Pentingnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di kancah MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) terus diperkenalkan. Tujuannya agar Indonesia tidak menjadi penontong di negara sendiri. persaingan Masyarakat Ekonomi Asia semakin banyak orang luar masuk di Indonesia.
Bagi negara maju, hal semacam sudah hal biasa, sebaliknya, bagi negara berkembang menjadi dilemma. Karena kesiapan masyarakat menghadapi MEA masih dipertanyakan.
Fahmi Ambar selaku Peneliti utama Bakosurtanal yang dilansir oleh Tabloid Suara Islam memaparkan bahwa bagi suatu bangsa, teknologi adalah suatu agen ekonomi yang paling signifikan, di samping politik, hukum serta perubahan sosio-kultural.
Oleh sebab itu, hal yang paling terpenting bagi suatu bangsa adalah membangkitkan ekonomi yang didukung oleh kebangkitan teknologi. Sayangnya, di banyak negara perkembangan teknologi justru terhambat oleh rezim “hak kekayaan intelektual”.
Hak HKI dianggap rekayasa negara-negara maju untuk membatasi akses teknologi bagi negara berkembang. Sehingga ada sebagian orang yang melawan dengan cara membiarkan pembajakan karya hak cipta seperti software dan buku. Mengeliatnya kontroversi HKI muncul ketika UU HKI untuk berinovasi untuk umum. Satu sisi sang pecipta karyanya dibatasi dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan pihak lain yang memiliki modal lebih besar sebagai pihak kedua yang akan memasarkan dengan harga lebih tinggi, kemudian si peneliti hanya mendapatkan hasil pas-pasan melalui royalty.
Sisi dari penemu, melahirkan penemuan itu membutuhkan biaya, waktu dan tenaga ekstra. Kadang, nilai hasil penemuan lebih tinggi dibandingkan jumlah royalty yang diterima sang peneliti.
Kasus ini menunjukan bahwa tidak mudah menilai baik biaya menghasilkan ataupun manfaat yang didapat dari karya intelektual. Bahkan, banyak riset yang berani mengeluarkan dana mahal dan lama, meskipun ada juga yang muncul dengan cepat.
Terkait hasil dari hasil temuan, ada banyak jenis. Selain perkembangan teknologi, juga perkembangan perekonomian turut ambil peran penting. Salah satunya lahirnya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) yang masih menjadi dilemma bagi penemu/peneliti.
MEA Sebagai Ancaman? Ataukah Peluang bagi Penemu/Peneliti?
Masyarakat Ekonomi Asia berdampak pada banyak aspek. Tidak hanya mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita, tetapi juga mempengaruhi di aspek globalisasi hukum.
Ketika negara suatu negara membuat perjanjian atau MoU maka akan mempengaruhi budaya global. Jangka panjang, batas budaya satu negara dan budaya asing yang masuk hanya berbatas tipis. Kecuali Indonesia memiliki kekuatan untuk menguri-uri budaya yang dimiliki.
Tidak berdampak pada budaya, melainkan berdampak pada ranah pendidikan. Output pendidikan melahirkan intelektual muda yang harapannya semakin memperkuat Indonesia dalam MEA.
Kenyataan yang terjadi di lapangan, tahun ini masih banyak dosen, masyarakat dan mahasiswa yang mengetahui pentingnya Hak Kekayaan Intelektual.
Modal seorang intelektual adalah ilmu pengetahuan. Ketika ilmu pengetahuan tidak di akui HKI akan menimbulkan penjiplakan karya. Berbicara sedikit tentang karya, ada banyak bentuk karya. Mulai dari karya seni, meliputi cipta lagu, melukis dan mengarang. Ada juga karya intelektual berupa penemuan ilmu terapan.
Dari sekian banyak bentuk penemuan, sangat di sayangkan jika endingnya hanya diplagiat oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Seoalah-olah kerja keras dan waktu yang bisa saja bertahun-tahun memperolehnya berakhir begitu saja.
Hak Kekayaan Intelektual sebagai jaminan dalam perdagangan Internasional. Hak Kekayaan Intelektual dapat juga dijadikan sebagai perlindungan atas temuan yang dimiliki.
Kemudian, dibuatlah perjanjian yang meliputi agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Rights, yang kemudian lebih familiar kita dengar dengan persetujuan world trade organization (TRIPs/WTO).
Latar belakang dibuatnya TRIPs/WTO pada prinsipnya untuk menegakan dan melindungi kekayaan intelektual. Cara perlindungan dikemas dalam bentuk inovasi teknologi, pengalihan danpenyebaran teknologi. Lewat cara-cara inilah, diharapkan si pencipta akan memperoleh keuntungan dari ppemasaran.
TRIPs/WTO pertamakali dilakukan pada tahun 1994. Salah satu anggota di dalamnya adalah Indonesia. Isi perjanjian TRIPs/WTO mengatur perihal aspek-aspek dagang yang terkait jaminan HKI.
Cakupan di dalamnya meliputi banyak bidang. Mulai dari bidang hak merek, hak cipta, hak paten, hak desain tata letak sirkuit terpadu dan hak desain indsutri. Termasuk mengatur hak perlindungan varietas tanaman dan hak rahasia dagang. Sebagai negara anggota di dalamnya pun diwajibkan untuk memenuhi aturan tersebut.
Seberapa Jauh Sistem HKI di Indonesia?
Konsep Hak Kekayaan Intelektual bergantung pada peneliti/penemu. Hasil penemuan para peneliti bersifat tetap, eksklusif karena hasil penemuannya adalah hasil pemikiran yang melekat pada sang pemiliknya. Sebelum hasil itu teraplikasikan, awalnya masih berupa ide yang diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk nyata.
Dari hasil temuan tersebut kemudian membawa perubahan positif bagi masyarakat dan negara. Dengan kata lain, memiliki daya jual dan kemanfaatan yang tepat sasaran.
Ketika hasil karya tersebut hendak dipergunakan untuk kepentingna produksi oleh pihak lain, maka pihak lain harus meminta ijin terlebih dahulu ke pihak penemu/peneliti. Apabila sudah memperoleh ijin, produk atau karya tersebut dapat diperbanyak dan disebar luas. Sebagai catatan, pihak kedua hanya memiliki hak sementara saja.
Sistem Hak Kekayaan Intelektual dapat dinilai sebagai upaya memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Solusi inilah yang diharapkan memberikan jalan keluar bagi masyarakat secara umum, sekaligus membantu negara memecahkan permasalahan yang terjadi secara Nasional.
Hak Kekayaan Intelektual sebagai upaya memfungsionalisasikan untuk mendukung proses pembangunan yang lebih baik. Outputnya, akan mendorong terjadinya perubahan sosial agar tidak menimbulkan kerugian di masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama hukum HKI adalah merealisasikan ketertiban, kepastian dan keadilan.
Asas aturan hukum Hak Kekayaan Intelektual meliputi norma, asas hukum dan keputusan pengadilan yang berkaitan dengan pengaturan HKI. Hukum Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan persetujuan TRIPs/WTO bisa juga bersinggungan dengan budaya, cara berfikir, warga masyarakat (opini masyarakat) dan para penegak hukum lainnya.
Dengan kata lain, hukum HKI selalu up to date terhadap interaksi sosial dan berkesinambungan, yang mencerminkan sebagai konsep hukum yang modern.
Itulah ulasan Hak Kekayaan Intelektual dari banyak perspektif. Semoga ulasan di atas memberikan wacana, menambah sudut pandang baru.
Semoga dari ulasan ini tidak lantas menyurutkan minat berkarya dan meneliti. Tetaplah melakukan penelitian demi kemajuan Indonesia. Karena hanya dengan meneliti, semakin banyak solusi yang kita tawarkan terhadap permasalahan yang ada dimasyarakat.
Semakin banyak solusi, semakin terpecahkan, dan keresahan yang terjadi di masyarakat terentaskan. Sekian, selamat berkaryat [Elisa]
Referensi:
- Amhar, Fahmi. Politik teknologi dan Kekayaan Intelektual. Tabloid Suara Islam, Minggu 1-2 Desember 2007.
- Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007)
- Candra Irawan, Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2011)