Sumbawa – Sejumlah pakar dan peraih medali kompetisi rekayasa genetika dunia International Genetically Engineered Machine Competition (iGEM) dari Indonesia berkumpul di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Rabu (30/1) lalu, untuk mengikuti seminar internasional dan temu alumni. Mereka yang berkumpul adalah para alumni, pakar dan mahasiswa dari UGM, UTS, ITERA, UNRI, ITB, UI, UBAYA dan Universitas Prasetya Mulya yang pernah mengikuti iGEM.
Diantara yang hadir ada dua dosen dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Matin Nuhamunada, M.Sc. (Fakultas Biologi) dan Miftahus Sa’adah, M.Sc. (Fakultas Farmasi). Keduanya dalam kesempatan ini menyampaikan pengalaman selama mengikuti kompetisi iGEM dan pengembangan bidang biologi sintetis di Indonesia.
Miftahus Sa’adah adalah peraih medali perunggu saat masih tergabung dalam tim dari ITB di tahun 2015 di kompetisi ini. Sedangkan, Matin Nuhamuda pernah mewakili tim Edinburgh, UK, meraih medali perak di tahun 2016 di kompetisi yang sama.
Kompetisi iGEM merupakan kompetisi biologi sintetis bergengsi yang digagas oleh beberapa kampus ivy league di Amerika, seperti Boston University, Caltech, MIT, Princeton University, dan The University of Texas at Austin pada tahun 2004. Dalam kompetisi tersebut, mahasiswa diberikan sebuah kit yang berisi ratusan DNA (Biobricks) yang dapat disusun selayaknya Lego untuk memprogram ulang makhluk hidup, seperti bakteri, tanaman, dan sebagainya menjadi mesin atau pabrik hidup yang memiliki manfaat bagi manusia.
Di kompetisi terakhir, peserta iGEM mencapai 340 tim dari 42 negara, baik dari universitas, sekolah menengah atas, maupun Citizen Science Lab. Kemudian, di setiap tahunnya, lebih dari 5.000 peserta (iGEM-ers) berkumpul dan berkompetisi dalam iGEM Giant Jamboree di Boston, Massachusetts, US.
Matin Nuhamuda mengatakan untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu biologi sintetis saat ini, kolaborasi antar bidang dan antar universitas di Indonesia sangat diperlukan. Kolaborasi, selain dibangun dengan mempertemukan pakar dari berbagai bidang, juga perlu mendidik generasi muda yang memiliki mindset multidisipliner.
”Di era Big Data ini diperlukan lulusan biologi yang menguasai komputasi, matematika, dan statistika secara mumpuni. Dalam lima tahun ke depan, tidak mengherankan jika mahasiswa biologi dituntut untuk dapat menggunakan bahasa pemrograman, seperti Python dan R, untuk mengolah data informasi biologi (bioinformatika) maupun mathematical modelling,” katanya dilansir ugm.ac.id.
Sementara itu, Miftahus Sa’adah (UGM), Ika Agus Rini (ITERA) dan Rahmat Azhari Kemal (UNRI) sepakat melibatkan masyarakat (publik), etika, dan kebijakan sejak awal untuk memulai proyek. Karena pada akhirnya. mereka juga yang akan menjadi konsumen dari produk/jasa bioteknologi yang dihasilkan. Hal inilah yang masih perlu ditekankan bagi masyarakat peneliti di Indonesia.
”Dengan menggandeng pendapat publik sejak awal, riset yang dilakukan mampu tepat sasaran. Kita harus menerapkan human practices dalam memulai riset atau proyek dalam rekayasa genetika,” kata Ida panggilan akrab Miftahus Sa’adah.
Hassnain Q. Bukhori, selaku iGEM Ambassador untuk Asia, menekankan pentingnya jejaring alumni kompetisi iGEM untuk pengembangan bioteknologi di kawasan Asia Tenggara. Hassnain yang merupakan kompetitor iGEM dari Pakistan, saat ini tengah mendirikan sebuah start-up bioteknologi untuk membantu diagnosis penyakit di kawasan tertinggal.
”Saya berharap melalui acara after iGEM ini, para alumni dapat saling berkolaborasi lebih lanjut untuk mengembangkan biologi sintetika, bahkan melakukan hilirisasi riset ke arah industri,” katanya.
Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng, selaku perwakilan tuan rumah dan direktur dari Sumbawa Techno Park, menyambut baik kedatangan para alumni iGEM dan berharap kegiatan seminar internasional dan temu alumni ini dapat meningkatkan pengembangan kajian biologi sintetik di Indonesia. Ia adalah salah satu dosen UTS yang di tahun 2014 berhasil mengantarkan mahasiswa dari Sumbawa ke Boston, US untuk mengikuti kompetisi iGEM dan membawa pulang Chairman’s Award, sebuah penghargaan yang baru pertama kali diberikan bagi tim yang berkompetisi pada lomba tersebut.
”Kegiatan ini untuk dapat membangkitkan semangat anak muda Indonesia untuk berkreasi dalam inovasi rekaya genetika dan bioteknologi, seperti yang dirasakan dalam kompetisi iGEM. Selain untuk pengembangan ilmu, tidak sedikit karya yang dihasilkan dalam kompetisi tersebut telah berhasil dikembangkan menjadi start-up di bidang Bioteknologi,” ujarnya.
Redaksi
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…