Menristek dikti telah mengimbau kepada seluruh elemen pendidikan tinggi agar lebih banyak membuat karya ilmiah dan pengabdian masyarakat. Imbauan ini bertujuan meningkatkan tindak lanjut dari penelitian yang dilakukan oleh berbagai kalangan, seperti dosen, mahasiswa, maupun peneliti. Karena penelitian yang dibiayai negara menggunakan uang rakyat, wajar jika masyarakat berhak menikmati manfaat dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Di samping itu, hasil karya ilmiah yang hanya dipajang akan merugikan penelitinya sendiri. Menurut Prof. dr. Amin Soebandrio, SpMK selaku Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, penelitian yang hanya memenuhi rasa keingintahuan tidak akan berdampak bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan sehingga karya ilmiah bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat atau lebih baik lagi jika bisa dikomersilkan. Penelitian yang hanya dilakukan untuk menjawab rasa ingin tahu juga kurang menarik perhatian penyandang dana.
Ada banyak langkah yang harus ditempuh untuk menjadikan karya ilmiah bukan hanya sebagai hasil penelitian yang dipajang. Setidaknya karya ilmiah yang telah dihasilkan bisa dipublikasikan terlebih dahulu. Tahun lalu hanya terdapat 5500 karya ilmiah yang telah dipublikasikan. Menurut Menristekdikti, Mohamad Nasir, angka ini masih cukup rendah. Target publikasi ilmiah paling tidak bisa mencapai 7000 karya. Namun pada 2016, Menristekdikti menargetkan 6500 karya dapat dipublikasikan dari berbagai aktivitas penelitian dan pengembangan.
Kekurangan publikasi ilmiah tahun lalu diduga berasal dari kurang baiknya proses pencatatan. Nasir selaku Menristek Dikti mengemukakan bahwa sudah ada 9.500 orang yang dicatat LIPI, tetapi belum termasuk yang ada di perguruan tinggi. Dari catatan tersebut, 7% penelitian dilakukan oleh peneliti dengan jenjang S3, 75% dari jenjang S2, dan sisanya dari S1. Menyoroti hal tersebut, Kemenristekdikti akan lebih memacu penelitian dari jenjang S1. Di samping itu, proses pencatatannya juga akan diperbaiki. Hal ini dilakukan demi meningkatkan angka publikasi ilmiah.
Selain itu, persoalan yang dialami oleh para peneliti di Indonesia adalah bantuan dana. Persoalan dana menjadi hal yang serius, sebab banyak instrumen dan alat yang diperlukan. Penelitian yang tidak bermanfaat dan tidak bisa dikomersialkan nantinya berujung pada kerugian si peneliti jika mereka kekurangan dana. Dalam mengatasi hal ini, penting bagi peneliti untuk memiliki jiwa entrepreneur dan melihat kebutuhan masyarakat sebagai pasarnya. Peneliti juga perlu menjalin komunikasi yang baik dengan penyandang dana, seperti industri dan pemerintah.
Pada dasarnya, pemerintah telah menyediakan dana riset. Hanya saja jumlahnya masih kecil dibandingkan dengan alokasi dana penelitian milik negara-negara Asia yang lain. Indonesia hanya memiliki anggaran sebesar 8 triliun untuk riset dan pengembangan atau sebesar 0,08 persen dari produk domestik bruto (PDB). Berbeda dengan Indonesia, dana penelitian Malaysia dan Thailand masing-masing sudah mencapai 0,63 persen dan 0,21 persen. Jauh dari ketiga negara Asia Tenggara tersebut, Tiongkok justru telah mengalokasikan sebanyak 1,47 persen untuk penelitian.
Hambatan lain bagi para peneliti Indonesia untuk melaksanakan riset adalah adanya pengakuan. Nama-nama peneliti terkadang lebih banyak tercatat di negara tertangga. Indonesia dirasa masih belum memiliki wadah yang memadai dalam menampung para peneliti dan hasil penelitian mereka. Persoalan administratif juga menjadi hambatan yang mewarnai proses penerbitan karya ilmiah. Hal tersebut terkadang justru menyulitkan para peneliti.
Melihat hambatan-hambatan yang ada, perlu adanya perbaikan dari pihak peneliti dan pemerintah. Peneliti sudah sepantasnya lebih inovatif dalam menghasilkan karya-karya ilmiah yang aplikatif untuk masyarakat. Mereka juga memiliki tanggung jawab atas hasil penelitiannya sehingga tidak sekedar dilakukan untuk mencetak sebuah karya yang dijadikan pajangan. Sementara itu, pemerintah sebagai penyandang dana terbesar perlu meningkatkan kinerjanya dalam mewadahi para peneliti dan hasil penelitiannya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memperbaiki sistem administrasi dan pencatatan agar publikasi ilmiah bisa dilakukan sesuai target dan lebih selektif memilih penelitian yang aplikatif bagi masyarakat.
Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/16/03/03/o3g1v1335-kemenristekdikti-targetkan-6500-publikasi-ilmiah-di-2016
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…
View Comments