Informasi

Etika Penggunaan AI Publisher Jurnal & Kominfo


Keberadaan etika penggunaan AI menjadi hal penting untuk memanfaatkan teknologi ini dengan bijak dan bertanggung jawab. Bagi pengguna teknologi AI, kemudian bisa memiliki batasan yang lebih jelas. Sehingga tidak menyalahgunakan teknologi ini. 

Selain itu, bisa terbantu untuk menghindari pelanggaran etika dalam penelitian sampai publikasi ilmiah. Sebab, teknologi AI memang banyak digunakan di dunia pendidikan. Baik di sekolah-sekolah, terutama di perguruan tinggi. 

Pada akhirnya, penggunaan teknologi AI untuk kegiatan apapun, termasuk kegiatan akademik harus memenuhi standar etika yang ada. Pertanyaannya, apa saja etika dalam penggunaan teknologi ini? 

Etika Penggunaan AI

Dikutip melalui website Verihubs, etika penggunaan AI adalah seperangkat panduan, nilai, dan aturan tidak tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pengembangan dan output dari teknologi AI itu sendiri.

Etika ini yang bisa dijadikan dasar dalam penggunaan teknologi AI. Sehingga membantu penggunanya untuk mengetahui apakah yang dilakukan dengan AI masih tergolong benar atau masuk kategori salah? 

Sebab, kemudahan dan kepraktisan, bahkan aspek hemat luar biasa yang diberikan teknologi AI bisa mendorong terjadinya penyalahgunaan. Misalnya memicu tindakan copy paste tanpa kredit yang jelas dalam menyusun karya tulis. Hal ini akan menimbulkan tindak plagiarisme. Selain itu juga bisa memicu terjadinya pelanggaran bentuk lainnya. 

Dikutip melalui website Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, dijelaskan bahwa UNESCO merilis etika pelanggaran AI pada November 2021. Bertajuk “Recommendation on The Ethics of Artificial Intelligence. Etika ini kemudian diadopsi oleh 193 negara anggota sebagai kerangka standar etika dalam AI.

Dikutip melalui detik.com, Menkominfo kemudian merilis surat edaran yang berisi daftar etika penggunaan teknologi AI. Isi surat edaran ini yang diharapkan bisa menjadi pedoman etika dalam pengembangan dan pemanfaatan AI di Indonesia. Berikut bunyi daftar etika penggunaan AI dalam surat edaran tersebut: 

Penyelenggaraan teknologi Kecerdasan Artifisial memperhatikan nilai Etika Kecerdasan Artifisial meliputi:

  1. Eksklusifitas
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu memperhatikan nilai kesetaraan, keadilan, dan perdamaian dalam menghasilkan informasi maupun inovasi untuk kepentingan bersama.
  2. Kemanusiaan
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu memperhatikan nilai kemanusiaan dengan tetap saling menjaga hak asasi manusia, hubungan sosial, kepercayaan yang dianut, serta pendapat atau pemikiran setiap orang.
  3. Keamanan
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu memperhatikan aspek keamanan pengguna dan data yang digunakan agar dapat menjaga privasi, data pribadi, dan mengutamakan hak pengguna Sistem Elektronik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
  4. Aksesibilitas
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Setiap pengguna memiliki hak yang sama dalam mengakses penyelenggaraan teknologi berbasis Kecerdasan Artifisial untuk kepentingannya dengan tetap menjaga prinsip etika Kecerdasan Artifisial yang berlaku.
  5. Transparansi
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu dilandasi dengan transparansi data yang digunakan untuk menghindari penyalahgunaan data dalam mengembangkan inovasi teknologi. Pelaku Usaha dan PSE dapat memberikan akses kepada pengguna yang berhak untuk mengetahui penyelenggaraan data dalam pengembangan teknologi berbasis Kecerdasan Artifisial.
  6. Kredibilitas dan Akuntabilitas
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial perlu mengutamakan kemampuan dalam pengambilan Keputusan dari informasi atau inovasi yang dihasilkan. Informasi yang dihasilkan melalui Kecerdasan Artifisial harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan ketika disebarkan kepada publik.
  7. Perlindungan Data Pribadi
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial harus memastikan perlindungan data pribadi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Pembangunan dan Lingkungan Berkelanjutan
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial mempertimbangkan dengan cermat dampak yang ditimbulkan terhadap manusia, lingkungan, dan makhluk hidup lainnya, untuk mencapai keberlanjutan dan kesejahteraan sosial.
  9. Kekayaan Intelektual
    Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial tunduk pada prinsip perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan dan Tanggung Jawab Penggunaan AI

  1. Pelaksanaan
    • Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial dilandasi dengan etika dan kode etik yang berlaku bagi Pelaku Usaha dan PSE.
    • Pelaksanaan program edukasi terkait Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial meliputi namun tidak terbatas pada pengembangan kompetensi teknis, studi aspek etika, humaniter dan sosial yang dilakukan untuk masyarakat, sebagai tanggung jawab pengembang untuk turut mengembangkan sumber daya manusia di Indonesia.
    • Penyelenggaraan kemampuan pemrograman berbasis Kecerdasan Artifisial sebagai pendukung aktivitas manusia.
    • Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah, penyelenggara, dan pengguna untuk mencegah adanya penyalahgunaan dan/ atau pemanfaatan teknologi berbasis Kecerdasan Artifisial yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
    • Pemanfaatan fasilitas Kecerdasan Artifisial untuk meningkatkan kreativitas pengguna dalam menyelesaikan permasalahan dan pekerjaan.
    • Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial yang saling menjaga privasi data sehingga tidak ada individu yang dirugikan.
  1. Tanggung Jawab
    • Memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial, khususnya terkait dengan penggunaan data
    • Memastikan Kecerdasan Artifisial tidak diselenggarakan sebagai penentu kebijakan dan/atau pengambil keputusan yang menyangkut kemanusiaan.
    • Mencegah adanya rasisme dan segala bentuk tindakan yang merugikan manusia.
    • Menyelenggarakan Kecerdasan Artifisial untuk peningkatan kemampuan berinovasi dan pemecahan masalah.
    • Melaksanakan kewajiban regulasi Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial dengan tujuan menjaga keamanan dan hak pengguna di media digital.
    • Memberikan informasi yang berkaitan dengan pengembangan teknologi berbasis Kecerdasan Artifisial oleh pengembang untuk mencegah dampak negatif dan kerugian dari teknologi yang dihasilkan terhadap pengguna, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan/atau publik.
    • Memperhatikan manajemen risiko dan manajemen krisis dalam pengembangan Kecerdasan Artifisial.

Baca Juga: 10 Platform Berbasis AI untuk Dosen agar Tugas Akademik Lebih Efektif

Kebijakan Penggunaan AI dari Publisher Jurnal

Teknologi AI kemudian diketahui bisa digunakan untuk berbagai kegiatan dan tujuan. Termasuk dalam penulisan karya tulis ilmiah, baik oleh mahasiswa maupun para dosen dan peneliti. 

Berkaitan dengan maraknya penggunaan teknologi AI dan semakin canggihnya teknologi ini. Maka mengantisipasi adanya pelanggaran etika penggunaan AI, sejumlah publisher jurnal terkemuka merilis kebijakan penggunaan teknologi tersebut. 

Praktis, seluruh penulis yang akan submit artikel di salah satu publisher yang merilis kebijakan ini harus mematuhinya. Dikutip dari salah satu unggahan akun Instagram @sciencemind.lab, berikut adalah daftar publisher jurnal ilmiah dan kebijakannya berkaitan dengan AI: 

1. Association for Computing Machinery (ACM)

Kebijakan yang pertama adalah dari publisher ACM (Association for Computing Machinery). Melalui website resminya dijelaskan setidaknya ada 3 poin terkait kebijakan penggunaan AI dalam penulisan artikel ilmiah. Yaitu: 

a. No Al Authorship

Aturan yang pertama dari ACM adalah tidak ada pengarang atau penulis artikel ilmiah dari teknologi AI. Sehingga, pada saat menggunakan teknologi ini untuk proses penulisan. Maka tidak dicantumkan sebagai salah satu penulis. 

Kebijakan ini kemudian menegaskan bahwa teknologi AI tidak bisa menjadi partner kolaborasi penulisan artikel ilmiah dan pengurusan publikasi (penulis korespondensi). Sehingga tidak dicantumkan di salah satu daftar penulis. 

b. Permitted Al Use

Kebijakan kedua adalah mengenai batasan dalam penggunaan AI. Teknologi ini diizinkan digunakan untuk pembuatan konten. Baik untuk menyempurnakan teks, memperbaiki hasil terjemahan, pembuatan grafik, pembuatan tabel, dan sebagainya. 

Namun wajib dicantumkan informasi mengenai penggunaan teknologi AI di dalam naskah. Sehingga pihak pengelola jurnal dan seluruh tim mengetahui adanya penggunaan teknologi AI. 

c. Mandatory Disclosure

Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, kebijakan ketiga berkaitan dengan etika penggunaan AI dari ACM adalah kewajiban mencantumkan informasi menggunakan AI. 

Jadi, menggunakan AI masih diperbolehkan dengan batasan wajar dan sesuai ketentuan etika. Namun, semua penggunaan AI, baik skala kecil maupun besar wajib dijelaskan di dalam naskah. 

2. Elsevier

Kebijakan penggunaan AI juga dirilis oleh publisher terkemuka, Elsevier. Dalam website resminya, publisher ini menegaskan penggunaan AI dengan batasan lebih jelas. Yakni hanya untuk meningkatkan kualitas bahasa dan keterbacaan. 

Sehingga AI dibatasi hanya untuk kebutuhan memperbaiki struktur bahasa dari naskah. Supaya lebih enak dibaca dan mudah dipahami. Penggunaan AI juga wajib dicantumkan di dalam naskah sebagai informasi kepada tim publisher maupun pembaca. 

3. Emerald Publishing

Emerald Publishing juga merilis kebijakan penggunaan AI untuk setiap artikel ilmiah yang akan di submit penulis. Terdapat dua hal yang ditegaskan. Pertama, teknologi AI bukan penulis sehingga tidak bisa masuk ke daftar nama penulis artikel ilmiah. 

Kedua, setiap penggunaan teknologi AI dalam proses penulisan dan pembuatan bagian apapun dalam artikel wajib dicantumkan. Sehingga penulis perlu menyampaikan informasi penggunaan AI tersebut di naskah. 

4. Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE)

Publisher Institute of Electrical and Electronics Engineers atau IEEE juga merilis kebijakan terkait etika penggunaan AI. Artikel ilmiah yang hendak di submit ke IEEE dan disusun dengan bantuan AI, maka wajib dicantumkan pada naskah. 

Pihak IEEE menjelaskan jika informasi penggunaan AI bisa dicantumkan di bagian ucapan terima kasih. Selain itu, IEEE juga menjelaskan tidak ada batasan dalam menggunakan AI dalam penulisan. 

Sehingga para penulis bisa menyusun teks dengan AI, penambahan gambar, dan konten-konten tertentu yang dibutuhkan. Namun, wajib mencantumkan informasi sudah menggunakan AI untuk pembuatan konten tersebut. 

5. Nature

Publisher Nature juga masuk daftar publisher yang mengumumkan kebijakan etika penggunaan AI. Pihak Nature menegaskan bahwa AI bukan penulis sehingga tidak bisa masuk ke dalam daftar nama penulis artikel ilmiah yang di submit. 

Selain itu, penggunaan AI tidak dilarang, artinya diperbolehkan selama mencantumkan informasi penggunaannya di naskah. Dijelaskan pencantuman penggunaan AI bisa masuk ke bagian metode. 

Namun, jika merasa tidak cukup untuk masuk di bagian ini maka bisa dicantumkan di bagian lain yang memungkinkan. Pencantuman dengan rinci adalah bentuk dokumentasi penggunaan AI yang diharapkan bisa dipenuhi para penulis. 

Selain beberapa publisher jurnal ilmiah di atas, diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah. Sebab untuk menjaga kualitas dan kredibilitas dari artikel yang dipublikasikan. Sudah tentu para publisher akan menetapkan kebijakan tegas terkait penggunaan teknologi AI. 

Baca Juga:

Dampak Penggunaan AI Secara Berlebihan

Menggunakan teknologi AI dalam proses penulisan karya ilmiah memang memberi banyak manfaat. Penggunaannya akan meningkatkan efisiensi dari banyak aspek. Baik itu waktu, tenaga, sampai biaya. 

Namun, penggunaan AI harus sesuai dengan aturan atau kebijakan mengenai etika penggunaan AI yang dijelaskan sebelumnya. Sebab, penggunaan teknologi ini tanpa batasan dan kontrol yang jelas bisa memicu dampak negatif. Diantaranya adalah: 

1. Menyuburkan Sifat Malas

Dikutip melalui website Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Prof. Adi Fahrudin, Ph.D. dalam mengisi kegiatan Bhayangkara Multidisciplinary International Conference (BMIC) 2024. Menjelaskan beberapa dampak dari AI dalam penulisan karya ilmiah. 

Salah satunya adalah menyuburkan sifat malas. Baik itu malas dalam berpikir, bergerak melakukan analisis topik penulisan, dan lain sebagainya. Sebab teknologi AI memberi kepraktisan yang kadang membuat pengguna terlena. 

Kepraktisan dan kemudahan tersebut membuat penulis meninggalkan kegiatan konvensional dalam menyusun karya tulis ilmiah. Sehingga menjadi malas untuk melakukan hal lain dalam proses penulisan kecuali menggunakan AI di depan layar komputer. 

Analoginya seperti penemuan sepeda motor. Dulunya, tanpa ada sepeda motor, masyarakat bisa berjalan kaki ratusan meter sampai kilometer. Namun, sekarang berbeda. Bahkan untuk mendatangi warung dekat rumah, mayoritas orang memilih naik motor meski hanya berjarak beberapa meter. 

2. Keterampilan Menulis Tergerus

Dampak kedua dari penggunaan teknologi AI secara terus menerus dalam penulisan karya ilmiah adalah menggerus keterampilan dalam menulis. Menulis adalah sebuah keterampilan praktis. Jika lama tidak digunakan atau diasah, maka mudah lupa dan hilang. 

Umumnya, dosen yang vakum menulis karena sakit atau penyebab lain. Ketika vakum cukup lama dan mulai menulis lagi, maka akan terasa kaku. Bahkan kebingungan harus mulai dari kalimat seperti apa dan bagaimana. 

Jika dosen maupun mahasiswa vakum dalam menulis secara konvensional karena lama mengandalkan AI. Maka keterampilan menulis yang diasah bertahun-tahun bisa tergerus begitu saja. Hal ini tentu akan menjadi masalah bagi penulis. 

3. Kehilangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Analitis

Prof. Adi Fahrudin, Ph.D. juga menjelaskan bahwa dampak AI yang digunakan berlebihan juga menumpulkan kemampuan berpikir kritis maupun analitis. AI membantu dosen dan mahasiswa menemukan topik penelitian dalam hitungan detik. 

Namun, dari sekian topik yang direkomendasikan, adakah yang memang dipahami oleh pengguna AI? Bisa jadi, keyword atau kata kunci yang diketik kurang pas dan mempengaruhi hasil rekomendasi AI tersebut. 

Oleh sebab itu, melakukan tahapan konvensional dalam menulis karya ilmiah sangat penting. Salah satu tujuannya adalah untuk mempertahankan dan menajamkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Sehingga mendorong terciptanya karya tulis dengan topik-topik lebih berkualitas. 

4. Menurunkan Kualitas dan Kredibilitas Karya Tulis

Penggunaan teknologi AI tanpa batasan dan menjadi ketergantungan akan menurunkan keterampilan menulis. Hal ini kemudian berdampak pada kualitas dan kredibilitas karya tulis ilmiah yang disusun. 

Apalagi dengan sejumlah kebijakan penggunaan AI yang dirilis publisher jurnal di atas. Diketahui bahwa AI bukan penulis dan tidak bisa masuk ke dalam daftar penulis. Sumber dari AI juga bukan sumber yang kredibel dan jika dipaksa digunakan maka akan menurunkan kredibilitas tulisan yang dibuat. 

5. Menurunkan Kepercayaan Diri dalam Menulis

Dampak dari penggunaan AI secara berlebihan dalam penulisan karya ilmiah adalah menurunkan kepercayaan diri dalam menulis. Seseorang yang sudah kecanduan pada AI akan merasa tulisan yang dibuat secara konvensional kalah bagus. 

Alhasil, ada keinginan lebih besar untuk selalu mengandalkan Ai dalam menyusun karya tulis ilmiah. Hal ini tentu berbahaya, karena muncul pemahaman bahwa keterampilan diri sendiri sudah kalah dengan teknologi AI yang bukan manusia. 

6. Memicu Pelanggaran Etika Penelitian

Penggunaan AI tanpa batasan yang jelas atau tanpa adanya etika penggunaan AI bisa memicu pelanggaran etika. Seperti penjelasan sebelumnya, penggunaan AI yang berlebihan bisa menjerumuskan pengguna sebagai pelaku plagiat. 

Adanya kemajuan teknologi memang berdampak positif pada peningkatan efisiensi. Namun, penggunaan secara berlebihan justru menjadi bumerang. Yakni memberikan banyak dampak negatif. Hal ini juga berlaku untuk teknologi AI. Maka penggunaannya harus beretika untuk mencegah berbagai dampak yang mungkin ditimbulkan. 

Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik etika penggunaan AI dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share agar informasi dalam artikel ini tidak berhenti di Anda saja. Semoga bermanfaat.

Pujiati

Saya menyukai kegiatan membaca, menulis, mendengarkan musik, dan menonton film. Saat ini, selain disibukkan dengan agenda seorang ibu rumah tangga, saya aktif menjadi Content Writer untuk situs di Deepublish Group. Sesekali saya juga membuat artikel untuk media Hops ID.

Recent Posts

3 Karakter Dosen untuk Pengembangan Indikator Kinerja Dosen

Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…

1 day ago

Pendaftaran Doha Institute Scholarship Jenjang S3 Tahun 2025 Dibuka!

Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…

1 day ago

Royal Thai Government Scholarship 2025 untuk Jenjang S2 dan S3

Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…

1 day ago

Program IASP 2025 untuk Dosen Kuliah S3 Gratis di Austria Resmi Dibuka!

Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…

6 days ago

Indikator Kinerja Dosen Sesuai Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024

Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…

6 days ago

Standar Minimum Pelaksanaan Hibah Penelitian dalam Indikator Kinerja Dosen

Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…

6 days ago