Dalam menjalankan kegiatan penelitian, dosen tentunya diharapkan bisa menghindari segala bentuk pelanggaran kode perilaku dosen. Salah satunya adalah falsifikasi atau aksi modifikasi terhadap data penelitian yang dilakukan.
Data dalam penelitian idealnya disampaikan apa adanya dalam laporan penelitian dan publikasi ilmiah sebagai luarannya. Karena satu dan lain hal, kadang kala ada proses modifikasi terhadap data tersebut.
Melakukan modifikasi pada data penelitian tentu melanggar etika penelitian sekaligus kode perilaku dosen yang tertuang di dalam Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024. Tindakan tercela ini tentunya perlu dihindari. Berikut penjelasan detailnya.
Dikutip melalui website resmi Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat, falsifikasi dalam penelitian adalah pemalsuan data penelitian dengan memanipulasi bahan penelitian, peralatan, proses, mengubahkan bahkan tidak mencantumkan hasil yang seharusnya sehingga tidak disajikan secara akurat dalam penelitian.
Semetara itu, dikutip melalui blog milik Amar Sani, Kepala Perpustakaan dan juga IT Support sebuah PTS di Indonesia, falsifikasi adalah mengubah data sesuai dengan keinginan, terutama agar sesuai dengan simpulan yang ingin diambil dari sebuah penelitian.
Mengubah atau memodifikasi data penelitian adalah sesuatu yang dilarang karena perubahan ini akan menjadikan validitas data menjadi rendah. Kemudian mempengaruhi kualitas dari hasil penelitian.
Hasil penelitian yang terbukti telah terjadi modifikasi data akan dianggap sebagai hasil penelitian yang gagal sehingga bisa mencoreng nama peneliti sekaligus institusi maupun lembaga penelitian yang menaungi peneliti tersebut.
Dalam profesi dosen, mengacu pada Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, falsifikasi termasuk dalam bentuk pelanggaran kode perilaku dosen. Kode perilaku dosen sendiri adalah bagian dari kode etik profesi dosen yang wajib dipatuhi dosen di Indonesia.
Pelaku tindakan ini tentunya akan diberikan sanksi. Sesuai dengan aturan, sanksi yang diterima dosen bisa teguran secara tertulis maupun secara lisan. Dalam beberapa kondisi, suatu perguruan tinggi bisa menetapkan sanksi yang lebih berat.
Baca Juga: Pelanggaran Etika Publikasi Ilmiah, Bentuk & Dampaknya
Bentuk dari falsifikasi atau modifikasi data penelitian cukup beragam, diantaranya:
Bentuk modifikasi data yang pertama adalah mengubah data atau memodifikasi data. Peneliti dengan sengaja mengubah data penelitian dengan tujuan data tersebut sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan sebelum memulai penelitian.
Contohnya, sebuah studi tentang efek diet tertentu terhadap penurunan berat badan, peneliti mengumpulkan data dari berbagai peserta. Namun, setelah analisis, beberapa data peserta menunjukkan bahwa diet tersebut tidak efektif.
Data tertentu bahkan memberikan hasil yang lebih buruk pada beberapa individu. Namun, peneliti menjaga reputasi studi dan kesimpulan yang diinginkan. Peneliti hanya memilih data yang menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.
Bentuk kedua dari falsifikasi dalam penelitian adalah menghilangkan data. Tindakan peneliti yang menghilangkan atau tidak mencantumkan suatu data yang dianggap tidak menguntungkan. Seperti data yang tidak sesuai hipotesis, data yang bertentangan dengan hasil penelitian yang diharapkan, dan sejenisnya.
Contohnya, peneliti sedang melakukan studi untuk mengevaluasi efektivitas sebuah terapi baru terhadap penurunan tekanan darah. Dalam analisis data, beberapa peserta yang mengikuti terapi menunjukkan hasil yang tidak memadai atau bahkan memburuk.
Peneliti memiliki keinginan bahwa terapi tersebut memberikan hasil sebaliknya. Sehingga peneliti menghilangkan data dari peserta-peserta yang tidak menunjukkan perbaikan atau yang mengalami efek samping buruk. Tindakan ini hanya menyisakan data yang menunjukan efek positif.
Bentuk ketiga dari falsifikasi data dalam penelitian adalah menyajikan data yang menyesatkan. Artinya, peneliti dengan sengaja menuliskan data yang berbeda dengan data yang didapatkan dalam penelitian tersebut sehingga seolah-olah sesuai dengan hipotesis atau dengan hasil penelitian yang diharapkan.
Contohnya, dalam menyajikan (memvisualisasikan) data penelitian, peneliti menghapus salah satu variabel. Hal ini akan berdampak pada data dalam grafik yang stabil dan terkesan penelitian yang dilakukan berhasil dengan mendapat hasil positif. Padahal, kenyataan berkata lain.
Pelajari kode etika dosen selengkapnya:
Selain falsifikasi, salah satu pelanggaran kode perilaku dosen lain adalah fabrikasi. Tidak sedikit dosen yang memahami kedua bentuk pelanggaran ini adalah sama. Padahal keduanya berbeda satu sama lain.
Secara definisi, falsifikasi adalah memanipulasi data atau hasil penelitian yang sudah ada untuk membuatnya tampak mendukung hipotesis atau kesimpulan yang diinginkan. Semetara fabrikasi adalah menciptakan data atau hasil penelitian yang sepenuhnya tidak ada.
Jadi, perbedaan keduanya adalah pada aksi penyajian data. Falsifikasi membuat peneliti melakukan modifikasi pada data penelitian. Baik itu menghapus data maupun mengubah data agar sesuai dengan keinginan. Dimana data ini juga berasal dari penelitian yang dilakukan.
Berbeda dengan fabrikasi, data disajikan peneliti dengan sumber dari antah berantah. Namun, peneliti menjelaskan seolah-olah data tersebut didapat dari proses penelitian. Sehingga peneliti menyajikan data yang tidak pernah ada.
Jika dosen dalam penelitiannya menyajikan data yang tidak pernah didapatkan dalam penelitian tersebut, dosen sedang melakukan fabrikasi. Jika data penelitian diubah dan data ini memang didapatkan dari penelitian, dosen tersebut melakukan falsifikasi.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa kasus falsifikasi yang dilakukan sejumlah dosen:
Dr. Marc Hauser diketahui sempat menjadi dosen psikologi di Harvard University, Amerika Serikat. Dosen satu ini dikenal publik aktif melakukan kegiatan penelitian kognisi hewan, terutama pada primata non-manusia.
Sayangnya, terdapat tindakan falsifikasi berupa mengubah data eksperimen dan memanipulasi hasil percakapan dari penelitian yang dilakukan terhadap primata, seperti monyet.
Data yang sudah diubah tersebut diketahui sudah diterbitkan di sebuah jurnal internasional terkemuka. Kasus ini terungkap melalui hasil penyelidikan internal Harvard University.
Pada tahun 2011 dengan terkuaknya aksi pelanggaran etika tersebut, Dr. Marc Hauser mengundurkan diri. Selain itu tidak lagi aktif di dunia akademik, sebab reputasi akademiknya sudah runtuh total.
Contoh kasus kedua terjadi di Universitas Dusseldorf yang merupakan salah satu perguruan tinggi terkemuka di Jerman. Kasus falsifikasi dilakukan oleh Dr. Joachim Boldt yang diketahui merupakan profesor anestesiologi.
Nama profesor ini terlibat dalam skandal falsifikasi data besar dalam penelitian medis pada 2011. Falsifikasi data ditemukan di lebih dari 500 publikasi ilmiah, banyak di antaranya terkait dengan penggunaan obat anestesi pada pasien.
Pada penyelidikan lebih mendalam, Boldt terbukti melakukan falsifikasi data terkait efek obat anestesi dan prosedur medis lainnya, yang mempengaruhi kesimpulan ilmiah dan rekomendasi pengobatan.
Atas tindakan ini, Dr. Boldt dipecat dari Universitas Dusseldorf. Selain itu, publikasi ilmiahnya yang terbukti ada pencantuman data menyesatkan dicabut dari sejumlah jurnal ilmiah ternama.
Contoh kasus falsifikasi data penelitian yang dilakukan kalangan dosen berikutnya adalah dari Swedia. Yakni oleh Dr. Paolo Macchiarini yang dulunya merupakan ahli bedah toraks di Karolinska Institute dan dokter terkenal dalam bidang transplantasi trakea.
Pada tahun 2015, namanya tersandung dalam kasus falsifikasi skala besar yang terungkap ke publik. Ternyata, Dr. Macchiarini melakukan fabrikasi dan manipulasi data terkait hasil transplantasi trakea.
Hasil investigasi ditemukan beberapa pasien yang menjalani prosedur tersebut mengalami komplikasi serius dan beberapa bahkan meninggal. Data ini disembunyikan dan tidak pernah diungkap dalam laporan penelitiannya terkait terapi trakea.
Atas tindakannya tersebut, Macchiarini dipecat dari Karolinska Institute. Disusul dengan pencabutan sejumlah artikel ilmiah yang sudah dipublikasikan ke berbagai jurnal internasional ternama.
Falsifikasi data penelitian termasuk dalam pelanggaran etika penelitian dan kode perilaku dosen di Indonesia sehingga tindakan tercela ini perlu dihindari untuk menjaga integritas akademik dan integritas penelitian di tanah air.
Godaan untuk melakukan modifikasi pada data penelitian mungkin sangat tinggi. Apalagi jika dosen ingin membangun reputasi kepakaran dan ingin mendapat stempel sukses dari masyarakat ilmiah dan masyarakat umum sekaligus pemerintah.
Namun, tindakan ini tentu berisiko. Sekelas dosen dari universitas ternama seperti Harvard University bahkan bisa tergoda dan mendapat sanksi berat atas tindakan tersebut. Maka tidak ada alasan apapun untuk tetap melakukannya.
Berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan dosen sebagai upaya menghindari keinginan melakukan falsifikasi dalam penelitian:
Upaya atau tips pertama yang bisa dilakukan dosen untuk menghindari falsifikasi adalah memiliki komitmen dalam menjaga kejujuran dan memiliki komitmen untuk menjaga transparansi.
Artinya, dosen perlu membangun kesadaran pribadi mengenai arti pentingnya selalu bersikap jujur pada penelitian yang dilakukan karena menjadi bagian dari proses ilmiah penelitian tersebut.
Ketidakjujuran untuk data, meskipun dalam skala kecil, sudah keluar dari proses ilmiah. Hal ini membuat penelitian menjadi tidak ada artinya karena data tidak disampaikan sesuai aktual di lapangan, melainkan dimodifikasi agar sesuai keinginan peneliti.
Dosen perlu memahami bahwa tidak semua penelitian memberi hasil sesuai hipotesis dan keinginan. Ada kalanya terjadi sebaliknya. Namun, apapun hasilnya perlu disampaikan apa adanya dalam laporan penelitian dan publikasi sebagai luaran penelitian tersebut.
Baca Juga: Hindari 7 Pelanggaran Integritas Akademik Ini Agar Lolos Jabfung
Tips yang kedua, dosen perlu menggunakan protokol penelitian yang jelas dan dipatuhi dengan baik. Dosen perlu mengikuti seluruh prosedur kegiatan penelitian sesuai dengan standar dan rencana yang ditetapkan di awal.
Selain itu, dalam protokol tersebut juga ada proses dokumentasi terhadap setiap proses penelitian sehingga didapatkan data-data yang jelas di setiap proses penelitian tersebut.
Protokol ini juga mencakup kegiatan pengawasan dan evaluasi dari perguruan tinggi maupun tim evaluasi dari penyedia hibah penelitian. Sehingga memastikan proses penelitian sesuai standar yang ditetapkan dan bebas dari segala bentuk pelanggaran etika. Termasuk falsifikasi.
Tips ketiga dalam menghindari pelanggaran etika lewat modifikasi data adalah memilih metode analisis data yang tepat. Harus diakui, data dalam penelitian bisa meleset dari hipotesis dan kesimpulan yang diharapkan karena kesalahan dalam analisis.
Metode yang digunakan bisa saja keliru dan tidak sesuai. Tak hanya itu, proses analisis data tidak sesuai standar, misalnya ada tahapan yang terlewat. Selain itu juga ada faktor lain yang membuat proses analisis data tidak maksimal.
Oleh sebab itu, peneliti atau dosen perlu teliti dalam menentukan metode analisis data sehingga meminimalkan kesalahan analisis. Hal ini membantu dosen menerima kenyataan dengan bijak ketika data tidak sesuai hipotesis. Selain itu, dosen bisa lebih puas saat data sesuai hipotesis karena sudah dianalisis dengan benar.
Tips selanjutnya adalah melakukan proses verifikasi data dan dilakukan dengan tim penelitian. Verifikasi data akan membantu melakukan pengecekan ulang terhadap seluruh data dalam penelitian.
Pengecekan yang dilakukan bersama tim akan menjaga kejujuran dan transparansi. Jika salah satu tim penelitian berniat melakukan modifikasi data, maka anggota tim penelitian lain mengingatkan.
Sebab tanpa adanya proses verifikasi bersama, risiko dosen tergoda melakukan modifikasi dan pemalsuan data yang menyesatkan lebih tinggi. Jadi, silakan menambahkan tahapan ini sebagai upaya menghindari godaan tersebut.
Tips kelima yang bisa diusahakan untuk dosen terhindar dari falsifikasi data adalah mendokumentasikan penelitian itu sendiri. Dokumentasi dalam bentuk rekaman video, catatan di jurnal penelitian yang dimiliki dosen, dan dalam bentuk rekaman.
Diketahui bisa menjadi reminder dan bukti, jika suatu ketika ada masalah atau terkena isu kasus. Selain itu, dengan kebiasaan mendokumentasikan kegiatan penelitian maka meminimalkan keinginan memanipulasi data.
Sebab dosen tahu betul data yang sebenarnya didapatkan dalam penelitian seperti apa. Sekaligus hasil dokumentasi bisa dijadikan bahan renungan untuk menekan keinginan melakukan modifikasi data.
Selanjutnya adalah mengikuti, memahami, dan mematuhi seluruh etika penelitian. Etika penelitian ini membantu dosen memahami detail rambu-rambu dalam penyajian data penelitian.
Perka LIPI No.6/E/2013 menyebutkan rambu-rambu dalam etika penelitian dan 4 (empat) tanggung jawab, yaitu:
Selain itu, Permendikbudristekdikti Nomor 44 Tahun 2024 menyebutkan dalam kode perilaku dosen, salah satunya tidak melakukan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah yang terdiri atas:
Tips yang ketujuh adalah dosen menyadari segala risiko yang mungkin ditanggung jika melakukan modifikasi data dalam penelitian. Mulai dari mendapat teguran tegas dari perguruan tinggi, sampai pemecatan dan penarikan seluruh publikasi ilmiah di jurnal maupun media publikasi lain.
Tips menghindari tindakan falsifikasi juga perlu dilakukan oleh perguruan tinggi yang menaungi dosen. Salah satunya menyelenggarakan pelatihan tentang etika penelitian, workshop kepenulisan karya ilmiah, dan sebagainya sehingga menanamkan kejujuran dan transparansi bagi para dosen.
Tips berikutnya juga dilakukan oleh perguruan tinggi yang membentuk komite etika penelitian sehingga ada pemeriksaan antara isi laporan penelitian dengan data dan dokumentasi penelitian yang dibuat oleh dosen. Hal ini bisa meminimalkan kecurangan.
Selain beberapa tips yang sudah disebutkan, tentunya masih banyak upaya lain bisa dilakukan dosen untuk menghindari falsifikasi. Selain dari kesadaran dosen sendiri, upaya-upaya juga perlu dilakukan perguruan tinggi sehingga bisa menetapkan SOP atau standar operasional kegiatan penelitian yang jelas dan berstandar tinggi.
Jangan berhenti di Anda. Yuk, sebarkan informasi ini agar pelanggaran integritas akademik tidak terjadi di rekan atau kalangan Anda. Silakan bagikan informasi penting ini ke rekan Anda melalui tombol share. Semoga bermanfaat!
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…