Inspirasi

Dosen FTI UII Ini Terapkan Strategi Membumikan Filsafat dan Kewarganegaraan

Berawal dari ajakan dosen pembimbing tesis untuk menjadi asisten dosen, Alif Lukmanul Hakim, S.Fil., M.Phil., mantap menggeluti profesinya sebagai dosen sampai sekarang. Dosen FTI UII (Fakultas Teknik Industri Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta tersebut awalnya diajak untuk mengajar mata kuliah Filsafat dan Kewarganegaraan sembari menunggu studi masternya selesai.

Sebelum mendapat predikat dosen tetap pada 2015 dan mengajar secara penuh di UII, sebelumnya Alif pernah menjadi dosen luar biasa di beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Antara lain, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Atma Jaya (UAJY) sejak awal Februari 2008.

Alif, begitu akrab ia disapa, menikmati hari-harinya sebagai dosen karena memang tu imerupakan cita-citanya sejak kecil. ”Sejak kecil punya cita-cita jadi dosen atau diplomat. Menurut saya keduanya tidak berbeda, karena sama-sama mengandalkan diplomasi juga. Seni berkomunikasi, seni berbicara, dan fungsi diplomat berjalan juga saat menjadi dosen,” ceritanya kepada tim duniadosen.com di ruangannya di FTI UII, Kamis (4/4/2019). Meski berkantor di FTI UII, Alif juga mengajar hampir di semua prodi di UII, karena ia mengampu Mata Kuliah Wajib Universitas (MKWU).

Alif Lukmanul Hakim inginkan mahasiswa tak lagi apatis terhadap Filsafat. (Foto: dok. Alif Lukmanul Hakim)

Keinginannya menjadi pengajar sedikit banyak disebabkan oleh inspirasi dari kedua orang tuanya. Meski Alif adalah orang pertama dalam keluarganya yang menjadi dosen, kedua orang tuanya sebenarnya juga memiliki latar belakang pekerjaan dalam bidang pendidikan.

”Latar belakang ayah kepala sekolah SMK dan Ibu saya bekerja di Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang, Jawa Barat,” ujar dosen FTI UII tersebut.

Meski begitu, Alif mengaku orang tuanya sama sekali tidak memaksa Alif untuk menjadi pengajar. Ia menceritakan, ketika ingin masuk jurusan Filsafat pun, tak ada paksaan dari orang tua. Keputusannya itu murni keinginan pribadi, karena Alif mengaku sangat menyukai pemikiran-pemikiran tokoh dan sejarah.

”Mereka (orang tua-red) sangat membebaskan,” ujar peraih gelar sarjana bidang Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus bidang Akidah dan Filsafat dari IAIN Sunan Kalijaga (sekarang UIN Sunan Kalijaga) Yogyakarta tersebut.

Salah satu alasan Alif kenapa menjadi dosen adalah ketika dirinya bisa lebih mudah untuk berbagi. Menurut Alif, orang sukses adalah orang yang bahagia dan bisa berbagi dengan orang lain.

Dalam berbagi, Alif memiliki prinsip untuk selalu belajar dan menerima perbedaan. ”Menjadi dosen kan berupaya untuk menerima perbedaan tersebut. Selain berbagi, saya juga perlu lebih banyak belajar dari mahasiswa karena bisa jadi ada mahasiswa lebih tahu dan lebih update dibanding saya. Itu satu hal penting,” tegas peraih gelar master dari Fakultas Filsafat UGM pada 2009 tersebut.

Menurut Alif, menjadi dosen adalah bagian dari passion-nya. ”Saya suka sekali bertemu orang. Ada dialektika dan pertemuan gagasan. Jadi dosen, menurut saya adalah transaksi gagasan, bisa saling mencerdaskan, dan berdiskusi adalah hal-hal yang tidak bisa dibeli oleh apapun,” ujarnya mantap.

Tentang Filsafat

Alif menempuh pendidikan sarjana sampai master untuk mempelajari bidang filsafat. Kenapa harus filsafat? Menurutnya, pertemuannya dengan ilmu filsafat menjadi garis hidup. Nama Alif Lukmanul Hakim yang diberikan oleh kakeknya, ia yakini juga sebuah harapan untuk menjadi orang yang berilmu luas tetapi tetap bijaksana.

Menurut Alif, ilmu filsafat mempelajari tentang kebijaksanaan. Berfilsafat adalah bagaimana belajar untuk menjadi bijaksana dalam menempatkan diri setiap melihat sebuah sudut pandang. Alif menilai dengan filsafat, seseorang bisa melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang.

Filsafat menurut mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FF UGM tersebut bisa dilihat dari tiga hal. Yaitu sebagai pandangan hidup dalam kebijaksanaan, sebagai cara untuk melatih sudut pandang yang berbeda, dan sebagai alat untuk menganalisa.

Alif Lukmanul Hakim saat memberikan pengajian. (Foto: dok. Alif Lukmanul Hakim)

”Filsafat mengajarkan sikap kritis dan tidak menerima sesuatu begitu saja. Misalnya kisah kebijaksanaan Nabi Ibrahim ketika mencari Tuhan, kan tidak serta mengatakan Tuhan itu siapa, tapi mencari. Ternyata bukan Matahari karena hilang waktu sore, bukan juga bulan yang hilang pada waktu pagi. Filsafat adalah rasa kritis untuk terus mencari dan melatih kita untuk bijaksana,” jelasnya.

Alif menyebut ilmu filsafat adalah ilmu yang sangat penting karena bisa digunakan dalam berbagai bidang. Sayangnya, masih banyak pihak yang cenderung melihat filsafat sebagai ilmu yang tak memiliki prospek bagus di masa depan. Akibatnya, banyak mahasisiswa yang sejak awal apatis ketika mendapatkan mata kuliah berbau filsafat.

Untuk mengakali masalah tersebut, Alif memiliki beberapa strategi pengajaran yang ia terapkan dan dinilai efektif untuk membuat mahasiswa setidaknya terbuka dengan filsafat.

Strategi Relasi dalam Proses Pengajaran

Sebagai dosen FTI UII, Alif selalu mengingatkan diri, bahwa pertemuan pertama merupakan sebuah pertaruhan. Jika salah menerapkan strategi pengajaran, maka bisa jadi mahasiswa makin enggan untuk mengenal filsafat lebih dalam. Maka, perlu ada strategi khusus untuk menarik perhatian mahasiswa.

Pada awal perkuliahan, dosen FTI UII ini selalu memberi pemahaman kepada mahasiswanya, bahwa filsafat itu penting. Ia mengubah sudut pandang mahasiswa yang tadinya tidak suka dan apatis menjadi suka. Hal tersebut penting dilakukan agar bisa lanjut pada tahap pembelajaran yang efektif.

Strategi lain yang ia gunakan adalah bagaimana menjalin relasi apik dengan mahasiswa melalui komunikasi yang egaliter. Ia berusaha sebisa mungkin untuk menempatkan mahasiswa bukan sebagai siswa yang perlu diajar, namun sebagai sahabat belajar yang bisa diajak diskusi secara bermakna.

”Saya selalu bilang kepada mahasiswa, Anda boleh catat mulai awal sampai akhir, saya tidak akan memanggil Anda dengan kata ‘kamu’ karena artinya ada tendensi bahwa kamu lebih rendah daripada aku. Saya menggunakan kata Anda dan Saya. Itu cara meraih perhatian mereka di awal, saya bangun persepsi bahwa filsafat membuat mereka punya cara pandang lain,” ungkap dosen yang juga aktif OSIS dan Pramuka saat sekolah tersebut.

Selain itu, Alif juga getol memakai bahasa gaul remaja zaman sekarang agar bisa lebih dekat dengan mahasiswa. Meski begitu, ia tidak takut mereka menjadi tidak hormat kepadanya. Malah, Alif menilai strategi tersebut membuat mahasiswa lebih hormat kepada dosen karena baik dosen maupun mahasiswa saling menghormati sebagai teman belajar dan diskusi.

Menurutnya, penghormatan tersebut penting dilakukan dalam rangka memunculkan inspirasi. Ketika passion-nya dalam bidang pengajaran dapat diterima, Alif merasa sangat berkesan. ”Saya selalu meyakini materi itu penting. Namun, pendekatan lebih penting lagi. Dari semua itu, yang paling penting adalah inspirasi,” lanjutnya.

Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan

Selain Filsafat, Alif juga mengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (KWN) dan juga Pendidikan Pancasila. Menurutnya, dua mata kuliah tersebut adalah topik yang sangat seksi dan layak didiskusikan serta dimiliki. Tak ayal kedua mata kuliah tersebut ada dalam setiap perguruan tinggi di Indonesia sebagai mata kuliah wajib.

Menurutnya, KWN memiliki hubungan erat dengan bidang ilmu lainnya jika dilihat dengan pendekatan interdisiplin. Alif menilai ketika seseorang mempelajari KWN, mereka tidak hanya belajar untuk menjadi warga negara yang baik namun juga warga negara yang kritis.

Alif menyebut ada satu materi yang memiliki urgensi dalam mata kuliah KWN, yaitu pendidikan politik bagi warga negara. Materi ini penting untuk mengedukasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses bernegara dan berbangsa.

”Jangan sampai masyarakat mengalami apatisme politik. Edukasi bisa dilakukan dengan cara menghadapkan pada masalah pemerintahan, sosial, politik, budaya, dan sebagainya untuk dikaji. Warga negara harus paham dengan masalah tersebut. Mahasiswa harus bersikap kritis dan transformatif. Itu paling mendesak,” tegas Alif.

KWN, lanjut Alif, bisa membuat mahasiswa mampu menerapkan disiplin ilmu dalam konstruksi keindonesiaan. Dimanapun mahasiswa aktif, diharapkan menjadi orang yang mencintai keindonesiaan, kebangsaan, dan keberagaman. Alif menyebut KWN bertujuan untuk membentuk sikap-sikap tersebut.

Ihwal implementasi KWN di Indonesia, Alif mengkritik tidak adanya linieritas antara jenjang dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Ia menyayangkan adanya penggabungan mata pelajaran Pancasila dan KWN di pendidikan dasar sampai menengah dalam mata pelajaran PKn. Padahal, menurut Alif, keduanya memiliki perbedaan.

”Pancasila berbicara soal value yang jadi landasan moral, sedang KWN fokus pada implementasi teknik dalam kebijakan. Harusnya, sejak SD sampai SMA jangan disatukan. Pancasila sendiri dalam konteks pendidikan pekerti luhur. KWN juga sendiri, bagaimana melatih paham berbangsa. Nanti dilanjutkan di kuliah agar linear dan nyambung. Menurut saya, saat ini masih ada missing link,” kritiknya.

Tentang Penghargaan dan Rencana Ke Depan

Sertifikat Trainer Terbaik milik Alif dalam tujuh tahun berturut-turut dalam Student Softskill Development Program UII. (Foto: duniadosen.com/az)

Alif merupakan dosen yang tujuh kali secara berturut-turut mendapat penghargaan sebagai trainer terbaik dalam Student Softskill Development Program UII rentang 2012 sampai 2018. Selain itu, ia juga pernah menjadi dosen dengan nilai kinerja terbaik pada 2012 lalu.

Secara pribadi, Alif enggan menjadikan penghargaan sebagai pembuat citra kehebatannya sebagai dosen. Alif melihat penghargaan yang ia peroleh sebagai pengingat bahwa apa yang ia lakukan bermanfaat bagi orang lain meskipun ikhtiarnya masih kecil.

Saat ini, Alif sibuk memberikan pelatihan dan seminar baik di internal UII maupun luar kampus, serta pengajian di lingkungan rumah. Ke depannya, peneliti di Pusat Studi Gender UII tersebut ingin membuat video blog (vlog) di YouTube tentang tema-tema mata kuliah yang ia ampu agar bisa dinikmati oleh khalayak ramai.

Salah satu penulis dalam buku ‘Membaca Ulang Pancasila’ tersebut juga sedang mempersiapkan buku ajar bersama rekannya berjudul Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila yang ia targetkan akan terbit tahun depan. Selain itu, ia juga berharap untuk segera melanjutkan pendidikan doktoral dalam waktu dekat. (duniadosen.com/az)

Redaksi

View Comments

Recent Posts

Biaya Kuliah S3 di Dalam dan Luar Negeri

Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…

2 days ago

5 Tips S3 ke Luar Negeri dengan Membawa Keluarga

Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…

2 days ago

Syarat dan Prosedur Kenaikan Jabatan Asisten Ahli ke Lektor

Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…

2 days ago

Perubahan Status Aktif Dosen Perlu Segera Dilakukan

Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…

2 days ago

7 Jenis Kejahatan Phishing Data yang Bisa Menimpa Dosen

Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…

2 days ago

Cara Menambahkan Buku ke Google Scholar Secara Manual

Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…

2 days ago