Yogyakarta – Dosen dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan penelitian yang sekaligus membantu mengatasi permasalahan peternak sapi di daerah Gunungkidul yang kesulitan mencari pakan ternak ketika musim kemarau. Hasil penelitian dosen tersebut berupa pakan ternak berbahan dasar limbah daun jati.
Tim peneliti yang terdiri dari beberapa dosen FKH UGM itu memanfaatkan limbah daun pohon jati untuk dijadikan pakan ternak sapi. Hal tersebut dilakukan guna menyiasati peternak sapi yang kesulitan mencari pakan ternak ketika kemarau. Karena, sebagaian peternak harus membeli pakan hijauan dari luar Gunungkidul untuk mencukupi kebutuhan makan ternak mereka setiap hari.
Dosen dan peneliti dari FKH UGM Dr. drh. Sarmin, M.P., menyebut pohon jati dan daun pohon jati merupakan sumber berlimpah yang dimiliki warga Gunungkidul. Namun sayang, hal tersebut luput dari perhatian warga setempat.
“Daerah Gunungkidul banyak hutan jati, daun jati di sana cukup melimpah, namun belum dimanfaatkan sehingga kita lirik sumber daya yang ada di sana untuk ternak mereka,” kata Dr. drh. Sarmin, peneliti dari FKH UGM, Kamis (2/1/2020) dikutip dari ugm.ac.id.
Dalam penelitian dosen yang dilakukannya, Sarmin menjelaskan sebelum memanfaatkan pakan fermentasi daun jati para peternak di Gunungkidul membeli rumput kolonjono atau tebon jagung dari luar daerah. Bagi peternak yang memiliki 2-3 ekor sapi atau kambing, paling tidak mereka memerlukan 4-5 ikat rumput untuk pakan. Ketika mereka kesulitan memperolehnya, tak jarang pula mereka membeli.
“Lumayan juga uang yang harus mereka kelaurkan untuk sapi mereka,” ujarnya.
Penelitian dosen dalam pembuatan pakan fermentasi dari limbah daun jati kering ini, menurut Sarmin adalah untuk mengajak peternak memanfaatkan sumber daya pakan dari lingkungan sekitar mereka. Selain itu, peternak juga diajarkan dan dilatih mengolah limbah daun jati tersebut sebagai pakan silase ternak mereka. Karena, selama ini daun jati ini hanya dibakar saja atau dibiarkan menjadi sampah dan mengering.
“Kita ajari buat fermentasi pakan sehingga saat musim kemarau mereka punya persediaan pakan,” ungkapnya.
Pada proses penelitian dosen terdapat cara membuat pakan fermentasi dari daun jati. Sarmin pun memaparkan, limbah daun jati yang sudah mongering dikumpulkan dalam sebuah drum berukuran besar. Lalu, bahan daun jati kering tersebut dicampur dengan konsentrat. Agar terjadi proses fermentasi, bahan daun jati ini diberikan cairan EM4, sejenis cairan yang mengandung bakteri pembusuk. Selain EM4, bahan pakan fermentasi ini juga diberikan tetes tebu atau molase.
“Seluruh bahan tersebut kita aduk hingga rata dan dibiarkan mengalami fermentasi selama 21 hari hingga muncul aroma wangi dengan tekstur pakan yang lembut,” terangnya.
Menurut Sarmin, selain limbah daun jati, dalam penelitian dosen tim FKH UGM juga melakukan pendampingan memanfaatkan sumber pakan ternak dari gedebog pisang atau batang pohon pisang dan jerami dengan menggunakan metode yang sama.
“Kita sudah ujicobakan untuk bahan lain yang murah dan sudah tersedia seperti gedebog dan jerami,” paparnya.
Pemanfaatan pakan fermentasi dari bahan daun jarti, batang pohong pisang dan jerami tersebut sudah diterapkan di Desa Kemiri, Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta melalui program Diseminasi Teknologi Tepat Guna. Sarmin bersama rekan dosen peneliti yang lain, yaitu Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto dan Dr. drh. Irkham Widiyono, menyerahkan alat mesin pencacah rumput, alat peniris minyak dan alat pemotong ketela untuk pengrajin ketela, (28/12/2019).
Peneliti FKH UGMN Soedarminto berharap dengan diberikannya alat mesin pencacah rumput tersebut, peternak dapat menyediakan sumber pakan giling dari bahan yang sebelumnya keras seperti tebon jagung dan batang rumput gajah. “Kita harapkan sumber pakan dan proses pencernaan ternak lebih tinggi dan produktivitas ternak akan meningkat,” katanya.
Wasidi (60), anggota peternak dari Kelompok Tani Ngudi Rejeki dari Desa Kemiri, Gunungkidul, menuturkan di musim kemarau ia setidaknya membeli pakan rumput dari tebon jagung setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. “Saya setiap hari membeli sampai enam ikat yang setiap ikatnya berisi 7 batang seharga Rp 5000 per ikat,” keluhnya.
Menurutnya, hampir rata-rata penduduk Desa Kemiri memiliki hewan ternak berupa sapi, domba dan kambing. Ia sendiri memelihara tiga ekor kambing yang berasal dari bantuan FKH UGM. Di musim kemarau, katanya, warga kesulitan mendapatkan pasokan pakan ternak mereka sehingga harus membeli lewat agen. “Pakannya itu berasal dari Klaten,” ujarnya.
Penelitian dosen dalam program pelatihan pembuatan pakan fermentasi yang dilakukan oleh FKH UGM sangat membantu peternak di Desa Kemiri. Apalagi mereka diajarkan juga membuat pakan mineral blok untuk sumber nutrisi mineral ternak mereka. ”Kami diajari bikin mineral blok dan diperiksa kesehatan ternaknya yang kebanyakan kena cacing dan (kutu) caplak,” imbuhnya.
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…