fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Mengenal Perbedaan Dosen Kemenag dengan Dosen Kemendikbud

dosen kemenag

Dosen Kemenag. Tahukah kamu bahwa untuk menjadi dosen terdapat dua pilihan, yakni dosen Kemenag dan dosen Kemendikbud? Meskipun sama-sama berprofesi dan berstatus menjadi dosen, namun setiap dosen ternyata bisa berasal dari dua lembaga pemerintahan yang berbeda. Mengapa? 

Sebab pendidikan di Indonesia dinaungi oleh dua lembaga yang berbeda, pertama adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud. Sedangkan yang kedua adalah Kementerian Agama atau Kemenag. Lalu, apa saja perbedaan antara keduanya atau mungkin persamaan yang dimiliki? 

Sekilas Tentang Kemenag 

Sebelum membahas lebih detail mengenai perbedaan dosen Kemenag dengan dosen di bawah naungan Kemendikbud. Maka akan lebih baik jika mulai mengenal dulu apa itu Kemenag. Kemenag pada dasarnya disebut Kemenag RI yang kependekan dari Kementerian Agama Republik Indonesia. 

Kemenag sendiri termasuk ke dalam lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dengan usia yang sudah mumpuni. Sebab menurut catatan sejarah, Kemenag pertama kali didirikan sejak Indonesia mendapatkan haknya sebagai negara yang merdeka di tahun 1945 silam. Tujuan utama pembentukan kementerian ini adalah untuk mengurus masalah agama. 

Baca Juga: Kapan Jadwal Vaksinasi Dosen Keluar dan Apa yang Harus Dilakukan Sebelum dan Setelah Vaksin?

Meskipun begitu, wewenang dan urusan yang berada di bawah Kemenag kemudian meluas, termasuk ke dunia pendidikan di Indonesia. Kemenag kemudian berada di bawah kepemimpinan Menteri Agama (Menag) yang saat ini dijabat oleh Yaqut Cholil Qoumas. Tugas utama dari Kemenag sendiri pada dasarnya adalah mengurus masalah agama. 

Masalah apapun yang berhubungan dengan agama maka akan diurus atau diselesaikan oleh Kemenag tersebut. Dalam hal ini, urusan pendidikan agama pun berada di bawah naungan Kemenag. Sehingga setiap sekolah mulai dari MI, Mts, MA, sampai ke perguruan tinggi agama berada di bawah naungan Kemenag tersebut. 

Sehingga sekolah-sekolah dan berbagai perguruan tinggi agama tidak berada di bawah naungan Kemendikbud. Hal ini kemudian membuat kebijakan termasuk pula penerapan kurikulum pendidikan antara sekolah dan perguruan tinggi umum dengan agama menjadi berbeda. Tidak terkecuali untuk administrasi dosen Kemenag

Kemenag kemudian menjadi pengelola dari berbagai perguruan tinggi agama, khususnya perguruan tinggi agama Islam yang paling jamak dijumpai di Indonesia. Diantaranya adalah: 

  • UIN (Universitas Islam Indonesia), sehingga semua perguruan tinggi dengan nama UIN maka berada di bawah naungan Kemenag. 
  • IAIN (Institut Agama Islam Negeri), sehingga semua perguruan tinggi yang memiliki nama IAIN berada di bawah naungan Kemenag. 
  • Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), sehingga semua perguruan tinggi yang memiliki nama STAIN berada di bawah naungan Kemenag. 
  • Universitas Muhammadiyah. 
  • dan lain sebagainya. 

Semua perguruan tinggi agama biasanya juga merekrut dosen yang berasal dari pendidikan tinggi agama. Sebab mayoritas jurusan dan mata kuliah yang ada di dalamnya berlandaskan ilmu Islam. 

Sehingga salah satu kualifikasi wajib untuk menjadi dosen di perguruan tinggi Islam atau menjadi dosen Kemenag adalah berasal dari bidang keilmuan agama. Sekaligus mengikuti proses seleksi penerimaan dosen yang sudah ditetapkan oleh Kemenag dan juga perguruan tinggi Islam yang bersangkutan. 

Sekilas Tentang Kemendikbud 

Lalu, bagaimana dengan Kemendikbud? Kemendikbud atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia adalah kementrian yang dibentuk pemerintah Indonesia untuk bidang pendidikan dan juga kebudayaan di Indonesia. Sehingga urusan pendidikan kemudian akan ditangani dan dikelola oleh Kemendikbud. 

Sama seperti Kemenag, Kemendikbud juga berada di bawah kepemimpinan seorang menteri. Yakni Menteri Pendidikan yang saat ini dijabat oleh Nadiem Makarim. Berhubung tugas utama Kemendikbud adalah mengurus segala urusan di bidang pendidikan. Maka setiap sekolah dan juga perguruan tinggi berada di bawah naungannya. 

Baca Juga: Perlukah Mendatangkan Dosen Praktisi ke Lingkungan Pendidikan Tinggi?

Kecuali untuk sekolah dan perguruan tinggi agama, termasuk juga fakultas agama. Sehingga jika pada satu perguruan tinggi terdapat fakultas agama dan fakultas umum. Maka di dalamnya akan menggunakan dua jenis kurikulum yang berbeda di masing-masing fakultas, sebab bernaung di dua kementerian yang berbeda. 

Jadi misalnya, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta selain terdapat Fakultas Agama Islam juga terdapat Fakultas Umum. Seperti fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, Fakultas Hukum, dan sebagainya. Maka Fakultas Agama Islam akan berada di bawah naungan Kemenag. Sementara Fakultas Umum tadi akan berada di bawah naungan Kemendikbud. 

Sehingga bukan hal langka dan juga terbilang lumrah ketika satu perguruan tinggi menerapkan dua jenis kurikulum berbeda. Sebab berada di bawah naungan dua kementerian, yakni Kemenag dan Kemendikbud tadi. Demikian juga dengan perguruan tinggi umum, jika membuka Fakultas Agama maupun Pendidikan Agama. 

Maka fakultas tersebut akan berada di bawah naungan Kemenag, sementara yang lainya berada di bawah naungan Kemendikbud. Hal ini kemudian juga berpengaruh pada perbedaan kualifikasi dan prosedur karir maupun hal lain di kalangan dosen Kemenag yang tentu berbeda dengan dosen Kemendikbud. 

Jumlah perguruan tinggi agama di Indonesia memang tidak sebanyak perguruan tinggi umum. Selain itu, beberapa hal kemudian tidak lagi diurus oleh Kemenag melainkan sudah dilimpahkan ke Kemendikbud. Kemendikbud pun cenderung lebih populer berkat berbagai terobosan dan kebijakan yang ditetapkan di dunia pendidikan. 

Perbedaan Dosen Kemenag dengan Dosen Kemendikbud 

Mengingat bidang pendidikan di Indonesia diatur oleh dua kementerian sekaligus seperti yang dijelaskan di atas. Maka masing-masing perguruan tinggi termasuk juga sekolah akan berada di bawah naungan kementerian yang berbeda. Hal ini sudah tentu menciptakan sejumlah perbedaan, baik dari segi kurikulum maupun aspek lainnya. 

Dilihat dari segi kegiatan pendidikan, perguruan tinggi agama akan memiliki lebih banyak mata kuliah berbasis agama. Misalnya saja di perguruan tinggi agama Islam maka akan dijumpai beberapa mata kuliah Islam. Termasuk juga mata kuliah yang memiliki nama belakang “syariah”, misalnya jurusan Ekonomi Syariah. 

Baca Juga: Mengenal Tiga Skema Usulan Kenaikan Jabatan Fungsional Dosen

Sedangkan di perguruan tinggi umum, biasanya mata kuliah agama tetap didapatkan namun sifatnya umum. Jadi, materi agama yang disampaikan tidak sedetail ketika masuk ke perguruan tinggi Islam. Hal ini juga berlaku untuk jurusan pendidikan agama seperti jurusan Pendidikan Islam yang nantinya mencetak calon guru dan dosen agama Islam. 

Selain itu, beberapa program yang dijalankan atau digagas oleh Kemendikbud tentunya tidak dapat diikuti oleh mahasiswa maupun dosen Kemenag. Namun, tidak perlu cemas karena beberapa kebijakan dan aturan kemudian dibuat sama. Salah satunya sudah terjadi kesepakatan antara Kemenag dengan Kemendikbud. 

Lalu, apa saja detail perbedaan antara dosen dari Kemenag dengan dosen dari Kemendikbud? Ada beberapa aspek yang kemudian menjadi pembeda keduanya, seperti: 

Kualifikasi Menjadi Dosen 

Perbedaan pertama antara dosen di bawah naungan Kemenag dengan dosen di bawah naungan Kemendikbud adalah pada kualifikasi. Pada dosen Kemenag terdapat beberapa kualifikasi khusus, salah satunya sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Kemenag. 

Salah satunya terkait agama atau keyakinan yang dianut oleh dosen yang bersangkutan. Sehingga Kemenag mensyaratkan setiap dosen PNS maupun calon dosen PNS di bawah naungannya beragama Islam atau sesuai dengan program studi yang berada di bawah bimbingannya. 

Jadi, saat dibutuhkan atau dibuka formasi dosen PNS untuk ditempatkan di program studi Fakultas Ekonomi Islam misalnya. Maka dosen yang bersangkutan beragama Islam. Selain itu juga memenuhi kualifikasi lain, misalnya mengenai lulusan dari bidang keilmuan yang sesuai, sudah terakreditasi, dan lain-lain. 

Jadi berbeda dengan dosen Kemendikbud yang jurusan atau mata kuliah apapun yang diampu bisa diampu dosen siapa saja. Tidak memandang agama yang dianut. Hal ini lumrah, karena menjadi dosen agama tentu ada kewajiban untuk paham agama yang akan diajarkan. 

Baca Juga: Sertifikasi dan Karir Dosen Prodi Agama dan Pendidikan Agama

Masalah ilmu agama tentu bukan ilmu umum, sifatnya khusus. Misalnya seseorang yang beragama Kristen tentunya tidak akan mengambil jurusan agama Islam. Sehingga dirinya tidak akan mungkin menjadi dosen untuk agama Islam dan begitu juga sebaliknya. 

Meskipun siapa saja berhak untuk mempelajari ilmu agama apapun, namun biasanya hanya sekedar tahu. Tidak sampai mendalami, dan mempraktekan ilmu agama tersebut. Sehingga Kemenag lumrah mewajibkan dosen yang dibutuhkan untuk menganut suatu agama tertentu sesuai bidang yang ada formasinya. 

Tempat Melaksanakan Tugas Pendidikan 

Perbedaan kedua adalah pada tempat bertugas, dosen Kemenag sudah tentu akan ditugaskan oleh Kemenag di perguruan tinggi agama. Misalnya UIN, IAIN, STAIN, dan lain-lain seperti yang dijelaskan di awal tadi. Selain itu juga ditempatkan di fakultas agama yang terdapat di berbagai perguruan tinggi umum. 

Sehingga dosen-dosen yang mengajar mata kuliah tentang agama maka dijamin berada di bawah naungan Kemenag tadi. Artinya segala kebijakan yang ditetapkan Kemenag wajib diikuti dan dipatuhi oleh dosen yang bersangkutan. Hal ini kemudian memunculkan sejumlah perbedaan dengan dosen Kemendikbud. 

Tidak masalah memang, dan tentunya sudah dipahami oleh semua calon dosen agama. Sebab di Indonesia sudah sejak lama dunia pendidikannya dikelola oleh dua kementerian yang berbeda. Sehingga masing-masing dosen di setiap kementerian akan mengikuti aturan dari kementerian yang bersangkutan. 

Penerimaan Dosen Kemenag

Lalu, bagaimana dengan proses seleksi penerimaan dosen di bawah naungan Kemenag? Sebenarnya, selain yang disebutkan dan dijelaskan di atas maka pada dasarnya antara dosen Kemenag dengan dosen Kemendikbud adalah sama, atau tidak ada bedanya. Berikut detailnya: 

Syarat Menjadi Dosen 

Hal pertama adalah mengenai syarat menjadi dosen, jadi baik menjadi dosen di bawah naungan Kemenag maupun Kemendikbud umumnya memiliki syarat yang sama. Kecuali untuk syarat khusus seperti agama atau keyakinan yang dianut seperti yang dijelaskan di atas. 

Sehingga untuk menjadi dosen melalui Kemenag tetap ada kewajiban menyelesaikan studi Magister atau S2 terlebih dahulu. Kemudian juga sudah mengikuti tes atau seleksi penerimaan dosen di suatu perguruan tinggi. Dimana prosedurnya tidak berbeda jauh dengan melamar pekerjaan secara umum. 

Yakni, dosen atau calon dosen yang bersangkutan mencari informasi lowongan kerja dosen. Kemudian menyusun surat lamaran dan berkas-berkas yang dibutuhkan, lalu dikirimkan, dan mengikuti seleksi. Saat dinyatakan lolos maka akan menjalin kerjasama atau teken kontrak dengan pihak perguruan tinggi tersebut. 

Gaji yang Diterima 

Sedangkan untuk masalah gaji, baik pada dosen Kemenag maupun dosen Kemendikbud sebenarnya sama. Bagi dosen non PNS maka perhitungan gaji akan disesuaikan dengan kebijakan dan isi kontrak yang disepakati di awal masa kerja. Sedangkan untuk dosen PNS maka disesuaikan dengan peraturan yang ada. 

Dosen PNS di bawah Kemenag juga memiliki golongan, seperti III A, III B, dan sebagainya. Golongan ini akan mempengaruhi gaji yang diterima, dan demikian juga dengan masa kerja. Sehingga antara dosen III A yang sudah mengajar 1 tahun akan berbeda dengan dosen III A yang sudah mengajar lima tahun. 

Besaran Tunjangan dan Jenisnya 

Selain gaji, besaran tunjangan maupun jenis-jenis tunjangan yang didapatkan antara dosen Kemendikbud dengan Kemenag juga tidak berbeda. Namun besaran tunjangan tentunya disesuaikan dengan prestasi yang berhasil diraih dosen yang bersangkutan. 

Hal ini nantinya berhubungan dengan sertifikasi dan jabatan fungsional yang akan dijelaskan di bawah. Jadi, dosen di Kemenag yang sudah menjabat Lektor tentu memiliki besaran dan jenis tunjangan yang berbeda dengan dosen di Asisten Ahli. 

Semakin fokus dalam mengejar jenjang karir, maka semakin banyak tunjangan yang didapatkan. Sehingga tidak tertutup kemungkinan masih berusia muda namun jumlah gaji yang didapat jauh lebih tinggi dibanding dosen yang sudah sepuh. 

Sebab bisa jadi dosen yang sudah sepuh tadi cenderung lambat dalam mengajukan kenaikan jabatan fungsional. Sementara dosen yang masih muda sudah fokus sejak awal meniti karir, hal ini membuatnya lebih mudah meraih jabatan tinggi di usia yang masih relatif muda. 

Jadi, baik dosen Kemenag maupun dosen Kemendikbud berkesempatan memperoleh tunjangan sertifikasi dosen, tunjangan jabatan, kehormatan, tunjangan profesi, dan lain sebagainya. Tidak tertutup kemungkinan satu dosen mendapatkan semua tunjangan yang ada selama mampu membuktikan prestasinya. 

Sertifikasi Dosen 

Sertifikasi dosen pada awalnya antara dosen Kemendikbud dengan Kemenag berbeda, berbeda dari segi prosedur. Sementara untuk syarat pada dasarnya sama. Dulu, dosen di bawah Kemenag perlu menunggu namanya dipilih oleh Kemenag untuk mengajukan diri mengikuti sertifikasi. 

Sehingga berbeda dengan dosen di Kemendikbud yang ketika sudah memenuhi angka kredit dosen. Maka bisa mencoba mengajukan diri ke pihak kampus untuk mengikuti sertifikasi dosen. Sehingga dari kampus akan dibantu untuk melengkapi administrasi seperti soft print NIDN, SK pengangkatan dosen tetap, dan lain-lain. 

Namun lain dulu lain juga dengan sekarang, kabar terbaru menyebutkan bahwa untuk proses sertifikasi sekarang sudah disamakan antara dosen Kemenag dengan dosen Kemendikbud. Hal ini sesuai dengan surat edaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1049/E./E4/EP/2020. 

Baca Juga: Asesmen Lapangan Akreditasi Prodi DKV UNIKU Secara Daring

Surat edaran yang diterbitkan atau dipublikasikan pada 15 Oktober 2020 tersebut menyebutkan bahwa proses sertifikasi dan karir dosen Prodi Agama maupun Pendidikan Agama mengikuti proses sertifikasi dari Kemendikbud yang terhitung satu diberlakukan sejak 2 Januari 2021 kemarin. 

Sehingga untuk saat ini proses sertifikasinya sama persis, baik dari segi prosedur maupun aspek lain. Setiap dosen di Kemenag tentu perlu mengikuti prosedur baru sebab sudah disesuaikan dengan ketentuan dari Kemendikbud. 

Jabatan Fungsional 

Bagaimana dengan jabatan fungsional? Sekali lagi untuk urusan jabatan fungsional, antara dosen Kemenag dengan dosen di Kemenag tidak jauh berbeda. Jabatan fungsional keduanya ditentukan dari pencapaian angka kredit dosen. Sehingga mengikuti prosedur pemeriksaan PAK oleh dinas dan pihak terkait. 

Bagi dosen yang sudah mengejar angka kredit dan mampu memenuhi kualifikasi untuk mengajukan kenaikan jabatan, maka bisa segera dilakukan. Selain itu jenis jabatan fungsional antara keduanya juga sama yakni dimulai dari Asisten Ahli, kemudian ada Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar. 

Meskipun sampai saat ini masih belum bisa melebur menjadi satu antara Kemenag dengan Kemendikbud. Namun semakin kesini semakin banyak kebijakan dari keduanya dalam menyusun kebijakan pendidikan yang mendapat kesepakatan. Tidak tertutup kemungkinan dosen Kemenag bisa dianggap sama oleh semua pihak dengan dosen Kemendikbud. 

Di tag :