Categories: Inspirasi

Hadi Susanto: Doktor Matematika Cemerlang di Dunia Internasional

Hadi Susanto | Tidak semua orang merasakan bagaimana penderitaan dan perjuangan seseorang dari keluarga tak mampu demi mewujudkan mimpinya. Kamu yang berasal dari keluarga yang beruntung hendaknya bersyukur dan berhenti mengeluhkan banyaknya tugas kuliah dan presentasi. Karena tidak semua orang seberuntung kamu dalam masalah ekonomi, demi bisa masuk sekolah hingga perguruan tinggi.

Begitu pula dengan Hadi Susanto. Kamu mungkin belum pernah mendengar nama itu sebelumnya, bahkan mungkin tak tahu prestasi beliau yang luar biasa di kancah internasional. Maklum, beliau tak lagi tinggal di Indonesia selepas kelulusan beliau dari Institut Teknologi Bandung. Bagaimana perjalanan kisah inspiratif Hadi Susanto hingga namanya bisa berada di jajaran pakar matematika dunia? Yuk, simak kisahnya!

30 kilometer pulang – Hadi Susanto pergi bersepeda demi SEKOLAH

Bersepeda ke sekolah via wordpress.com

Pada zaman sekolah beliau dulu, teman-teman yang tinggal di dekat sekolah biasanya berjalan kaki saat berangkat sekolah, yang tinggal agak jauh dari sekolah biasanya diantar-jemput orang tua mereka. Pada masa itu, cuma sedikit yang membawa sepeda motor. Sebagian besar naik sepeda onthel. Sedangkan yang berasal dari luar kota, kebanyakan kos atau naik kendaraan umum.

Lain halnya dengan Hadi Susanto kecil yang tidak naik angkutan umum walaupun dia tinggal di luar kota. Setiap hari, dia berangkat pagi-pagi ke sekolah mengendarai sepeda onthel dari rumahnya di Desa Kunir ke sekolahnya di pinggiran Lumajang yang berjarak 15 kilometer. Dapat dibayangkan setiap hari dia harus menempuh 30 kilometer pulang-pergi sekolah.

Tak lupa ia selalu membawa bekal dari rumahnya. Berasal dari keluarga kurang beruntung membuatnya harus bersepeda setiap hari ke sekolah dan tidak jajan di kantin seperti anak-anak lain. Namun, walaupun setiap hari menempuh 30 kilometer pulang – pergi sekolah, tidak lantas membuat otaknya ‘aus’. Dia selalu langganan ranking bagus hingga akhir sekolahnya.

Kondisi ekonomi keluarga tak karuan, nyaris membuatnya tidak melanjutkan ke jenjang kuliah

Kampus ITB via konfrontasi.com

Hadi Susanto yang lahir di sebuah desa kecil di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur ini, mengenyam pendidikan di SDN Kunir Lor 1, SMPN Kunir, dan SMAN 2 Lumajang. Saat masih duduk di sekolah dasar, beliau selalu mewakili lomba cerdas cermat di tingkat kabupaten. Tetapi, karena grogi melihat murid dari sekolah lain yang selalu tampak keren dan bergaya daripada beliau saat itu, beliau selalu tidak mendapatkan poin. Sekarang dunia berbalik; banyak yang “grogi” melihat peraih Ganesha Prize (Mahasiswa Terbaik ITB) tahun 2000 itu.

Ya, lulus dari SMA, beliau diterima di Jurusan Matematika ITB. Hal yang menarik adalah, beliau lolos UMPTN tanpa kursus dan mengambil tes di Jember (karena Jember lebih dekat dengan Lumajang). Padahal, terdengar kabar kemungkinan lolos UMPTN kecil jika tidak melakukan tes di Bandung. Namun, beliau nekat ambil UMPTN di Jember.

Usaha orangtua Hadi Susanto sebagai pedagang kain dan baju di pasar mengalami kebangkrutan total, yang membuat keluarganya terjebak rentenir hingga terpaksa harus menjual sawah dan rumah yang mereka punya, persis menjelang beliau lulus SMA. Beliau pun hampir menyerah tidak ikut UMPTN karena sangat kesulitan masalah ekonomi. Beruntung keluarga, terutama sang ibu, tetap mendukung meski kondisi ekonominya tidak karuan.

Beliau harus terus kuliah. Tapi, tidak sampai di situ, untuk membayar uang masuk yang beberapa ratus ribu saja keluarganya tak mampu. Akhirnya, beliau kembali berpikiran untuk tidak mendaftar. Lagi-lagi, sang ibu berjuang hingga detik terakhir. Ketika pada akhirnya beliau bisa berangkat ke Bandung, satu tekad beliau adalah untuk berhasil dan membahagiakan keluarga.

Menyelesaikan kuliah dalam 3 tahun dan meraih predikat Mahasiswa Terbaik ITB pada tahun 2000.

Wisuda ITB via itb.ac.id

Masa kuliah Hadi Susanto sebenarnya hampir 4 tahun. Saat kuliah di ITB, prestasinya yang bagus membuatnya bisa menyelesaikan kuliah dengan cepat. Kuliah saja memang hanya 3 tahun, akan tetapi memasuki tahun ke-4, beliau maju ke dosennya untuk mengusulkan penelitian Tugas Akhir yang akan beliau lakukan.

Merasa tidak memiliki banyak uang, Hadi ingin segera lulus kuliah agar bisa bekerja dan meringankan beban orangtua. Namun, dosennya memiliki rencana lain. Beliau berkesempatan mengunjungi Belanda selama delapan bulan untuk mengerjakan TA di Universiteit Twente (UT). Ini tidak sesuai dengan rencana sebelumnya, untuk segera lulus cepat dari ITB. Tetapi dosennya meyakinkan bahwa jika beliau bisa mengerjakan penelitian dengan baik, ada kemungkinan beliau mendapat beasiswa sampai S3.

Setelah selesai penelitian di UT, Hadi berkesempatan mendapatkan beasiswa hingga S3. Tapi karena belum wisuda, beliau harus pulang ke Indonesia. Begitu diwisuda pada tahun 2000, Hadi Susanto diumumkan terpilih sebagai penerima Ganesha Prize dengan hadiah mengunjungi Belanda lagi selama 3 bulan, karena ditawari melanjutkan kuliah di sana. Mulai Agustus 2001, Hadi mengambil program kombinasi MSc/PhD untuk periode 4 tahun di UT.

Berpindah-pindah dari Belanda, Amerika Serikat, bahkan berakhir tinggal di Inggris sebagai Doktor Matematika, bagaimana ceritanya?

Doktor Hadi Susanto dan keluarga via sahabatmembaca.org

Begitu selesai studi di Twente, Hadi melanjutkan studi post-doctoral di Massachusetts, Amerika Serikat. Beliau mendapatkan visiting assistant professorship selama 3 tahun di University of Massachusetts (UMass), Amherst. Selain tugas riset, beliau wajib mengajar dua kelas per semester. Menjelang selesai di UMass, beliau mengirimkan sejumlah aplikasi ke beberapa universitas di Amerika Serikat dan Eropa.

Pada awal tahun 2007, beliau menikah dengan seorang sarjana kedokteran dari Universitas Brawijaya, seorang wanita yang belum pernah beliau temui. Hanya ta’aruf lewat dunia maya. Sang istri sempat diajak ke Amerika. Namun, pada tahun 2008, beliau menjadi dosen di University of Nottingham.

Terlihat mudah meniti karir, apakah semudah kelihatannya? Tidak!

Pada dua tahun pertama kuliah di ITB, kondisi Hadi Susanto sangat sulit. Walaupun mendapatkan beasiswa, beliau tetap harus kerja sampingan karena uang beasiswa saja tidak cukup. Uang kerja dan beasiswa yang didapatkan itu kemudian dibagi tiga: untuk kebutuhan pribadi di Bandung, keperluan orang tua di kampung halaman, dan biaya kuliah adik.

Bahkan setiap Sabtu-Minggu, beliau rela keliling hotel dan gedung resepsi di Bandung hanya bermodal pakaian rapi. Tanpa mengetahui siapa yang punya hajat, beliau masuk ke pesta orang-orang kaya demi bisa makan. Tak punya uang untuk membeli tiket kereta ekonomi setelah libur Lebaran, beliau naik kereta barang untuk kembali ke Bandung. Duduk di lantai gerbong bersama sekitar seratus orang kurang lebih selama 12 jam itu berlangsung malam hari, tanpa lampu di gerbong. Itu beberapa contoh, yang mana hal kecil seperti makan harian saja tidak mampu dibelinya. Penderitaan lain yang beliau alami banyak sekali.

Meskipun sudah sering mendapatkan berbagai penghargaan di berbagai seminar tingkat dunia dan menjadi dosen di luar negeri, ilmu tinggi dan penghargaan akademik itu tidak lantas membuat Hadi Susanto tinggi hati dan congkak. Kata teman-temannya, sikap santunnya masih seperti ketika SMA.

Baca juga: Serdos, masih pantaskah?

Kamu yang beruntung jika masih “mau” menempuh studi di perguruan tinggi dengan tidak kekurangan sesuatu apapun. Keluarga mendukung dan biaya ada, apa lagi yang kamu butuhkan? Kesempatan tidak datang dua kali. Kamu tidak harus merasakan “berada di bawah” dulu untuk menjadi orang sukses, kan? Belajarlah demi masa depan yang cerah. Semoga kisah ini cukup menginspirasimu.

Billy

Recent Posts

3 Karakter Dosen untuk Pengembangan Indikator Kinerja Dosen

Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…

1 day ago

Pendaftaran Doha Institute Scholarship Jenjang S3 Tahun 2025 Dibuka!

Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…

1 day ago

Royal Thai Government Scholarship 2025 untuk Jenjang S2 dan S3

Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…

1 day ago

Program IASP 2025 untuk Dosen Kuliah S3 Gratis di Austria Resmi Dibuka!

Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…

6 days ago

Indikator Kinerja Dosen Sesuai Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024

Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…

6 days ago

Standar Minimum Pelaksanaan Hibah Penelitian dalam Indikator Kinerja Dosen

Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…

6 days ago