Menjalani profesi maupun kegiatan apapun tentu perlu mematuhi aturan dan etika, termasuk etika asesor BKD. Dalam dunia akademik, etika menjadi hal yang sangat dijunjung tinggi karena berkaitan dengan keahlian dan nama baik profesi.
Dosen memiliki kewajiban untuk mematuhi etika dalam profesinya. Baik dalam mengajar, bersikap, dan berperilaku baik di kampus maupun luar kampus. Pada saat dosen menjadi seorang asesor BKD, maka wajib mematuhi etika asesor tersebut.
Etika menjadi asesor BKD detailnya bisa dikatakan kompleks, karena menyangkut proses penilaian kinerja dosen lain. Tanpa etika, dosen asesor dalam memberi penilaian cenderung subjektif sehingga tidak jujur apalagi transparan.
Sebelum membahas mengenai etika asesor dosen, maka pahami dulu apa itu asesor. Asesor secara umum merupakan seseorang yang berwenang melakukan penilaian terhadap sebuah kompetensi maupun pencapaian kinerja.
Asesor sangat familiar di lingkungan akademik. Misalnya asesor untuk sertifikasi dosen sampai pelaporan BKD atau LKD (Laporan Kinerja Dosen). Asesor yang berwenang menilai LKD yang dilaporkan dosen setiap semester disebut asesor BKD.
Dilansir dari berbagai sumber, asesor BKD adalah dosen yg memiliki kewenangan dalam melakukan penilaian terhadap rencana dan laporan BKD /Laporan Kinerja Dosen (LKD). Sehingga asesor BKD satu-satunya yang berwenang menilai RKD maupun LKD.
Per semester, semua dosen di Indonesia baik yang bertugas di PTN maupun PTS punya kewajiban menyusun dan mengirimkan RKD dan LKD. RKD dan LKD yang dikirimkan tentunya perlu diperiksa apakah sudah sesuai dengan ketentuan atau belum.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh asesor BKD yang dijelaskan sebelumnya. Sehingga RKD yang sudah disetujui asesor kemudian menjadi BKD. Pada akhir semester, dosen berkewajiban menyusun RKD yang berisi laporan pencapaian BKD.
LKD juga perlu diperiksa dan dinilai oleh asesor BKD tadi. Sehingga bisa memenuhi kewajiban BKD atau tidak. Sekaligus sudah memenuhi beban kerja satu semester dalam satuan SKS atau belum, dan seterusnya.
Berhubung asesor akan sangat menentukan prestasi dosen yang LKD-nya diperiksa dan dinilai. Maka seorang asesor wajib mematuhi dan menjunjung tinggi etika asesor dosen. Tujuannya agar semua dosen memiliki tanggung jawab mengirimkan LKD yang sesuai.
Sekaligus memastikan semua dosen berprestasi mendapatkan penilaian bagus dan memperoleh apresiasi dari berbagai pihak. Demikian halnya dengan dosen yang belum memenuhi BKD, bisa terinspirasi dan terpacu untuk berusaha lebih baik lagi.
Baca Juga:
Masih Bingung untuk LKD-BKD? Berikut Penjelasan Asesor
Peluncuran SISTER BKD oleh Ditjen Dikti Ristek
Melakukan BKD-LKD Bagi Dosen Tugas Belajar
Pada saat dosen menjadi asesor BKD, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Maka ada kewajiban untuk mematuhi, menaati, dan melaksanakan seluruh etika asesor dosen. Dimana etika ini ada beberapa, yaitu:
Etika pertama bagi asesor BKD adalah bekerja secara jujur dan adil. Sebab dalam tugasnya, asesor akan menilai LKD dari dosen lain. Kemudian LKD miliknya juga akan diperiksa oleh dosen lain yang menjadi asesor.
Setiap dosen yang menjadi asesor harus yakin nilai LKD miliknya bagus sehingga mampu memberi penilaian secara profesional kepada LKD dosen lain. Sehingga tidak ada praktek kecurangan berbasis nepotisme.
Jangan hanya karena kenal dan dekat dengan dosen yang LKD-nya diperiksa, lalu diberi penilaian bagus. Hal ini tentu perilaku curang dan sudah melanggar etika.
Sebagai asesor BKD, terdapat 6 prinsip penilaian yang perlu dijadikan dasar dalam menilai LKD dosen lain. Enam prinsip penilaian ini adalah edukatif, obyektif, transparan, netralitas, akuntabilitas, dan integritas.
Etika asesor BKD yang ketiga adalah menguasai regulasi dan rubrik BKD. Secara sederhana, artinya para asesor wajib menguasai tata aturan dalam ruang lingkup BKD. Misalnya bagaimana menyusunnya, cara pelaporan, cara penilaian, dan sebagainya.
Sebagai asesor, tentu wajib menjalankan tugas-tugasnya secara profesional dan menjunjung tinggi etika. Salah satu etika yang wajib dipatuhi adalah pemahaman terkait metode penilaian.
LKD yang diperiksa asesor adalah hasil kinerja dosen yang menyusun LKD tersebut. Dalam pengecekannya, asesor kemudian menilai apakah kinerja dosen tersebut bagus atau tidak.
Bagus dan tidak tentu perlu dinilai dengan metode sesuai aturan yang berlaku. Maka asesor wajib memahami aturan atau metode penilaian tersebut.
Asesor wajib memiliki keberanian dalam mengambil keputusan penilaian. Jika LKD hasilnya memang jelek maka tidak perlu dilaporkan bagus, begitu juga sebaliknya. Harus tegas tanpa perlu memandang LKD siapa yang diperiksa sehingga bebas unsur nepotisme.
Etika asesor BKD berikutnya adalah mampu memberi rekomendasi hasil penilaian, Rekomendasi yang dimaksud disini adalah catatan penilaian, yang membantu dosen pemilik LKD memahami apa kekurangan dan kelemahan LKD yang disusunnya.
Catatan ini wajib disusun asesor untuk memberi kemudahan bagi dosen pemilik LKD memahami kesalahannya. Sekaligus bisa melakukan perbaikan dan menghindari kemungkinan melakukan kesalahan serupa.
Etika berikutnya adalah tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun dari dosen yang LKD miliknya dinilai oleh asesor. Dalam proses penilaian tidak tertutup kemungkinan LKD diperiksa dosen kenalan sendiri bahkan saudara sendiri.
Agar tetap memegang prinsip penilaian dan kejujuran. Maka asesor dilarang untuk menerima imbalan dalam bentuk apapun.
Dalam memberikan penilaian terhadap LKD milik dosen lain, tentu akan ada resiko. Misalnya dosen pemilik LKD tersebut mengajukan protes. Sebagai asesor maka sudah sepatutnya siap dengan resiko tersebut dan sudah punya jawaban jika ada protes dan reaksi apapun atas nilai yang diberikan.
Sehubungan dengan etika asesor BKD yang dijelaskan di atas, dari LLDIKTI WIlayah III membagikan surat edaran. Surat edaran dengan nomor 1483/LL3/KK.01.01/2022 dan tertanggal 31 Maret 2022 menjelaskan mengenai etika-etika sebagai asesor BKD.
Dalam surat edaran tersebut dijelaskan sejumlah etika asesor yang harus ditaati oleh para dosen asesor BKD di wilayah III. Yaitu:
Mematuhi etika asesor dosen sama artinya ikut berpartisipasi dalam membangun budaya tertib dan bersih di lingkungan akademik. Sehingga tidak ada praktek kecurangan dalam menilai kinerja dosen di lingkungan pendidikan tinggi.
Dosen yang demikian tentu dosen berkualitas dan mampu memajukan pendidikan di tanah air. Oleh sebab itu, para asesor sudah sepatutnya memahami dan melaksanakan seluruh etika yang telah ditetapkan pemerintah melalui LLDIKTI wilayah setempat.
Artikel Terkait:
Apa Syarat Menjadi Asesor? Temukan Jawabannya di Sini
Cara Menjadi Asesor dan Tugas Utamanya
Apa itu Asesor? Yuk Ketahui Lebih Dalam
Mengenal Apa itu Asesor dan Syarat Menjadi Asesor Profesional
Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…
Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…
Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…
Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…