Memahami dan mematuhi etika publikasi adalah hal penting untuk semua dosen dan peneliti di Indonesia dan juga di seluruh dunia. Etika publikasi biasanya disusun oleh pengelola jurnal maupun penerbit untuk memastikan naskah yang dikirimkan ke redaksi terjamin aman untuk dipublikasikan.
Namun, di sisi penulis atau peneliti, etika dalam publikasi ilmiah mencakup etika penelitian dan etika penulisan karya tulis ilmiah yang akan dipublikasikan sehingga memastikan tidak ada pelanggaran etika seperti plagiarisme, falsifikasi, fabrikasi, dan lain sebagainya.
Jika etika dalam penelitian dan penyusunan karya ilmiah dipatuhi dengan baik, proses publikasi juga dijamin bebas pelanggaran sehingga tidak terlibat dalam kasus pelanggaran seperti yang sedang hangat diperbincangkan. Baik itu pencatutan nama, titip nama ke jurnal, sampai plagiarisme.
Dikutip melalui buku Etika Penelitian dan Penulisan Artikel Ilmiah karya dari I. M. Sukamerta dkk (2017), kata “etika” secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki banyak arti, seperti adat, kebiasaan, akhlak, watak, dan perasaan.
Sementara itu, dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, etika memiliki definisi sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Secara umum, etika bisa didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menunjukan perilaku baik sesuai dengan tatanan norma, aturan, moral, sampai kesesuaian dengan ajaran suatu agama yang dianut seseorang.
Etika kemudian diterapkan di semua bidang atau aspek kehidupan, termasuk etika publikasi yang tentu menjadi bahan perhatian akademisi terutama dosen dan peneliti profesional. Etika dalam kegiatan publikasi menjadi kunci untuk menjaga kredibilitas peneliti.
Secara umum, etika dalam publikasi ilmiah adalah pedoman dalam berperilaku baik sesuai aturan atau ketentuan dalam mengurus proses publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah disini bisa dalam prosiding, jurnal, maupun penerbitan buku.
Bagi kalangan dosen, etika publikasi mencakup etika dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan etika dalam menyusun karya tulis ilmiah berisi hasil penelitian tersebut sehingga ketika kedua etika ini dijaga, publikasi ilmiah yang dilakukan bebas dari pelanggaran etika.
Etika dalam pelaksanaan kegiatan penelitian diketahui terdiri dari 4 (empat) prinsip dasar, yaitu:
Sementara untuk etika penulisan karya tulis ilmiah yang menjelaskan hasil suatu penelitian juga cukup beragam. Menurut Saukah (2002), etika penulisan karya ilmiah mencakup:
Keberadaan etika publikasi yang mencakup juga etika penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah tentu bukan tanpa alasan maupun tujuan. Ketika etika ini diterapkan atau dipatuhi maka akan membantu pencapaian beberapa tujuan. Berikut beberapa tujuan menerapkan etika publikasi ilmiah:
Tujuan yang pertama adalah untuk menjaga akurasi temuan yang dipublikasikan untuk diakses dan dimanfaatkan semua orang. Akurasi ini memastikan bahwa temuan suatu penelitian adalah benar dan aman untuk dimanfaatkan.
Sebab temuan suatu penelitian diharapkan bisa mengembangkan teknologi dan memudahkan aktivitas (pekerjaan) tertentu sehingga akurasinya harus terjamin dan akan terpenuhi ketika peneliti mematuhi kode etik yang berlaku.
Setiap temuan peneliti dari perjalanan panjang penelitian yang dilakukan bisa disebut sebagai kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual dengan bentuk yang jelas dan didaftarkan untuk mendapat perlindungan hukum adalah hal penting.
Lewat etika penelitian dan penulisan karya ilmiah, peneliti bisa memastikan kekayaan intelektualnya adalah buah pikiran sendiri sekaligus menjadi temuan yang bisa dimanfaatkan banyak orang ketika sudah dipublikasikan.
Tujuan berikutnya adalah untuk melindungi objek penelitian. Dalam publikasi ilmiah, Anda akan mencantumkan objek penelitian yang sudah dipilih dengan seksama. Objek di sini tentu saja perlu dilindungi dengan mematuhi kode etik yang berlaku sehingga mencegah terjadinya pengrusakan pihak tertentu terhadap objek tersebut.
Tanpa adanya etika publikasi ilmiah, seorang peneliti cenderung melakukan publikasi sesuai kehendaknya sehingga ada kemungkinan akan terjadi pelanggaran terhadap publikasi ilmiah dari peneliti lain. Misalnya dijiplak tanpa izin (plagiarisme).
Oleh sebab itu, etika ditetapkan dan wajib dipatuhi semua peneliti untuk memberi perlindungan dan menjaga reputasi peneliti tersebut. Peneliti yang sudah melakukan pelanggaran maka nama baiknya tidak akan pernah pulih 100%.
Tujuan yang terakhir dari penetapan etika dalam publikasi ilmiah adalah untuk menjaga atau menegak etika moral. Etika moral artinya adalah pemahaman bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.
Jadi, tidak terjadi normalisasi terhadap hal yang salah dan kemudian dibenarkan. Kondisi ini akan membuat pelanggaran etika dilakukan lebih banyak orang dan merugikan lebih banyak orang juga.
Bicara mengenai etika publikasi ilmiah maka akan erat kaitannya dengan pelanggaran etika itu sendiri. Hal ini tentu penting untuk dibahas atau dipahami karena tidak sedikit yang sudah paham pengertian etika dalam publikasi tetapi masih melakukan pelanggaran.
Alasannya adalah tidak paham bahwa apa yang dilakukan termasuk dalam pelanggaran etika tersebut. Beberapa bentuk pelanggaran etika dalam publikasi ilmiah, diantaranya:
Bentuk pelanggaran etika dalam publikasi ilmiah yang pertama adalah plagiarisme. Secara sederhana, plagiarisme terjadi ketika ada tindakan mengutip karya orang lain tanpa izin atau tanpa menjelaskan karya orang tersebut pada naskah (sitasi).
Oleh sebab itu, salah satu upaya menghindari dugaan dan tindakan plagiat adalah selalu mencantumkan sumber. Selain itu dicantumkan dengan baik dan benar sesuai tata aturan dalam penulisan karya ilmiah.
Jenis pelanggaran etika dalam publikasi ilmiah berikutnya adalah duplikasi publikasi atau publikasi ganda. Sesuai namanya, pelanggaran ini terjadi karena peneliti mengirimkan naskah ilmiah ke dua penerbit atau lebih.
Misalnya submit artikel ke dua jurnal berbeda dalam waktu bersamaan. Langkah ini mungkin diambil untuk memilih jurnal mana yang proses publikasinya paling cepat karena terdesak deadline. Namun, bagaimana jika sama-sama diterima dan dipublikasikan?
Anda sudah melakukan pelanggaran etika dalam bentuk duplikasi publikasi. Jika dikaitkan dengan plagiarisme, Anda sama halnya sudah melakukan self plagiarism. Hal tersebut tentu perlu Anda hindari sejak awal.
Baca Juga: Memahami Self Plagiarism Setelah Isu yang Menimpa Rektor Terpilih USU
Bentuk ketiga dari pelanggaran etika publikasi ilmiah adalah manipulasi data. Manipulasi data terjadi ketika peneliti sengaja mengubah, menambah, maupun mengurangi data penelitian sehingga tidak lagi sesuai dengan aktual di lapangan.
Hal ini dilakukan bisa karena terjerat konflik kepentingan atau sebab lain, sehingga menurunkan kredibilitas hasil penelitian dan nama baik peneliti itu sendiri. Oleh sebab itu, data penelitian wajib dicantumkan apa adanya meski tidak sesuai harapan.
Bentuk keempat dari pelanggaran etika saat mengurus publikasi ilmiah adalah tidak mencantumkan nama penulis yang memberi kontribusi. Kontribusi disini adalah kontribusi intelektual, baik dalam penulisan maupun mengurus proses publikasi ke jurnal (korespondensi).
Setiap penulis yang memberikan kontribusi sesuai ketentuan, maka wajib dicantumkan. Skala kontribusi akan menentukan posisi penulis tersebut apakah sebagai penulis pertama, kedua, korespondensi, maupun penulis pendamping.
Baca Juga: Penulis Korespondensi yang Jadi Indikator Penilaian Hibah Dikti
Bentuk pelanggaran etika berikutnya adalah pemalsuan gambar visual. Artinya, ketika visualisasi data penelitian dilakukan maka ada pemalsuan data. Misalnya data dalam grafik maupun tabel diubah dan tidak sesuai data aktual.
Hal ini biasanya akan mengikuti dari pelanggaran manipulasi data. Sehingga data yang sudah diubah dalam teks akan ikut mempengaruhi data yang ditampilkan dalam grafik, tabel, dan gambar visual lainnya. Hal ini tentu saja sama artinya sudah memanipulasi data dan melanggar etika.
Pelanggaran berikutnya adalah ketika peneliti menerbitkan jurnal palsu. Artinya peneliti menerbitkan artikel ilmiah ke jurnal predator yang tidak kredibel karena melewati tahapan umum sesuai kode etik publikasi ilmiah.
Misalnya melewati tahapan peer review dari ahli di bidangnya. Proses ini biasanya diabaikan untuk mencegah proses publikasi panjang dan mempersingkat publikasi. Sehingga kredibilitas artikel yang dipublikasikan rendah dan rentan terjadi plagiarisme karena tidak diperiksa sebagaimana mestinya.
Bentuk pelanggaran etika lainnya dari publikasi ilmiah adalah kesalahan penulisan. Misalnya ada interpretasi data masih keliru, metode penelitian yang dipaparkan kurang tepat, dan kesalahan-kesalahan lain.
Kesalahan ini biasanya akan diketahui reviewer sehingga akan diminta dilakukan revisi. Namun jika terjerat jurnal palsu maka proses ini tidak akan terjadi sehingga karya tulis keabsahannya rendah dan dipandang melanggar etika dalam publikasi.
Kasus pelanggaran etika publikasi ilmiah memang masih jamak dijumpai, termasuk di dunia akademik tanah air. Beberapa waktu lalu salah satu dosen di Indonesia disebut melakukan tindak pencatutan nama dosen lain dari Malaysia tanpa izin atas publikasinya.
Tak berselang lama, kasus dugaan pelanggaran etika dalam publikasi ilmiah dosen di Indonesia bertambah. Salah satu dosen dan mahasiswa di bawah bimbingannya diduga menjiplak publikasi ilmiah dosen dari Universitas Cambridge.
Kasus-kasus seperti ini tentu bisa dihindari jika sejak awal mematuhi seluruh etika dalam proses publikasi. Jika masih melakukan pelanggaran maka ada banyak dampak buruk bisa ditanggung.
Berikut dampak melakukan pelanggaran etika publikasi:
Dampak pertama yang sangat mungkin ditanggung pelaku pelanggaran etika adalah kehilangan kredibilitas. Jika selama ini seorang dosen dipandang sebagai ahli di bidangnya, selalu berkata jujur, dan selalu punya karya dari hasil buah pikiran sendiri.
Kemudian terbukti menjadi pelanggar kode etik dalam publikasi, kredibilitas yang dibangun bertahun-tahun akan runtuh. Anda tidak lagi dipandang sebagai ahlinya dan bahkan dipandang tidak lagi layak untuk melakukan kegiatan akademik.
Dampak kedua dari aksi melanggar etika publikasi ilmiah adalah kehilangan reputasi. Reputasi sendiri adalah bagian dari kredibilitas yang dijelaskan sebelumnya. Sebab, kredibilitas adalah aspek yang ingin dikembangkan seperti keahlian di suatu bidang.
Reputasi berkaitan dengan kesan yang ingin ditampilkan ke publik dan tentunya secara positif. Reputasi juga bisa disebut sebagai citra diri, saat terbukti melakukan pelanggaran etika maka reputasi ini juga akan runtuh begitu saja.
Dampak ketiga adalah terjadi pembatalan publikasi. Misalnya saat terbukti melakukan plagiarisme, pengelola jurnal bisa menghapus artikel ilmiah Anda yang sudah berstatus terpublikasi sehingga tidak lagi memiliki riwayat publikasi di jurnal tersebut.
Dampak keempat adalah mendapatkan penalti hukum maupun profesi. Penalti hukum adalah sanksi secara pidana maupun perdata karena ada tuntutan dari pihak yang merasa dirugikan atas pelanggaran pelaku.
Sementara sanksi profesi berkaitan dengan sanksi dari profesi yang ditekuni. Misalnya sanksi plagiarisme bagi dosen adalah mendapat teguran sampai diberhentikan secara tidak hormat oleh sebuah perguruan tinggi.
Dampak yang terakhir adalah penghentian dukungan keuangan atau pendanaan. Biasanya, jika pelaku pelanggaran etika mendapat hibah penelitian maupun publikasi ilmiah, pendanaan bisa saja diberhentikan sehingga tidak lagi mendapat dukungan untuk melanjutkan penelitian.
Jika terlanjur dan ketahuan, pelaku sangat mungkin diwajibkan untuk melakukan pengembalian dana.
Memahami betul berbagai dampak serius dari pelanggaran etika publikasi, Anda perlu melakukan antisipasi atau pencegahan. Berikut beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk mencegah melakukan pelanggaran etika:
Kiat yang pertama adalah selalu mempelajari dan mematuhi seluruh kode etik dari penelitian hingga penyusunan karya tulis ilmiah sehingga Anda terhindar dari pelanggaran.
Kiat kedua untuk mencegah melakukan pelanggaran etika dalam publikasi ilmiah adalah menggunakan sumber dengan tepat. Pastikan tidak hanya relevan dan kredibel, Anda juga perlu melakukan pengutipan sesuai ketentuan dan mencantumkan sumber di daftar pustaka agar tidak plagiat.
Kiat yang ketiga adalah mencantumkan daftar penulis dengan tepat. Hindari pencatutan nama maupun sekadar titip nama dalam publikasi jurnal. Setiap penulis harus memberikan kontribusi intelektual dan ditetapkan siapa yang menjadi penulis pertama, kontribusi, dan pendamping dengan benar sesuai skala kontribusi.
Kiat keempat untuk menghindari pelanggaran etika publikasi ilmiah adalah mengelola data penelitian dan data referensi dengan tepat. Mayoritas pengelola jurnal akan meminta data pendukung sebagai kode etika proses publikasi.
Kiat yang kelima adalah selalu teliti dalam memilih jurnal. Tujuan teliti dalam memilih adalah agar terhindar dari jurnal predator yang membuat publikasi tanpa peer review. Sehingga sudah menjadi pelanggaran etika dalam publikasi.
Apa itu jurnal predator? Pahami lebih dalam melalui Cara Mengetahui Jurnal Predator dan 7 Cara Menghindari Jurnal Predator agar Tidak Salah Publikasi.
Kiat yang terakhir adalah selalu menghindari konflik kepentingan. Jika dalam penelitian, pendanaan dari mitra, maka usahakan tetap berfokus pada hasil penelitian yang apa adanya sehingga tidak ada konflik kepentingan untuk membangun nama baik mitra dan memanipulasi data hasil penelitian.
Dengan menerapkan beberapa kiat tersebut, Anda selaku dosen sekaligus peneliti bisa menghindari pelanggaran etika publikasi ilmiah sehingga terhindar dari berbagai dampak yang mengancam kredibilitas dan karir akademik yang dimiliki.
Yuk, bagikan artikel ini ke rekan dosen lainnya agar sama-sama terhindar dari pelanggaran karena tidak mematuhi etika publikasi. Ajak diskusi dengan share artikel ini dengan cara klik tombol share yang ada. Semoga bermanfaat.
Peran strategis dosen dalam dunia akademik mencakup tanggung jawab integral untuk mengajar, melakukan penelitian, dan…
Publikasi ilmiah telah menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam dunia pendidikan akademik, khususnya bagi…
Dalam dunia akademik, publikasi ilmiah tidak hanya dianggap sebagai kewajiban secara administratif tetapi juga merupakan…
Dosen yang tengah menjalankan tri dharma tentunya berstatus dosen aktif. Namun, ada kalanya status dosen…
Salah satu data yang harus dilengkapi dosen saat mengajukan kenaikan jabatan fungsional adalah melampirkan pakta…
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…