Dosen muda yang berintegritas adalah seorang pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Hal itu juga yang tercantum pada UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen.
Dalam transformasi tersebut, dosen bertanggung jawab sepenuhnya atas segala materi yang diajarkan agar tidak melenceng dari inti dan tujuan pembelajaran. Lalu, pengembangan informasi juga harus didasarkan antara korelasi materi yang diajarkan dengan terapan-terapan ilmu yang ada. Ini bertujuan agar materi yang disajikan tidak hanya jadi bumbu tambahan yang hanya bersifat informatif dan pasif. Namun, materi juga bersifat aplikatif dan aktif. Berikutnya dalam penyebarluasan ilmu pengetahuan, tanggung jawab dosen paling utama adalah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak menyesatkan.
Kenapa hal ini disebut? Karena setiap dosen juga memiliki pandangan terhadap suatu kajian secara idealis. Setiap idealisme dosen berdasar atas sudut pandang bagaimana ia memandang suatu kajian untuk modal penerapannya dalam kelas. Setiap dosen memiliki tujuan tersendiri dalam menyampaikan pesan kepada mahasiswanya. Hal ini sering terjadi kepada dosen-dosen muda yang masih mencari jati diri sebagai dosen sejati.
Dalam hal ini, dosen sejati tentunya memiliki integritas tinggi. Dosen muda yang berintegritas secara alami akan memberi dampak positif bagi orang lain maupun untuk dirinya sendiri. Integritas tersebut juga pasti akan melahirkan kredibilitas yang membuat dosen tersebut memiliki nilai jual yang tinggi. Perlu diketahui, orang yang memiliki nilai jual tinggi akan lebih mudah untuk mencapai tujuan dalam berkarir. Alasannya, akses jaringannya menjadi lebih banyak, tak terkecuali dosen muda yang berintegritas. Maka dari itu, bagaimana cara kita dapat menjadi dosen muda yang berintegritas? berikut ini hal-hal yang dapat menjadi bahan acuan untuk mencapai tujuan tersebut.
Menjadi terbuka terkadang memang cukup sulit, terlebih lagi jika kita memiliki karakter yang tidak mudah menerima bentuk perbedaan. Hal ini bisa disebabkan karena kita terlalu keras memegang idealisme pribadi kita ketika masih menjadi mahasiwa. Jika kita masih belum bisa menerima perbedaan idealisme dari orang lain, cobalah untuk membagi bagaimana idealisme kita memandang dengan saling berbagi pengalaman dan berdiskusi tentang karya ilmiah yang sudah dibuat.
Dengan hal ini kemungkinan besar orang lain akan mulai memahami sudut pandang yang berbeda. Ditambah, kita juga harus bersiap untuk menerima saran maupun kritik dari setiap orang yang sudah kita bagikan pandangan kita. Namun perlu digaris bawahi juga, menjadi terbuka bukan berarti kita juga harus memberikan dan membeberkan semua hal yang kita pandang, karena bisa jadi hal itu menjadi blunder tersendiri untuk kita Maka dari itu, membagikan pandangan sesuai porsi dan tempatnya adalah hal yang harus diprioritaskan.
Jika kita sudah menjadi lebih terbuka, sudah saatnya kita mulai untuk memaklumkan segala bentuk idealisme. Memaklumkan dalam konteks ini adalah memberikan toleransi terhadap pandangan orang lain terhadap suatu kajian. Artinya, bukan menerima setiap pandangan mentah-mentah. Alasannya, walau kita dapat menerima perbedaan, kita tetap tidak boleh kehilangan idealisme pribadi kita. Bagaimanapun, idealisme ini menggambarkan pribadi kita.
Dengan memaklumkan idealisme orang lain, kita akan memperkaya pengalaman dan menambah warna dalam konteks untuk memandang dunia yang lebih jelas. Setiap orang terlahir berbeda, maka perbedaan idealisme bukanlah menjadi pembatas antara kita dengan orang lain. Justru dengan perbedaan itu, seharusnya menjadi alasan kita untuk menjaga harmonisasi pandangan.
Tak sedikit dari kita yang terkadang terlalu cepat puas karena belum dapat mengatur antara kesibukan mengajar dan kebutuhan belajar, kita terkadang sering menggunakan ilmu yang kita pernah dapatkan selama bangku kuliah dan terpaku pada itu saja. Memang benar dosen berkuasa penuh atas kelas yang dipegangnya, tetapi menjadi superior atas kelas tersebut juga tidak baik.
Pada hakikatnya ilmu yang sudah mengantarkan kita menjadi dosen tidaklah cukup jika digunakan untuk mempertahankannya. Seperi dosen yang selalu melatih English pronounciation-nya agar tetap terjaga di dalam Negara non-native English, seperti Indonesia. Kelas akan menjadi monoton bahkan tak terkecuali menjadi kurang tepat sasaran. Terlebih lagi jika pada kelas itu ada satu atau beberapa mahasiswa yang memiliki pandang kajian yang luas, tentunya akan sangat memalukan jika dosen tidak dapat mengikuti apa yang dijabarkan oleh mahasiswa.
Ada satu abreviasi yang menjadi sebuah pepatah dari orang jawa dahulu yaitu Jarkoni sama dengan Iso ngajar, ora iso nglakoni (Bisa mengajar, tetapi tidak bisa melakukan apa yang dia ajar). Frasa ini menjadi sindiran tersendiri bagi kita yang hanya bisa mengajar saja tetapi tidak dapat melakukan apa yang kita ajar.
Tentunya seorang dosen akan tetap menjadi acuan mahasiswa bagaimana memandang seharusnya dosen bersikap seperti apa. Segala bentuk ajaran di kelas yang bersifat akademik dan non-akademik akan tetap menjadi acuan. Selagi hal ini juga akan melatih mental dan membentuk karakter, dosen akan lebih mudah untuk menguasai materi dengan tindakan daripada hanya terpaku pada teori dalam buku semata.
Parameter bagaimana dosen dapat dikatakan dosen muda yang berintegritas adalah ketika dosen sudah membuat buku. Alasannya adalah buku secara fisik cukup terlihat dan keutuhan ilmu di dalamnya dapat berlangsung dengan jangka yang cukup lama. Tentunya kita tidak hanya mengandalkan ingatan saja, karena ketika kita mulai masuk pada usia senja kemampuan fisik kita akan berkurang bahkan kepada orang terpintar sekalipun.
Apalagi jika kita tidak menuliskan track record kita dalam sebuah buku, maka ilmu yang kita dapatkan selama bertahun-tahun akan mati bersama tubuh kita. Membuat buku bukanlah perkara sulit selama kita tahu apa yang kita tulis. Dan, jangan pula terpaku hanya membuat buku pengajaran atau modul pembelajaran saja. Jika kita masih merasa belum cukup referensi, kita dapat menulis ulang karya ilmiah kita saat kita masih menjadi mahasiswa tingkat akhir. Tentunya, itu dikerjakan dengan gaya yang berbeda, namun isi tetap sama.
Dengan hal itu mahasiswa juga akan sangat terbantu untuk menyelesaikan karya ilmiah mereka sebagai syarat kelulusan. Maka dari itu, janganlah menjadi dosen yang bekerja hanya sebagai ‘pekerjaan’ untuk memenuhi kebutuhan hidup semata. Jadilah dosen muda yang berintegritas yang bekerja sebagai salah satu agent of change demi bangsa yang lebih baik di masa depan. Semoga bermanfaat!
(Mas Aji Gustiawan)
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…
View Comments
Good artikel membangun integritas guru muda memang penting.