Jakarta – Tanoto Foundation melalui “Program Pintar” atau pengembangan inovasi untuk kualitas pembelajaran menggelar lokakarya nasional “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Kolaborasi Guru-Dosen” di Jakarta dan berlangsung 13-15 Juli 2019. Kolaborasi melibatkan 20 dosen dari 10 lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dan 20 guru dari 20 sekolah dan madrasah mitra/lab LPTK tersebut.
10 LPTK mitra tersebut adalah Universitas Mulawarman dan IAIN Samarinda (Kalimantan Timur), Universitas Sebelas Maret Surakarta dan UIN Walisongo (Jawa Tengah), Universitas Jambi dan UIN Sultan Thaha Syarifudin Jambi (Jambi), Universitas Riau dan UIN Sultan Syarif Kasim (Riau), Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan UIN Sumatera Utara Medan (Sumatera Utara). Mereka bekerja sama dalam merumuskan masalah-masalah pembelajaran dan ditindaklanjuti dalam kolaborasi PTK.
Sinergi Dosen dan Guru
Stuart Weston, Direktur “Program Pintar”, menyampaikan kegiatan ini bertujuan menyinergikan peningkatan mutu sekolah dan madrasah dengan LPTK sebagai lembaga penghasil guru.
Para dosen difasilitasi turun ke sekolah dan madrasah bekerja sama dengan para guru meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. “Mereka bisa bekerja sama dalam mengidentifikasi dan memecahkan bersama masalah pembelajaran. Manfaat melakukan PTK ini, bagi guru sebagai upaya meningkatkan mutu pembelajaran di kelas dan meningkatkan profesionalismenya,” jelas Stuart dilansir dari laman edukasi.kompas.com.
Ia menambahkan, “Sedangkan dosen melakukan PTK, bisa untuk publikasi ilmiah dan membantu peningkatan mutu pembelajaran di kelas sebagai pengalaman nyata untuk bahan perkuliahan.” Stuart Weston menegaskan kolaborasi ini efektif meningkatkan kualitas pembelajaran baik di sekolah maupun LPTK.
Penugasan Dosen di Sekolah
Dr. Ir. Paristiyanti Nurwardani, MP., Direktur Pembelajaran Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi, memberikan apresiasi pada kegiatan dilakukan Tanoto Fondation melalui “Program Pintar” sebagai katalis kolaborasi dosen dan guru.
Ia menyampaikan langkah ini telah sejalan dengan kebijakan Kemenristekdikti. “Kami mengembangkan kemitraan LPTK dengan sekolah mitra atau sekolah lab melalui program PDS (penugasan dosen di sekolah). Program PDS ini relevan dengan kegiatan kolaborasi guru dan dosen dalam melaksanakan PTK untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran di kelas,” tukasnya.
Lebih jauh Paristiyanti berharap kepada seluruh peserta agar apa yang telah diperoleh dalam kegiatan ini nantinya dapat ditularkan kepada guru lain, khususnya dalam lingkup MPMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang terdapat di sekolah dan dinas pendidikan.
“Apa yang sudah diperoleh di sini jangan hanya menjadi pengetahuan, namun juga harus diaplikasikan di dalam kelas hingga kemudian menjadi budaya,” pesannya kepada seluruh peserta.
Pemecahan masalah pembelajaran Prof. Dr. Hari Amirullah Rachman, M.Pd., Tim Penilai Angka Kredit Guru Kemendikbud yang menjadi salah satu fasilitator menyebutkan, masih banyak guru kesulitan melakukan PTK. Kebanyakan guru perlu diperkaya dengan teori-teori pembelajaran untuk mendukung pemecahan masalah pembelajaran. “Melalui kolaborasi PTK ini, dosen dapat memperkuat guru dalam menerapkan teori pembelajaran yang relevan untuk menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapi guru,” katanya.
Selanjutnya, kegiatan ini akan terus berlanjut selama enam bulan ke depan. Para dosen dan guru akan berkolaborasi melaksanakan PTK untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Ada 20 dosen dari 10 LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) dan 20 guru dari 20 sekolah dan madrasah mitra/lab LPTK yang terlibat dalam kegiatan PTK ini.
Menerapkan pembelajaran “MIKiR” Christie Stephanie Piar, S.IP., M.M., dosen FKIP Universitas Mulawarman, dan Noriska Rahmadiani, guru kelas V SDN 005 Samarinda, Kalimantan Timur, yang berkolaborasi dalam PTK ini, telah mengidentifikasi masalah pembelajaran yang terjadi di kelas.
Menurut Christie, setelah mengamati proses pembelajaran di kelas V, jumlah siswa di kelas Ibu Noriska sangat besar, yaitu ada 40 siswa. Mereka juga masuk siang karena rombel yang harus berbagi dengan kelas lainnya. Pembelajaran juga lebih banyak bergaya klasikal di mana guru hanya menerangkan dan memberi catatan sehingga membuat mayoritas siswa cenderung pasif, mudah hilang konsentrasi, bahkan sering mengantuk.
“Kami berencana meningkatkan interaksi sosial siswa kelas V dalam pembelajaran IPS. Para siswa akan difasilitasi belajar di kelompok-kelompok kecil untuk belajar secara kooperatif. Kami juga menerapkan unsur pembelajaran aktif ‘MIKiR’ atau mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi,” jelas Christie.
Ia melanjutkan, elalui penerapan MIKiR, pihaknya berupaya memfasilitasi siswa untuk belajar lebih aktif lagi melalui kegiatan interaksi dengan teman-teman sekelompoknya.
Sementara Fibrika Rahmat Basuki, S.Pd, M.Pd., dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jambi menyebut kegiatan ini merupakan terobosan dalam meningkatkan kerja sama antara LPTK dengan sekolah mitra.
”Kami selaku dosen bisa mendapatkan pengalaman terjun langsung ke sekolah untuk mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran dan menemukan pemecahannya bersama guru. Pengalaman ini sangat bermanfaat bagi kami dalam memberikan perkuliahan yang kontekstual bagi mahasiswa calon guru,” tukasnya.
Fibrika menyampaikan melalui dosen dan guru dalam lokakarya “Program Pintar” Tanoto Foundation ini akan membantu para guru dalam menginspirasi dan memotivasi siswa di kelas dalam praktik pembelajaran dengan kompetensi kemampuan berpikir kreatif, kritis, komunikasi, dan berkolaborasi.
Redaksi