Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang penghentian atau moratorium sementara izin perguruan tinggi dan prodi baru agar bisa fokus dorong akreditasi perguruan tinggi. Kebijakan moratorium ini seperti yang tertuang dalam Surat Edaran 2/M/SE/IX/2016. Melalui surat itu, disebutkan bahwa moratorium izin pendirian perguruan tinggi dan program studi baru berlaku mulai 1 Januari 2017.
Namun demikian, moratorium ini berlaku khusus untuk universitas, institut, dan sekolah tinggi. Dengan kata lain, perguruan tinggi politeknik dan institut teknologi tetap dibuka. Ada pula prodi yang masih dibuka, yaitu prodi bidang science, technology, engineering, dan mathematic atau bisa disingkat STEM. Pendirian kampus di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) juga tetap diizinkan.
Alasan dari moratorium ini yaitu agar pemerintah bisa fokus meningkatkan kualitas perguruan tinggi. Upaya yang difokuskan yaitu mendorong perguruan tinggi terakreditasi A semakin banyak.
Secara kuantitas, jumlah perguruan tinggi di Indonesia sudah terlalu banyak. Ironisnya, banyaknya kuantitas kurang sejalan dengan kualitas pendidikan tinggi. Dari 4.455, baru 32 perguruan tinggi dengan akreditasi A.
Selama moratorium, apa yang dilakukan pemerintah? Pemerintah, khususnya melalui Kemenristekdikti akan menggencarkan pembinaan perguruan tinggi, terutama yang belum terakreditasi A.
Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Kemenristekdikti Totok Prasetyo mengatakan bahwa cenderung ada perbedaan antara janji saat mengurus izin dan realitas. Misalnya, ada yayasan yang menjanjikan pemenuhan rasio dosen dan mahasiswa, tetapi rasio tetap rendah selama beroperasi. Bahkan, ada prodi di salah satu perguruan tinggi yang jumlah dosennya kurang dari enam orang.
Totok Amin Soefijanto, pengamat pendidikan tinggi dari Universitas Paramadina menyambut baik adanya aturan moratorium ini. Ia tak memungkiri bahwa kualitas pendidikan tinggi kita masih rendah. Dilihat dari akreditasi, masih ada perbedaan antara daerah satu dengan lainnya. Di Jawa, Bali, dan Sulawesi, rata-rata perguruan tinggi dengan akreditasi A dan B. Sementara di Sumatera, Kalimantan, dan Papua, banyak yang masih C.
Menurut Totok, adanya moratorium belum cukup untuk memperbaiki kualitas perguruan tinggi. Baginya, perlu ada kebijakan lain seperti merger sejumlah kampus. Dia berharap kampus berjenis sekolah tinggi bisa di-marger. Sebab kampus sekolah tinggi umumnya hanya satu bidang keilmuan. Lebih baik digabung dengan kampus sekolah tinggi lain yang beda keilmuan.
Referensi:
Wan Riaupos. Maaf ya… Mulai Januari 2017 Pendirian Perguruan Tinggi Sementara Dihentikan. <http://riaupos.co/134439-berita-maaf-ya-mulai-januari-2017-pendirian-perguruan-tinggi-sementara-dihentikan.html#ixzz4Qj1Lnjwk>
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…