Inspirasi

Fransina S. Latumahina : Dosen Itu Upahnya Besar di Surga


Profesi dosen identik dengan kegiatan mengajar, meneliti, menulis, dan melakukan publikasi ilmiah. Dosen diharapkan memiliki peran besar dalam mengembangkan dunia pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi di Indonesia bahkan di dunia.

Indonesia ternyata memiliki banyak dosen berprestasi, salah satunya adalah dosen kelahiran kota Ambon, 30 November 1980. Dr.Ir. Fransina S. Latumahina, S.Hut., MP.IPU yang akrab disapa Bu Sintya. Seperti apa profil dan kiprahnya di dunia pendidikan? Yuk, kita baca!

Senang Membaca Sejak Sekolah Dasar

Dunia Dosen merupakan salah satu portal yang menyajikan informasi penting dan menarik untuk kalangan dosen. Salah satu segmen atau rubrik yang disuguhkan adalah ulas profil dosen.

Untuk edisi kali ini, Dunia Dosen berhasil melakukan wawancara secara online bersama profil kita untuk mengenal sosok dosen luar biasa dari seluruh penjuru negeri. Dunia Dosen kemudian memiliki kesempatan untuk berbincang dengan Dr.Ir Fransina S. Latumahina, S.Hut., MP.IPU, dosen si hitam manis asal Ambon Manise.

Dalam perbincangan tersebut dibahas berbagai hal terkait kiprah yang dilakoni selama beliau menekuni profesi dosen. Dr.Ir Fransina S. Latumahina, S.Hut., MP.IPU saat ini tercatat sebagai salah satu dosen tetap pada program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon yang memiliki Sinta Score Overall sebesar 1.099.

Memiliki kesukaan pada kegiatan belajar dan membaca sejak duduk di bangku sekolah dasar. Rupanya menjadi salah satu pendorong dirinya memutuskan menekuni profesi dosen.

“Dari semasa sekolah SD, SMP, dan SMA, saya senang membaca, belajar, senang ikut sesuatu yang ke arah lebih serius.” kata Bu Sintya saat berhasil diwawancara tim Dunia Dosen secara online melalui aplikasi Zoom ketika beliau sedang menghabiskan liburan akhir tahun bersama keluarga di Bilangan Jakarta akhir desember lalu.

Kegemaran membaca membuat sosoknya menyukai kegiatan belajar dan hal-hal berbau serius, sehingga tanpa disadari karakter ini membentuk dirinya menjadi sosok ideal sebagai seorang dosen.

“Jadi, dengan sendirinya terbentuk karakter tersebut kemudian tertarik untuk terus belajar dan belajar. Jadi, pikirnya saya mungkin ininya (arahnya) menjadi dosen.” tambahnya.

Lebih lanjut, Bu Sintya juga menjelaskan semasa kuliah S-1 di Universitas Pattimura Ambon sekitar tahun 1997 hingga 2002. Dirinya telah mendapat kesempatan menjadi asisten dosen, berhasil meraih gelar Cumlaude saat wisuda dari 907 orang wisudawan dan berhasil mendapat beasiswa pendidikan dari Pemerintah Daerah Maluku untuk studi lanjut pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2003.

Baca Juga :

Meraih Keberkahan Hidup Dunia Akhirat dengan Berbagi Ilmu Bermanfaat

Iwan Aprianto: Dimana Ada Kemauan Maka Ada Kemampuan

Mencari Kebahagiaan dan Kesenangan dengan Menjadi Seorang Dosen

Fokus di Bidang Kehutanan

Dunia kehutanan di tahun 1997 menjadi bidang yang menarik di mata Bu Sintya. Pada masa tersebut, dirinya menuturkan Indonesia masih memiliki kawasan hutan yang sangat luas. Hanya saja masih belum dikelola (ditata) dengan baik.

Lewat ketertarikan inilah, muncul keinginan untuk menekuni bidang keilmuan kehutanan dan dibuktikan dengan masuk ke program studi Kehutanan di Universitas Pattimura. Siapa sangka, setelah lulus S-1 dirinya mendapatkan jalan untuk menjadi dosen di kampus sendiri.

“Sekitar tahun 1997 dunia kehutanan kelihatan menarik, sebab banyak perusahaan kayu di Maluku di kawasan Timur Indonesia. Hutannya juga masih banyak, sehingga ketika melihat kawasan hutan yang begitu banyak yang masih belum diatur, ditata, dan diolah sedemikian rupa. Jadi, saya menjadi tertarik.” ungkap Bu Sintya.

Keingintahuan untuk mengungkap rahasia di dalam hutan menjadi dasar kenapa program studi Kehutanan pada akhirnya diambil. Kemudian menjadi bidang keilmuan yang ditekuni sampai jenjang S-3, yang ditempuh olehnya di UGM.

Berkiprah 23 Tahun sebagai Dosen Kaya Prestasi

Tanpa disadari, profesi dosen sudah ditekuni Bu Sintya selama 23 tahun sejak satu tahun lulus kuliah S-1 di Universitas Pattimura. Pada masa tersebut, dosen dengan ijazah S-1 masih bisa menekuni profesi ini.

Sebagai bentuk komitmen dalam menekuni profesi dosen, proses mengembangkan jenjang pendidikan terus dilakukan. Bu Sintya tercatat menempuh pendidikan S-2 dan S-3 pada Fakultas Kehutanan UGM dengan bidang fokus pada ilmu perlindungan hutan yang ditekuni secara serius sampai sekarang.

Tak hanya itu, Bu Sintya juga diketahui fokus dalam mengembangkan karir akademiknya. Rupanya, semangat tersebut ditunjukan dengan keberhasilannya sepanjang kariernya sebagai dosen. Tercatat beberapa rekam jejak keberhasilannya diantaranya memenangkan program dana hibah kompetitif yang diselenggarakan oleh kementrian pendidikan nasional, selama 3 tahun berturut – turut, menjadi detaser nasional kemendikbud, menjadi asesor PAUD dan PNF, mengikuti program sandwich di University of Western Australia, menjadi sekretaris Forum dosen indonesia Maluku, memiliki puluhan publikasi ilmiah pada jurnal-jurnal yang terakreditasi SINTA, Scopus dan WOS serta menjadi pembicara nasional pada berbagai universitas di Indonesia.

Lebih lanjut Latumahina menegaskan sebagai dosen harus bekerja semaksimal mungkin untuk meraih gelar Profesor (Guru Besar), sehingga aktivitas tri dharma perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.

“Selama kita belum ke tahapan Profesor, mestinya kita harus banyak bekerja, banyak belajar, pengembangan diri, supaya kita bisa sampai ke jabatan tertinggi. Kalau sudah menjadi Profesor, mungkin bisa lebih banyak ke penelitian.” ungkap Bu Sintya.

Menurutnya, menjadi dosen memang harus memfokuskan diri untuk melaksanakan aktivitas tri dharma sehingga gelar Profesor dapat dicapai, untuk itu seorang dosen memang harus berkomitmen untuk terus bekerja, belajar, dan mengembangkan diri.

Selama dua dekade lebih menekuni profesi dosen, dirinya tak hanya paham pentingnya mengembangkan karir akademik. Akan tetapi juga paham bagaimana memaksimalkan publikasi ilmiah yang juga menjadi kewajiban seorang dosen.

Sebagai dosen di bidang keilmuan Kehutanan, Bu Sintya fokus melaksanakan penelitian secara rutin. Publikasi terhadap hasil penelitiannya juga banyak tertuang di dalam buku maupun jurnal.

Bersama Penerbit Deepublish dan beberapa penerbit lainnya, Latumahina telah banyak menulis bukunya dan menerangi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Sebut saja seperti Respon Semut Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan, Kajian Perhutanan Sosial di Maluku dan Papua, penyebaran hama hutan di Indonesia, Kajian Kemiskinan Kota Ambon. Tak hanya buku, publikasi ilmiah yang dilakukan pun mencakup publikasi ke dalam jurnal. Beberapa artikel ilmiah yang ditulisnya berhasil menembus jurnal nasional dan internasional bereputasi

Misalnya artikel ilmiah bertajuk Ants of Ambon Island – diversity survey and checklist, Ants as a climate change bioindicator in Sirimau Forest at Ambon Island, Insects in Teak (Tectona grandis LF) in The Forest Area of Passo Village City of Ambon Maluku.

Meskipun menorehkan banyak prestasi selama menjadi dosen, diakui Bu Sintya bahwa dosen memang sering berhadapan dengan masalah finansial. Mengurus publikasi yang membutuhkan dana dibutuhkan trik tersendiri agar bisa dilakukan.

Inilah alasan kenapa dirinya sering ikut berpartisipasi dalam program dana hibah penelitian maupun publikasi. Lewat program-program pendanaan seperti inilah, aktivitas tri dharma yang dilakukan, termasuk aktivitas publikasi ilmiah bisa berjalan lancar.

Selain itu, dirinya pun menjelaskan bahwa menekuni profesi dosen harus siap dengan kondisi finansial yang terbatas. Akan tetapi, dosen ini memiliki tabungan besar di akhirat lewat kiprahnya berbagi ilmu pengetahuan ke masyarakat luas.

Semangat menjadi dosen pun diakuinya bersumber dari nilai tambah profesi dosen di mata masyarakat. Harus diakui, profesi dosen termasuk profesi keren yang sangat dihargai oleh masyarakat luas. Hal ini bisa menjadi sumber semangat dan motivasi agar terus berkarya.

“Prinsip saya adalah pekerjaan dosen itu upahnya besar di surga. Upahnya nggak besar di dunia, tapi di surga. Kita mengamalkan ilmu kita, membantu banyak orang. Dari sisi keuangan, kita nggak lebih-lebih banget atau kurang-kurang banget. Tapi ketika kita sudah nggak ada, tapi kita banyak diberkati.” kata Bu Sintya mengakhiri wawancaranya.

Artikel Terkait :

Vivin Zulfa Atina: Dosen Harus Bisa Menggali Potensi Diri dan Mahasiswa dalam Kolaborasi Melaksanakan Tri Dharma

Dr. Edy Santoso 8 Kali Gagal Masuk Perguruan Tinggi Kini Jadi Dosen Universitas Bergengsi

Dr. I Gusti Bagus Rai: Dosen Harus Beradaptasi dengan Kebutuhan Masyarakat dan Dunia Industri

Admin Dunia Dosen

Admin Website Dunia Dosen Indonesia.

Recent Posts

3 Karakter Dosen untuk Pengembangan Indikator Kinerja Dosen

Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…

1 day ago

Pendaftaran Doha Institute Scholarship Jenjang S3 Tahun 2025 Dibuka!

Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…

1 day ago

Royal Thai Government Scholarship 2025 untuk Jenjang S2 dan S3

Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…

1 day ago

Program IASP 2025 untuk Dosen Kuliah S3 Gratis di Austria Resmi Dibuka!

Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…

6 days ago

Indikator Kinerja Dosen Sesuai Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024

Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…

6 days ago

Standar Minimum Pelaksanaan Hibah Penelitian dalam Indikator Kinerja Dosen

Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…

6 days ago