Tersadar mencintai bidang Kimia justru ketika Dr. Dwiarso Rubiyanto, S.Si., M.Si., memasuki pendidikan Strata 1 di Universitas Gadjah Mada (UGM), mengambil jurusan Kimia Organik. Meski pada awalnya kekeuh ingin terjun bidang teknik industri. Namun, secara tidak sadar pekerjaan sebagai pengajar tumbuh di dalam diri Arso. Satu tahun lulus, pria kelahiran Bantul ini memberanikan diri melamar posisi dosen di Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai dosen Kimia. Jadi suka dan jatuh cinta pada bidang kimia organik, Arso pun tertarik fokus meneliti minyak atsiri.
”Lulus dari UGM 2000 kemudian masuk UII 2001 menjadi dosen. Pengalaman mengajar saya peroleh sejak masih sekolah dan kuliah dengan memberikan les. Saat kuliah juga sebagai asisten dosen. Dari pada bingung tidak bekerja akhirnya memutuskan melamar sebagai dosen,” ungkap Arso.
Arso mengatakan, bahwa menjadi dosen karena panggilan hati yang tak ia sadari sebelumnya. Karena memang sejak kecil ia memiliki keinginan untuk bekerja di bidang teknik. Namun, saat ujian masuk UGM ia tak lolos masuk di Fakultas pilihan pertamanyanya yaitu Fakultas Teknik. Ia diterima di pilihan keduanya, yaitu di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA ) Program Studi Kimia. Dan akhirnya menjadi dosen di UII, yang menurutnya adalah panggilan alam dari darah keturunan yang mayoritas sebagai tenaga pendidik.
”Karena almarhum ayah adalah guru SMP Bahasa Indonesia. Kakak dan adik saya juga seorang guru,” ujarnya saat ditemui duniadosen.com di ruang kerjanya di Departemen of Chemistry UII beberapa waktu lalu.
Meski pada awalnya, Arso menyadari untuk terjun pada profesi dosen bukan hal yang mudah. Karena pada saat itu ia baru mengantongi gelar Mayor. Tapi seperti gayung bersambut, saat itu juga UII membutuhkan dosen Kimia. Setelah menempuh rangkaian tes, Arso pun diterima sebagai dosen Kimia di UII. ”Memilih menjadi dosen di UII karena merupakan kampus swasta terbaik dan tantangan lainnya ada tes agama yang dikenal cukup berat. Berbeda dengan kampus lain,” katanya.
Tekuni Kimia Organik, Terutama Bidang Minyak Atsiri
Di sekolah, banyak siswa tidak menyukainya mata pelajaran Kimia, belum lagi pengajarnya yang kaku semakin membuat siswa tidak menyukai mata pelajaran tersebut. Namun, berkebalikan dengan Arso yang menganggap Kimia memiliki tantangan yang harus ditaklukan. Melihat anggapan seperti itu, Arso tertantang untuk membuat pelajaran Kimia jadi hal yang menyenangkan.
”Jadi yang membuat tertantang adalah keinginan mengembangkan sumber daya hayati yang dimiliki Indonesia yang sangat beragam. Itu tantangan yang harus dijawab dengan keilmuan yang saya miliki yaitu bidang Kimia Organik dan mengajarkannya dengan suasana yang menyenangkan,” papar penghobi pembuat parfum tersebut.
Anak kedua dari tiga bersaudara itupun memiliki tekad untuk memanfaatkan kekayaan hayati Indonesia dan memberikan manfaat yang lebih lagi untuk orang lain dan bangsa, dengan perkembangan keilmuan Kimia yang ia tekuni. Kelinieran bidang ilmu yang ditempuh Arso hingga 2008 lalu itu pun menjadi bekalnya untuk terus berkarya dan berinovasi.
Bidang utama yang Arso geluti adalah kimia bahan alam asli Indonesia, khususnya minyak atsiri yang meliputi eksplorasi sumber-sumber baru dan kegunaannya. Penelitian yang berfokus pada isolasi, analisis, dan konversi komponen minyak atsiri menjadi produk yang lebih bernilai. Seperti minyak sereh wangi, minyak daun selasih, minyak bunga melati, minyak kenanga, minyak bunga sedap malam, minyak jeruk nipis, minyak kemangi, minyak dari rempah-rempah.
Arso juga sebagai konsultan untuk produksi dan analisis minyak atsiri. Pengolahan minyak atsiri menjadi bahan biopestisida alami, mikro/nano enkapsulasi minyak atsiri untuk bahan baku industri parfum, dan pemurnian minyak atsiri mentah menjadi produk refining yang bernilai jual lebih merupakan beberapa kegiatan penelitian terkini yang dikerjakannya.
Adapun inovasi-inovasi yang telah dihasilkan Kepala Laboratorium Minyak Atsiri UII ini di antaranya; Formulasi Minyak Kemangi (Ocimum citriodorum sp.) dan Penggunaannya, kemudian ada Formulasi Edible Coating Kitosan-Minyak Kemangi untuk memperpanjang umur simpan buah stroberi (Fragaria vesca, Linn.), dan Metode Penentuan Tipe Kimia Lengkap (Complete Chemotype) Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Citriodorum Sp.).
Ketertarikannya untuk fokus meneliti minyak atrsiri, bermula ketika Arso menempuh pendidikan S-3 nya di Kimia UGM . Yaitu ketika ia meneliti tentang pemanfaatan dan pengembangan tanaman selasih. Dari sana Arso merasa terilhami untuk membuat inovasi-inovasi selanjutnya.
Kimia UII Fokus Pelajari Minyak Atsiri
UII memiliki kemasan cara belajar Kimia yang berbeda dari kampus lain. UII merancang proses belajar Kimia yang memang dibutuhkan dan memanfaatkan ragam hayati yang ada di sekitar. Yaitu mengajarkan tentang pengembangan minyak atsiri.
Sehingga pihak kampus pun dari awal sudah memperkenalkan ke khalayak, bahwa di UII Prodi Kimia akan lebih dalam mempelajari minyak atsiri. Hal tersebut dirasa perlu, karena agar para calon mahasiswa pun mengetahui sejak awal ketika masuk di UII Prodi Kimia akan belajar banyak tentang pengembangan minyak atsiri. Dengan begitu mahasiswa memiliki gambaran ke depan seusai lulus.
Arso mengatakan, UII menjadi “Focus Local Genius Minyak Atsiri”. Ditambah di UII juga dibekali dengan keilmuan entrepreneur. ”Jadi mahasiswa yang ingin belajar kimia organik ya tempatnya di UII, dan minyak atsiri itulah benderanya, menjadi ciri khas Prodi Kimia UII. Meski pada perkembangannya ada tambahan keunggulan bidang yang lain. Baik mempelajari bidang Katalis maupun Biodiesel,” ujar Arso.
Sekretaris Prodi Ilmu Kimia UII ini memiliki anggapan bahwa Ilmu Kimia merupakan fondasi suatu bangsa. Menurutnya, hampir tidak ada Negara maju yang tidak maju ilmu Kimianya. Ilmu Kimia membuat kuat, menjadi ciri dan kunci suatu Negara maju. Misalnya, Jerman, Inggris, dan Amerika. ”Sumber ilmu Kimia kita kan dari mereka. Misalnya logam, kita jual ke mereka bahan mentah atau setengah jadi. Dan kita kembali membeli dari mereka barang jadi,” katanya.
Hal tersebut disebabkan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang minyak atsiri dan manfaatnya, minimnya peran pemerintah dalam bidang minyak atsiri (budidaya, penyuluhan, pengolahan), dan penghasil minyak atsiri bersifat home industry, belum dilakukan pengolahan lanjut , serta jalur perdagangan yang panjang. Itulah alasan UII melakukan langkah konkrit melalui prodi Ilmu Kimia dengan mengambil peran sebagai institusi yang mengeksplorasi, meneliti, mengkaji, memanfaatkan dan menyebarluaskan hasil-hasil yang diperoleh melalui Pusat Studi Minyak Atsiri (CEOS) yang dimilikinya.
Kegiatan yang dilakukan oleh CEOS adalah melibatkan orang-orang yang terkait dengan pengolahan minyak atsiri di bidang proses atau teknologi pemisahan, Kimia, pemasaran, Petani/produsen minyak atsiri, pemodal dan pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk workshop, konsultasi, diseminasi dan kerja sama. Kegiatan tersebut meliputi peningkatan pengetahuan dan pemahaman pekerjaan di bidang minyak atsiri di antaranya; cara memproduksi beberapa jenis minyak atsiri, pengenalan uji kualitas dan analisis mutu minyak atsiri, serta pengkajian dan penelitian untuk pengembangan produk turunan minyak atsiri.
Suka Duka Berprofesi Dosen
Ketika ditanya tim duniadosen.com tentang suka duka Arso dalam menjalani profesi dosen, ia mengaku sangat senang dan menikmati menjadi pengajar. Namun, yang menjadi berat ketika dituntut untuk pemenuhan syarat tridharma perguruan tinggi dan proses pemangkatan. ”Karena dosen tak hanya mengajar dan selesai. Tapi juga menyusun program studi, akreditasi, membuat laporan kerja dosen, melaporkan dan lainnya. Yang berkaitan dengan administratif sajalah yang kadang agak berat,” ungkap Ketua Pusat Studi Minyak Atsiri UII (CEOS UII) ini.
Lagi-lagi yang menjadi tantangan dosen saat ini adalah budaya belajar mahasiswa yang rendah. Kini, dosen merasa sulit menuntut mahasiswa belajar. Baik di kelas maupun di luar kelas. Sehingga diperlukan strategi khusus untuk menghadapi mahasiswa tipe tersebut. ”Mahasiswa tidak lagi bisa dipaksa belajar. Mereka lebih sering bermain gadget, meski ada larangan. Tapi kami sebagai dosen, lebih menggiring mahasiswa ke penyadaran dan jarang kami berikan hukuman. Sayapun selalu berusaha menciptakan kelas yang fun,” terang mahasiswa S-2 Kimia Organik Minyak Atsiri Jurusan Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada yang lulus 2004 tersebut.
Penerima Program Hibah Implementasi Kerjasama Luar Negeri dengan Prince of Songkhla University, Thailland itu pun harus bisa mengatur strategi dalam menghadapi mahasiswanya yang tergolong generasi millenials. Arso harus selalu berada di atas mereka tentang pengetahuannya, sebagai dosen juga harus memahami kebutuhan mahasiswa, berbaur dan tidak ada jarak, sering berkumpul dan menjadi teman sekaligus orang tua di lingkup kampus.
”Ketika mereka menghadapi kesulitan entah bimbingan, kerja praktik mereka baru datang ke dosen. Padahal pembekalan sudah ada sejak awal masuk kuliah, mungkin karena tidak mendengarkan. Dari situ kami para dosen memberikan masukan-masukan doktrin tentang penyadaran. Misalnya kami ingatkan lagi tentang tujuan mahasiswa dikirim orang tuanya ke sini itu untuk apa? Dan lain sebagainya,” beber Arso.
Meski begitu, lulusan S-3 Kimia Organik Minyak Atsiri Jurusan FMIPA UGM tahun 2015 ini menilai antusiasme mahasiswa terhadap Prodi Ilmu Kimia setiap tahunnya semakin meningkat. Hal itu juga seiring dengan perkembangan prodi dan kurikulum di FMIPA UII. Ia memprediksi, dahulu minat mahasiswa sedikit karena kurikulum masih mengadopsi benchmarking dari luar negeri. Tapi kini, pihak kampus mengubahnya dan menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan.
”Pemahaman mahasiswa semakin bertambah. Metode pembelajarannya juga tidak monoton. Mahasiswa juga memahami apa yang mereka pelajari. Tapi ya tergantung keadaan, lihat dulu mahasiswanya, lihat saja dari wajahnya. Saya tidak ingin mahasiswa tertekan di kelas saya. Saya terkenal oleh mahasiswa, kalau mereka telat saya suruh nyanyi,” ujar penemu Formulasi Minyak Kemangi (Ocimum citriodorum sp.) dan penggunaannya pada November 2018 lalu itu.
Tantangan Revolusi Industri 4.0
Sebagai dosen dalam mengahadapi revolusi industri 4.0, Arso senantiasa mengikuti perkembangan teknologi, dan mengelolanya serta memanfaatkannya dengan baik yang disesuaikan kebutuhan. Ia juga memaksimalkan segala teknologi yang diberikan pihak kampus untuk kegiatan belajar mengajar.
”Misalnya proses belajar mengajar itu pakai google class room, grup wa, e learning, pembimbingan bisa dengan grup wa, forum-forum yang sifatnya menggunakan teknologi yang bisa membantu ya kita gunakan. Misal dibutuhkan diskusi mendadak di luar jam kelas ya akan kita lakukan. Karena diskusi saat ini tidak harus bertatap muka langsung. Kita bisa menggunakan teknologi yang ada,” ujarnya.
Diketahui, selama ini penyebaran para lulusan Kimia UII hampir merata. Mereka dominan bekerja di industri kimia, selebihnya bekerja sebagai guru, dosen, peneliti atau bahkan pengusaha maupun pedagang. Sebagian besar para lulusan kimia UII bekerja sesuai bidang yang diminati.
Meski disibukkan dengan kegiatan mengajar, penelitian, dan pengabdian masyarakat, Arso juga aktif di bidang kepenulisan. Sejauh ini pihaknya telah menghasilkan dua buku dan sejumlah jurnal bereputasi. Buku yang telah ia terbitkan di antaranya, Teknik Dasar Kromatografi terbit 2017 dan buku ke duanya Metode Kromatografi : Prinsip Dasar, Praktikum & Pendekatan Pembelajaran Kromatografi terbit 2018. ”Meski menulis buku bukan hal yang mudah, namun jangan takut melangkah dan tulislah,” semboyannya.
Harapan
Bagi Arso, prestasi tertinggi dalam menjalani profesinya sebagai dosen adalah ketika dirinya telah memberikan manfaat untuk orang lain. Tak hanya itu, cita-cita besarnya yang ingin mendirikan industri minyak atsiri juga bertujuan sebagai ladang memberi manfaat untuk banyak orang. ”Karena bagi saya segala amal perbuatan tergantung pada niatnya. Itu juga sebagai motto hidup saya,” jelas ayah tiga anak ini.
Arso yang memiliki hobi membaca ini juga berharap, ilmu Kimia tidak hanya berhenti di perpustakaan, atau hasil dari penelitiannya tidak hanya berhenti di rak buku. Harus lebih dari itu, yaitu bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Hal tersebut juga kaitannya dengan pengabdian masyarakat.
”Misalnya, kita punya kemampuan di minyak atsiri, ya kita sampaikan ke masyarakat tentang potensinya, manfaatnya. Dan ketika teman yang lain memiliki kemampuan kimia analisis bidang air minum, ya itu yang disampaikan masyarakat agar kita saling berbagi. Jadi masyarakat bisa terbuka wawasannya. Kita juga berkunjung ke masyarakat yang sebelumnya kami berikan pelatihan pengelolaan minyak atsiri, untuk mendengar keluh kesah mereka dan memberikan solusi,” ungkapnya.
Dosen asli Bantul, Yogyakarta ini mengaku, pihaknya rutin melakukan kunjungan dan melakukan pengabdian masyarakat. Minimal 2 kali dalam satu semester atau 4 kali dalam satu tahunnya.
Harapan dosen yang lahir 15 Mei 1974 ini terhadap pendidikan Kimia adalah bagaimana Ilmu Kimia itu bisa meningkatkan harkat martabat bangsa. Bagaimana dengan Ilmu Kimia memberikan manfaat lebih di segala bidang. Karena Ilmu Kimia mempelajari materi atau bahan, jangan sampai bangsa sendiri terlalu tergantung dengan negara lain. Masyarakat mulai disadarkan bagaimana Ilmu Kimia itu bukan ilmu yang aneh tetapi ilmu yang maju. Metode cara pembelajaran Kimia juga harus diperbaiki agar tidak menjadi momok.
”Chemistry is our life, there is no life without chemistry slogan kami kan itu, jadi bahan baju, peralatan rumah tangga kan terbuat dari proses kimia. Tapi kadang kimia identik berkonotasi negatif. Karena yang merusak itu, racun, bom itu mengandung bahan kimia. Kadang ada tulisan bahan ini mengandung bahan kimia. Seolah kimia itu hanya negatif, padahal tidak semua. Menjadi tugas kita mengajak masyarakat memahami Ilmu Kimia yang sebenarnya, dengan harapan bangsa kita bisa maju Ilmu Kimianya,” pungkas Arso. (duniadosen.com/ta)