Yogyakarta – Zakat merupakan sumber dana yang paling potensial dibanding banyak potensi ekonomi yang di tawarkan dalam Islam. Selain kewajiban umat Islam, zakat mempunyai nilai pada dimensi moral, sosial, dan ekonomi. Melihat potensi zakat untuk kemaslahatan umat yang demikian besar ini, Indonesia memiliki Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang dikendalikan Pemerintah. Baznas melakukan penelitian bekerjasama dengan IPB tentang potensi zakat per tahun, yakni sebesar 217 trilyun. Sementara pengumpulannya baru 6 trilyun (baru 3%). Angka tersebut mengindikasikan potensi zakat di Indonesia yang sesungguhnya luar biasa untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat miskin, jika potensi zakat ini dimaksimalkan.
Dalam upaya memaksimalkan pengumpulan potensi zakat di Indonesia, Gusnam Haris, S.Ag., M.Ag., melakukan penelitian kepustakaan tentang kedinamisan prosentase zakat. Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum ini mengangkat pemikiran Yusuf Al-Qaradawi dalam karya besarnya yang berjudul Fiqh al-Zakah.
Karya riset Gusnam Haris dipresentasikan untuk memperoleh gelar Doktor bidang Ekonomi Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Karya Riset Promovendus berjudul “Persentase Zakat Menurut Yusuf Al-Qaradawi dan Urgensinya Bagi Penerapan Zakat oleh Baznas di Indonesia,” dipresentasikan di hadapan tim penguji: Dr. Moh. Tantowi, M. Ag., Prof. Dr. H. Kamsi, MA., Dr. H. Fuad, MA., Prof. Dr. H. Abd. Salam Arief, MA., (promotor merangkap penguji), Dr. H. Agus Moh. Najib, M. Ag., (promotor merangkap penguji). Senin, bertempat di ruang promosi Doktor, kampus setempat, (8/6/19).
Di hadapan tim penguji Gusnam memaparkan, Fiqh al-Zakah memiliki kaitan yang erat dengan Baznas di Indonesia. Pengelola zakat, terutama Bazis DKI Jakarta sebagai cikal bakal Baznas pernah meminta kepada Himpunan Penterjemah Indonesia untuk menterjemahkan Fiqh al-Zakah ke dalam Bahasa Indonesia. Sejak munculnya terjemahan Fiqh al-Zakah dengan judul buku terjemahan Hukum Zakat, Bazis BKI Jakarta dan Baznas menjadikan karya itu sebagai rujukan utama untuk pengelolaan zakat di Indonesia. Namun dalam persoalan prosentase zakat, Baznas tidak merujuk pada pemikiran al-Qaradawi. Baznas memakai prosentase zakat tetap, sementara al-Qaradawi menawarkan prosentase zakat dinamis.
Menurut Gusnam, di era yang menuntut perkembangan ekonomi Islam bisa berkembang pesat saat ini, yang membutuhkan optimalisasi penggalangan zakat dalam rangka menumbuhkan perekonomian umat Islam, sehingga terwujud kemaslahatan umat yang semakin baik, sangatlah penting mengkaji lagi pemikiran al-Qaradawi tentang prosentase zakat dinamis. Oleh karena itu, putra kelahiran Solok ini mengangkat prosentase zakat dinamis pemikiran al-Qaradawi dan urgensinya bagi pengelolaan zakat di Baznas, untuk studi riset doktoralnya.
Gusnam melakukan riset disertasinya ini melalui pendekatan normatif-filosofis, dengan teori maqasid asy-syari’ah. Melalui risetnya kali ini, Gusnam berhasil mengungkap pemikiran prosentase dinamis zakat dari al-Qaradawi merujuk pada aturan yang diterapkan oleh Rasulullah, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin masyarakat atau kepala negara.
Menurut Gusnam, kala itu Rasulullah berpandangan bahwa kebijakannya tentang zakat harus bisa melahirkan kemaslahatan umat pada waktu itu. Artinya, Rasulullah dalam mengeluarkan aturan/kebijakan sebagai kepala pemerintahan, ada yang mengikat, ada pula yang tidak mengikat disesuaikan dengan kemaslahatan umat dan agama. Aturan atau kebijakan Rasulullah, dipandang sebagai aturan yang mengikat atau tidak mengikat dipayungi dalam maqasid asy-syari’ah, karena tujuan dari syari’ah adalah untuk kemaslahatan manusia dalam upaya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut promovendus, pemikiran prosentase zakat dinamis bisa merujuk pada penerapan kebijakan yang tidak mengikat pada masa Rasulullah, dengan tujuan untuk mengoptimalkan kemaslahatan umat. Pemikiran seperti ini sangat urgen bagi Baznas, terutama untuk meningkatkan wawasan pengelola Baznas sendiri, dan meningkatkan perolehan zakat mendekati asumsi potensi zakat masyarakat Indonesia. Merujuk pada pemikiran zakat dinamis juga akan menjadikan lembaga Baznas makin baik kedudukannya dalam pandangan umat Islam di Indonesia.
Sementara itu, kedinamisan prosentase zakat yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW memiliki tiga kekhasan, yang bisa disebut dengan ungkapan “progressif-proporsional-limitatif (numuw- adalah-hudud).”
Progresif dalam arti bahwa; prosentase zakat diambil dari harta yang tumbuh dan yang dikeluarkan harus dijamin memiliki potensi untuk bertumbuh. Proporsional artinya; prosentase zakat itu harus adil dan tidak menyusahkan muzakki (orang yang berzakat) dan yang menerima zakat (mustahiq). Limitatif dalam arti; kedinamisan prosentase zakat itu bergerak dan berada dalam batasan (limit). Yaitu batas bawah dan batas atas prosentase zakat yang sudah ada, yakni 2,5% batas bawah, 20% batas atas, demikian papar ayah 7 putra/putri dari istri Zulhendrawati, SP tersebut.
Redaksi