fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Hisyam Zaini, Dosen Bahasa Arab Sekaligus Jadi Trainer Berbakat

trainer berbakat
Dr. Hisyam Zaini, M.A. dosen Prodi Bahasa Arab Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Suka Yogyakarta sekaligus seorang Trainer bidang pembelajaran yang telah mengisi pelatihan hampir di seluruh kota besar di Indonesia. (Sumber foto: duniadosen.com/taw)

Dr. Hisyam Zaini, M.A. saat ini berprofesi sebagai dosen di Fakultas Adab dan Ilmu Budaya di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta. Dosen yang mengampu mata kuliah Bahasa Arab itu, terhitung telah mengajar lebih dari 15 tahun di almamaternya tersebut. Diperjalanan karirnya, Hisyam juga membagi keilmuannya dengan menjadi trainer berbakat di bidang manajemen pembelajaran.

Karir Hisyam sebagai dosen dimulai pada 1990. Setelah menamatkan pendidikan sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Yogyakarta, yang sekarang menjadi UIN Suka Yogyakarta, Hisyam mendaftar sebagai dosen di Fakultas Adab IAIN Yogyakarta dan akhirnya diterima. Pada saat itu, ia juga sekaligus melanjutkan studi masternya di bidang Bahasa Arab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan menamatkan pendidikan masternya pada tahun 1992.

“Dulu, saat diterima di IAIN Yogyakarta, saya mendapat beasiswa pelatihan di Inggris untuk mendalami ilmu bahasa Arab,” ceritanya kepada duniadosen.com.

Setelah kembali dari Inggris, Hisyam kembali ke IAIN Yogyakarta untuk mengabdi menjadi dosen prodi Adab dan Ilmu Budaya.

Menurut Hisyam, bidang adab masih sangat sepi peminat kala itu. “Adab itu jadi pilihan terakhir mahasiswa. Peminatnya sangat sedikit,” terangnya.

Hal tersebut yang membuat Hisyam makin semangat mengajar dan membumikan informasi terkait adab. Menurutnya, ilmu adab sangat penting.

Tantangan dalam Mengajar Bahasa Arab

trainer berbakat
Tak jarang Hisyam mendokumentasikan kegiatan belajar mengajar di kelasnya. (dok. Hisyam Zaini)

Bahasa Arab merupakan keahlian utama Hisyam yang sejak lulus SD, menjadi santri di Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Mengenyam pendidikan selama enam tahun di pondok pesantren, membuatnya matang di bidang keilmuan agama Islam dan Bahasa Arab. Di sanalah kemampuan Bahasa Arab Hisyam terasah.

Hisyam pun menuturkan, ada perbedaan yang cukup signifikan dengan pola ajar di pesantren dan universitas. Saat melakukan pengajaran Bahasa Arab kepada mahasiswa, Ia mengaku menemui beberapa kesulitan, salah satunya dari faktor mahasiswa itu sendiri.

“Mereka nggak bisa, tapi malas buat belajar,” ujar Hisyam.

Hisyam menilai raw material mahasiswa baru program Bahasa Arab masih memiliki keahlian Bahasa Arab yang lemah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena mahasiswa tidak memiliki latar belakang pendidikan Bahasa Arab.

”Saya harus berjuang melalui berbagai macam cara, seperti belajar di luar jam kelas. Saya luangkan waktu di luar kelas untuk memberikan sesi tambahan kepada mahasiswa. Tapi, waktu sesi di luar kelas pas saya menyediakan waktu, partisipasi mahasiswa ternyata nggak banyak,” ujar bapak tiga anak tersebut.

Hisyam melanjutkan, sebenarnya belajar Bahasa Arab tidak sesulit yang dibayangkan oleh banyak orang. Seperti mempelajari ilmu-ilmu lain, begitulah ‘rasa’ Bahasa Arab. Hisyam menilai bahwa faktor defensif mahasiswa saat belajar Bahasa Arab-lah yang membuat Bahasa Arab terasa sangat sulit untuk dipelajari.

”Kesulitannya itu di persepsi awal mahasiswa terkait Bahasa Arab. Mereka menganggap bahasa arab itu susah di awal. Kalau sudah berpikir seperti itu, ya akan sulit buat belajar,” jelas Hisyam.

Baginya, mahasiswa harus membuka diri dan perlu mempunyai niat kuat dalam mempelajari Bahasa Arab.

Menjadi Trainer, Punya Kesempatan Keliling Indonesia

trainer berbakat
Strategi Pembelajaran Aktif menjadi salah satu buku karya Hisyam Zaini yang best seller. (dok. Hisyam Zaini)

Selain menjadi dosen, Hisyam juga disibukkan dengan kegiatan keliling Indonesia. Bukan untuk liburan, tetapi dosen mata kuliah Bahasa Arab tersebut membagi pengalaman yang ia punya dengan menjadi trainer.

Menjadi trainer berbakat, membuat Hisyam selalu disibukkan dengan sejumlah undangan pelatihan terkait strategi manajemen pembelajaran. Pelatihan tersebut diperuntukan dosen-dosen perguruan tinggi di ratusan daerah di Indonesia.

Dalam setiap pelatihan yang dia ampu, Hisyam selalu menekankan kepada partisipasi aktif mahasiswa. Menurutnya, dosen tak boleh terlalu aktif di kelas. Metode lama harus diubah. ”Sekarang metode ceramah itu nggak bisa diterapkan. Dosen harus lebih banyak mengawasi mahasiswa. Mahasiswa yang harus aktif,” ungkapnya.

Hisyam mengaku sangat menikmati pekerjaannya sebagai trainer. Karena selain berbagi ilmu dan pengalaman tentang manajemen mengajar, ia juga bertemu dengan berbagai ragam karakter orang.

”Saya memang senang sekali bergaul dengan orang baru. Ketika pekerjaan saya menuntut saya untuk itu, maka saya sangat senang dan menikmati sekali,” jelas trainer berbakat itu.

Ilmu terkait pengajaran justru tidak ia peroleh dari perguruan tinggi tempat ia menuntut ilmu hingga jenjang S3. Hisyam mengungkapkan, bahwa ilmu strategi pengajaran yang ia kuasai saat ini adalah berkat keikutsertaannya dalam workshop pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan oleh pemerintah Kanada untuk dosen IAIN seluruh Indonesia pada 1996 lalu.

”Pelatihan itu saya ikuti selama dua tahun. Dan tak hanya itu, saya juga pernah dikirim ke Kanada di kali kedua untuk mempelajari ilmu desain pembelajaran di sana,” ujar laki-laki kelahiran Boyolali, 9 November 1963 tersebut.

trainer berbakat
Dr. Hisyam Zaini, M.A. ketika mengisi training. (dok. Hisyam Zaini)

Tak hanya ia aplikasikan ketika mengajar sebagai dosen, tetapi bekal dari Kanada itulah yang membuat dirinya menjadi seorang trainer bidang pengajaran. Selain menjadi pembicara, dan mentor dari berbagai seminar maupun pelatihan, Hisyam juga menerbitkan buku-buku yang relevan. Salah satunya yaitu, Strategi Pembelajaran Aktif yang menjadi best seller dan berkali-kali melakukan cetak ulang.

Strategi dalam Menghadapi Mahasiswa

Menurut dosen yang mendapat penghargaan Satyalencana tersebut, ketika dosen berhasil menemukan ilmu baru dan menghasilkan sesuatu yang baru, maka itu termasuk prestasi yang luar biasa. Namun, ia merasa belum memiliki pretasi. ”Saya baru dalam tahap menambah teori, bukan menemukan teori,” ujar Hisyam.

Pun, ketika mahasiswa berkata kepada dosen bahwa motivasi yang diberikan saat di kelas berdampak buat mahasiswa, dosen akan merasa sangat bangga. Hisyam pun selalu menerapkan kisah motivasi di setiap kelasnya. ”Ketika mengajar, saya selalu menyempatkan diri untuk memberi motivasi kepada mahasiswa 5-10 menit di awal perkuliahan,” kata dosen yang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di UIN Suka Yogyakarta pada 2011 tersebut.

Sebagai dosen berpengalaman, Hisyam memiliki kiat khusus dalam menghadapi mahasiswa. Menurutnya cara mendekati mahasiwa adalah dengan tidak menjaga jarak dengan mereka. ”Bercanda adalah hal biasa. Saya menginginkan mereka tidak sungkan supaya jika ingin belajar lebih enak. Mereka saya anggap sebagai mitra belajar,” kata dosen yang terinspirasi oleh Buya Hamka tersebut.

Menurutnya, mahasiswa sekarang berbeda dengan mahasiswa pada zamannya dulu. Kini, etos kerja mahasiswa perlu ditingkatkan. ”Tipikal mahasiswa sekarang  kalau diberi tugas banyak langsung mengeluh. Dosen harus memberi pemahaman bahwa semuanya demi kebaikan mahasiswa sendiri. Mahasiswa dulu itu lugu, sekarang mahasiswa lebih terbuka. Pola belajar juga sudah berbeda. Dosen harus memfasilitasi hal itu,” tegasnya.

Tentang Rencana Menulis Buku, Perbaikan Pendidikan, dan Penghargaan

Hisyam sudah menulis tiga buku, salah satunya adalah Bahasa Arab Khas Gontor (2013). Dia mengaku ingin sekali menulis buku lagi. Meski begitu, menulis buku bukanlah prioritasnya saat ini. Sekarang, Hisyam ingin fokus menulis publikasi ilmiah dalam bentuk jurnal. Menurut Hisyam, hal itu tidaklah mudah, apalagi melihat kesibukannya sebagai dosen, trainer, dan sebagai sekretaris Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Islam (Kopertais) wilayah III DI Yogyakarta.

trainer berbakat

”Selama ini saya sibuk melatih ke berbagai daerah sebagai trainer, sehingga waktu saya menulis itu kurang. Kedepannya, saya ingin lebih banyak menulis,” jelas Hisyam.

Menurut dosen yang juga menjabat sebagai sekretaris Kopertais tersebut, pendidikan di Indonesia masih bersifat pragmatis. Karena pendidikan sejak kecil tidak diajari berpikir kritis, tetapi diajari bagaimana menjawab soal yang telah tersedia pilihan jawabannya.

”Makanya saat ini yang berkembang itu justru banyak bimbingan belajar, ketimbang lembaga pendidikan formal itu sendiri. Karena dilatar belakangi, banyak orang suka jalan pintas,” ujarnya.

Hisyam menilai, bahwa pendidikan yang fundamental perlu diterapkan sejak dini. Yaitu sejak Taman Kanak-kanak (TK) atau tingkat Sekolah Dasar (SD).

”Pendidikan harus fundamental. Soal-soal harus menjawab pertanyaan ‘kenapa?’ agar pelajar bisa berpikir kritis dan itu harus ditanamkan sejak SD. Berpikir kritis itu sangat penting, dan itu masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Pendidikan Indonesia harus dipikirkan bersama, jadi tidak hanya pekerjaan dosen saja,” ujar Hisyam.

Ia melanjutkan, bagi beberapa dosen, penghargaan tak hanya dimaknai sebagai sebuah prestasi, tapi juga apresiasi. Hisyam menyebut penghargaan untuk dosen itu tidak wajib, namun baik untuk dosen.

”Penghargaan, bagaimanapun juga akan memberikan motivasi kepada dosen untuk membuat karya-karya baru. Maka itu baik,” pungkas ayah 3 anak itu. (duniadosen.com/az)