkualitas, maka dosennya terlebih dahulu harus berkualitas.
Bagi Indry, menjadi dosen yang baik yaitu harus mampu menjadi teladan yang berkarakter serta bisa memebrikan solusi untuk mahasiswanya. Karena dosen yang sukses tidak hanya membimbing mahasiswa sampai wisuda, tapi memberikan peluang pekerjaan kepada mereka sampai sukses kehidupannya.
Indry menuturkan, ada yang perlu diubah dari sistem pengajaran dosen selama ini. Karena Indry melihat dan riset, masih banyak dosen S1 yang metodenya mengajarnya menjenuhkan. Sehingga ke depan harus ada pelatihan bagi dosen dalam teknik mengajar yang tepat di era saat ini. Jangan sampai mahasiswa kuliah malah seperti sekolah waktu SD, sehingga kualitas kampus tidak mahasiswa dapatkan.
Apalagi dalam menghadapi teknologi era revolusi industri 4.0 sebagai dosen harus banyak belajar terutama dalam bidang teknologi. Namun ia memastikan, teknologi yang diciptakan manusia jangan sampai menguasai manusia itu sendiri.
Cara Hadapi Mahasiswa Millenial
Memang saat ini Indry tengah menghadapi mahasiswa yang notebene adalah para milenials. Sehingga diperlukan teknik khusus untuk mengajar mereka. Indry pun selalu memberikan pesan moral berdasarkan Alquran. Diharapkan mahasiswa tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. Karena ia percaya Alquran merupakan sumber utama kehidupan.
“Sehingga diperlukan pendekatan kepada mahasiswa. Sebagai dosen senantiasa meluangkan waktu, ketika mahasiswa sangat membutuhkan kehadiran maupun masukan dari dosen. Biasanya saya mengadakan pertemuan sepekan sekali untuk melakukan diskusi dengan mahasiswa,” katanya.
Tak hanya berinteraksi dengan mahasiswa, sebagai dosen yang memiliki tugas tridharma perguruan tinggi juga harus menjadi sosok yang bermanfaat di lingkungan masyarakat. Hal tersebut Indry wujudkan dengan mengisi kegiatan PKK dengan keterampilan. Tak hanya itu, tapi keilmuan Indry dalam mengaji pun ia sharing kepada banyak masyarakat. Diantaranya, mengajarkan MTQ, MHQ dan mengaji Kitab Kuning.
Baginya sukses adakah ketika bisa menolong orang lain bahkan membahagiakannya. Salah satu jalan kesuksesan yang ingin Indry tempuh dengan menghasilkan karya buku. Selain memang hobinya sejak kecil, menulis ia lakukan di sela-sela kegiatannya yang padat. “Bagi saya mudah sekali ketika ingin menulis dan menerbitkan buku, anggap saja seperti kita membuat status di Facebook, hanya bedanya menulis buku lebih rapi konsep dan alur berfikirnya,” ujar mahasiswi Program Doktoral, Pendidikan Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang sedang menyusun Disertasi tersebut.
Perdana menulis buku, Indry lakukan ketika menunggui ibunys koma di Rumah Sakit. Tentunya dengan perjuangan dengan sedikit tidur. Buku Pendidikan Islam merupakan karya perdana Indry dalam bidang literasi. Buku yang terbit 2017 lalu itu banyak diburu oleh warga asing yang muallaf. Saat ini pun Indry tengah menyelesaikan proyek penerbitan 10 buku karyanya.
“Man Jadda wa Jadda, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Rajin pangkal pandai, jadi orang itu harus cageur (sehat), bageur (baik), pinter tur bener. Itu yang menjadi motto hidup saya. Jalani kehidupan ini dengan niat baik dan sungguh-sungguh. Serta capailah semua cita-cita dengan kemauan dan keyakinan tinggi kepada Allah bahwa pasti tercapai atas ridhoNya,” pesannya. (duniadosen.com/ta)