Indonesia memiliki banyak sekali dosen yang inspiratif yang mungkin bagi sebagian orang kurang populer. Tak hanya dari satu bidang, dosen inspiratif tersebut memiliki latar belakang bermacam-macam. Pun, persebarannya tak hanya di Pulau Jawa, namun juga di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Papua, dan daerah lainnya. Seperti yang duniadosen.com ulas kali ini, yaitu profil dosen Insitut Seni Indonesia Denpasar atau ISI Denpasar.
I Wayan Sudirana, S.Sn., M.A., Ph.D. atau Sudi, panggilan akrabnya adalah seorang dosen berprestasi di Tanah Bali. Saat ini, Sudirana mengajar di Jurusan Musik ISI Denpasar sejak 2015 lalu. Dan inilah kisah perjalanan Sudi dalam meniti karir sebagai dosen.
Meski begitu, Sudi mengaku sama sekali tak memiliki bayangan untuk menjadi dosen. Dalam menjadi dosen, Sudi mengaku ‘dipaksa’ oleh keadaan. “Saya tidak mempunyai cita-cita sebagai dosen. Keinginan menjadi dosen muncul pada saat saya memutuskan untuk pulang ke Bali, dan saya seorang anak tunggal, “dipaksa” oleh situasi untuk kembali pulang ke Indonesia karena orang tua saya sakit,” ceritanya kepada duniadosen.com.
Sudi melanjutkan, saat itu dia dan keluarganya sudah memiliki pekerjaan dan kegiatan tetap di Kanada. Karena keterpaksaan tersebut, Sudi menganggap profesi dosen adalah pekerjaan yang paling cocok untuknya saat itu, tanpa melepaskan ketertarikannya pada musik. “Saya bisa membagi pengalaman saya dalam mempelajari musik kepada generasi muda Indonesia,” terangnya.
Menekuni Bidang Musik Sebelum Menjadi Dosen
Sebelumnya, Sudi memang telah lama berkecimpung di dunia musik. Dari kecil, Sudi sudah tertarik dengan dunia musik dan memiliki keinginan untuk mempelajari musik-musik yang ada di seluruh dunia. Saat kuliah, Ia memilih jurusan Seni Karawitan di ISI Denpasar dan lulus pada 2002.
Tak mau berhenti di situ, Sudi melanjutkan proses belajarnya di bidang musik dengan masuk jurusan Ethnomusicology di University of British Columbia, Kanada, dan sukses mendapat gelar master pada 2009. Kemudian, Sudi langsung melanjutkan ke jenjang doktoral di jurusan dan perguruan tinggi yang sama dan lulus pada 2013 dengan disertasi berjudul Gamelan Gong Luang: Ritual, Time, Place, Music, and Change in a Balinese Sacred Ensemble.
Sudi adalah seorang komposer Indonesia yang kerap melakukan berbagai pertunjukan dan mendapat penghargaan, tak hanya di dalam negeri, namun di luar negeri. Beberapa penghargaan yang ia dapatkan adalah Cultural Service Awards dari pemerintah daerah Klungkung dan Gianyar pada 2000 dan 2004, pembuat karya di The Cultural Olimpiad for Winter Olympic Games 2010 di Vancouver, Kanada, Composition Award dari Bentara Budaya Bali (2016) dan masih banyak lagi.
Selain itu, keterlibatan Sudi dalam pengembangan musik juga dilakukan sejak lama. Sudirana merupakan pendiri dari Yayasan Cudamani (1998), Chandra Wirabuana Ubud (1999) dan Cenik Wayah Ubud (2000). Tak hanya itu, Sudi juga merupakan pendiri dan direktur dari Gamelan Yuganada sejak 2015 lalu.
Feature ini tak cukup menjelaskan pencapaian Sudi dalam bidang musik karena saking banyaknya pencapaian yang dia dapat. Yang jelas, Sudi telah melibatkan dalam dunia musik, meliputi composing, teaching, pengabdian, pertunjukan, perlombaan dan sebagainya sejak usia muda sampai sekarang dia menjadi dosen. Sudi merupakan satu-satunya orang yang melibatkan diri dalam dunia musik di keluarga. ”Tidak ada satupun dari keluarga saya yang bekerja sebagai seorang pendidik. Tidak satupun juga dari mereka menekuni bidang musik,” terangnya.
Sebagai seorang komposer dan juga dosen di ISI Denpasar, Sudi ingin selalu belajar banyak hal, terutama terkait musik. Meski begitu, sebagai dosen, dia mengaku mengalami beberapa kendala, terutama saat pertama kali mengajukan diri sebagai dosen.
”Saya diangkat sebagai dosen pada saat perpindahan dari Kemendikbud ke Kemenristek yang berimbas pada perubahan sistem pendidikan. Saya harus menunggu sampai tahun 2018 sebelum saya mendapatkan SK dosen. Jadi bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mengembangkan karir pada saat anda harus menunggu begitu lama,” aku pria kelahiran Gianyar, 31 Mei 1980 tersebut.
Dalam proses pengajaran, Sudi dikenal sebagai dosen yang sederhana, praktis, dan sistematis. ”Saya menggunakan sistem blended learning dalam setiap kelas-kelas saya. Semua tugas-tugas mingguan tersedia online, dan dikumpulkan secara online dengan deadline yang sudah ditentukan. Kalau terlambat mengumpulkan tugas, tugas tersebut tidak akan dihitung,” terang Sudi.
Sudi memanfaatkan teknologi digital yang serba online dalam pengajarannya seperti penggunaan perangkat lunak audio. Diantaranya, audacity, FL Studio, Logic Pro X, dan sebagainya untuk menunjang pelaksanaan perkuliahan. ”Di kelas, kita membahas apa yang kita bicarakan secara online dengan menggunakan metode mind mapping. Di awal kelas, saya memberikan kuis. Mahasiswa yang terlambat masuk kelas, tidak bisa ikut quiz tetapi tetap saya izinkan mengikuti pelajaran.
Karena pola pengajarannya tersebut, beberapa mahasiswa tidak siap mengikuti cara pengajaran Sudi. ”Mahasiswa di ISI Denpasar cenderung tidak siap untuk mengikuti cara mengajar saya. Mereka kebanyakan “membenci” cara kerja saya,” ujarnya. Meski begitu, Sudi mengaku tak terlalu memikirkan beberapa mahasiswa yang membenci cara kerjanya. Baginya, mahasiswa adalah teman yang dapat dijadikan mitra diskusi.
Menjadi dosen yang baru seumur jagung, Sudi mengaku belum memiliki prestasi yang ‘wah’. Dia ingin terus meningkatkan kualitas diri sebagai dosen. ”Saya hanya bisa mempresentasikan paper saya di ICTM 2018 di Malaysia, menciptakan musik Ketug Bumi pada 2015 lalu dimana musik tersebut sekarang dipakai sebagai musik pembuka Pesta Kesenian Bali, dan menjadi moderator Seminar Internasional di Pascasarjana ISI Denpasar pada 2018,” ceritanya.
Tak hanya itu, sebenarnya Sudi memiliki berbagai penghargaan ketika menjadi dosen, yaitu mendapatkan penghargaan tertinggi dari Kementerian Kebudayaan Korea Selatan atas karya JingGong yang berhasil meraih juara pada World Samulnori Competition 2015 di Seoul, penghargaan dari President Hands Percussion, Kuala Lumpur, Malaysia atas karya dengan judul Kilitan (2016), dan presentasi paper new music for gamelan di tingkat internasional, serta masih banyak lagi penghargaan lainnya.
Saat ini, selain menjadi dosen dan komposer, Sudi juga mengajar gamelan di tempat tinggalnya. Baginya, gamelan merupakan roh dari kebudayaan Bali yang perlu dilestarikan. ”Rasanya senang ketika mengajar gamelan,” ujar salah satu pembuat karya properti pada pembukaan Asian Games di Jakarta beberapa waktu yang lalu tersebut.
Dibalik berbagai kesibukan akademik dan aktivitas lain di luar kampus, Sudi juga memiliki keluarga yang perlu diperhatikan. Bagaimana cara membagi waktu? ”Saya bekerja sebagai dosen dari Senin sampai Jumat dan meluangkan waktu untuk keluarga pada weekend (Sabtu dan Minggu). Biasanya, saya melakukan hobi saya dalam bermusik ketika malam hari,” ujar pria yang hobi bermusik dan melakukan meditasi tersebut.
Ketika menjadi dosen, Sudi ingin mencapai beberapa hal, terutama kewajibannya dalam memenuhi mandat akademik. ”Saya mau melengkapi kredit saya sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitan, dan pengabdian kepada masyarakat) untuk bisa mencapai gelar Guru Besar di Bidang Etnomusicology,” ujarnya optimistis.
Sampai saat ini, Sudi sudah menulis beberapa karya ilmiah dan prosiding yang dipublikasikan di berbagai jurnal nasional maupun internasional, beberapa diantaranya adalah Meguru Panggul and Meguru Kuping; The Method of Learning and Teaching Balinese Gamelan (2018) dan Tradisi Versus Modern: Diskursus Pemahaman Istilah Tradisi dan Modern di Indonesia (2017).
Selain itu, suami dari Ni Putu Widiantini tersebut juga menulis buku tentang; chapter book berjudul Borrowing, Stealing, Transforming: Intercultural Influences in Balinese Neo-Traditional Composition dalam buku Performing Arts in Postmodern Bali: Changing Interpretations, Founding Traditions (2013). ”Sekarang saya sedang dalam proses menerbitkan satu buku pada bulan Maret 2019,” ujar dosen asli Ubud, Bali tersebut.
Dalam menjalani kehidupan, Sudi ingin selalu menikmatinya. Kesuksesan, bagi Sudi adalah ketika manusia bisa merasakan kebahagiaan. ”Sukses adalah bahagia. Pada saat saya bahagia, saya pasti bisa melakukan apa yang saya rencanakan,” ujarnya. Sampai sekarang, dosen yang pernah menjadi dosen tamu di University Children Development School, Seattle, Amerika Serikat tersebut menganggap ayah sebagai salah satu sosok panutan karena selalu memberikan dukungan kepadanya.
”Beliau selalu memberikan petuah yang bagus. Petuah beliau yang paling saya ingat adalah selehin umahe uli disisi (amati rumah kamu dari luar) yang artinya kita hanya bisa melihat rumah kita kalau kita keluar rumah. Pada saat anda keluar Indonesia, baru dari sanalah anda bisa benar-benar melihat kebaikan dan keburukannya dengan jelas,” ujar Sudi seraya menirukan petuah ayahnya.
Selain itu, ayah Sudi juga memberikan petuah penting yang membuatnya selalu semangat dalam berkarya. “Beliau bilang ngae ane luwungan nak biase. Ngae ane sing biase lebih luwung (membuat yang lebih baik biasa saja. Membuat yang tidak biasa jauh lebih baik). Petuah ini adalah tuntunan saya dalam berkarya,” tegasnya. Kedepannya, Sudi ingin terus berkarya, baik sebagai seniman maupun sebagai dosen. Baginya, dalam berkegiatan tersebut, keluarga adalah motivasi utama. (duniadosen.com/az)
Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…
Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…
Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…
Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…