Menjadi dosen, bukanlah profesi impian bagi Asni Furaida. Diakui, tak pernah terlintas di pikirannya, karena Asni beranggapan profesi tersebut merupakan pekerjaan yang membosankan, mengulang materi yang sama dari tahun ke tahun, meski hanya mahasiswanya saja yang baru. Tetapi dalam perjalanannya, lulusan S2 Belgrade University, Serbia ini tak bisa menolak nasibnya. Proses karirnya harus dimulai dari menjadi freelance tutor bahasa Inggris.
”Agaknya mendapat karma, saya yang beranggapan negatif tentang dunia guru atau dosen malah nyemplung ke dalamnya tanpa adanya perbekalan ilmu pendidikan. Karena ilmu S1 dan S2 saya ilmu murni sastra Inggris. Namun, sepertinya darah guru atau dosen dari ayah saya mengalir ke diri saya,” tutur perempuan asal Jepara, Jawa Tengah ini.
April 2012 lulus S1 UNS, namun sebelum wisuda Asni diterima bekerja di Jakarta. Meski begitu, Asni berkeinginan kuat ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi lewat jalur beasiswa luar negeri. Beruntunglah, Asni memiliki teman dari Nigeria bernama George yang memberikan info beasiswa pemerintah Serbia. Putri kedua pasangan Drs. KH. Ahmad Asy’ari Sajid, M.Ag. (alm) dan Afifah Noor ini bergegas mendaftar. Sebelumnya, Asni adalah sang pemburu beasiswa luar negeri, di antaranya Inggris, Turki dan lainnya.
”Alhamdulillah diterima. Sebenarnya waktu itu saya juga belum tahu Serbia itu Negara belahan bumi mana, tapi karena niatnya ingin mencari ilmu maka saya Bismillah dan bersyukur didukung oleh orang tua,” kenang perempuan berjilbab ini.
Asni Furaida – Mulai Karir Dosen
Perjalanan karirnya sebagai dosen bermula ketika Asni lulus S2 di Belgrade University, Serbia dan kembali ke tanah air. Perempuan bercita-cita sebagai Diplomat ini langsung giat mencari pekerjaan. Selama satu tahun pertama, Asni belum mendapat pekerjaan tetap. Sehingga menggiringnya untuk menjadi freelancer tutor bahasa Inggris.
”Saya menyebar lamaran kerja ke Jakarta, Solo, dan Malang. Saya melamar pekerjaan apa saja yang berhubungan dengan bidang keahlian saya, sastra Inggris atau ilmu sosial. Saya kembali ke tanah air pada Januari akhir 2016,” ujarnya.
Asni melanjutkan, di akhir tahun yang sama ia dinyatakan diterima sebagai dosen tetap di Universitas Dompet Dhuafa Jakarta. Namun karena adanya moratorium pendirian Fakultas Ilmu Sosial, maka posisi Asni sebagai dosen tetap diputuskan secara sepihak. Bersamaan dengan itu, lamaran kerja Asni di perguruan tinggi lainnya pun mendapat panggilan tes dan lolos.
Pada akhir Januari 2017, Asni diterima sebagai dosen luar biasa di Pusat Bahasa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Pada tahun berikutnya, perempuan penghobi nonton film ini juga lolos tes menjadi dosen tetap Sastra Inggris di Fakultas Humaniora di perguruan tinggi yang sama.
Sewaktu Asni masih menempuh pendidikan S1 di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, ia pun memiliki pekerjaan sampingan sebagai guru les bahasa Inggris baik privat maupun kelas. Ia mulai pekerjaan sampingannya tersebut sejak semester tiga hingga lulus. Bahkan putri kedua dari lima bersaudara ini mampu membayar uang kuliah sendiri dari hasil pekerjaan sampingannya tersebut.
”Level les bahasa Inggris yang saya berikan sangat bervariasi, mulai dari TK sampai dosen itu sendiri. Bahkan dosen pembimbing akademik (PA) merekomendasikan saya mengajar temannya sesama dosen dari fakultas lain,” ungkapnya.
Bisa dikatakan, awal mula perjalanan karir Asni sebagai dosen dibentuk dari masa-masa ia melakukan pekerjaan sampingan sebagai freelance tutor. Cara berinteraksi dan berkomunikasi dengan murid les, ternyata mematangkan Asni menjadi dosen seperti sekarang ini secara tidak langsung. ”Tentu saja sekarang saya masih harus tetap belajar menjadi lebih baik terus menerus sebagai dosen. Karena saya ingin menjadi dosen yang bisa diandalkan, baik , berkualitas bagi mahasiswa saya,” papar dosen kelahiran Jepara 30 tahun silam ini.
Kendala Dosen Baru
Ketika ditanya duniadosen.com terkait kendala terkait profesinya sebagai dosen, Asni mengakui pasti ada. Karena profesi tersebut sangat dinamis dan harus memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sebagai dosen adik dari Muhammad Husni Arafat ini dituntut selalu bisa meningkatan kompetensi di bidang keahlian yang digeluti. Baik menuliskan dan mempublikasikannya dalam bentuk jurnal maupun yang lain. Menurutnya sebagai dosen juga harus memberikan kontribusi nyata dalam pengabdiannya kepada masyarakat.
Ia melanjutkan, kendala nyata yang dirasakan adalah bagaimana mengatur waktu yang baik antara mengajar, melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, Asni juga meningkatkan cara mengajar agar mahasiswa bisa lebih mudah mengerti dan faham dengan cara yang sederhana. Hal ini juga melatih kemampuan berpikir kritis.
”Saya selalu berusaha meluangkan waktu membaca buku-buku yang menunjang profesi saya. Saya merasa manjadi dosen mempunyai beberapa macam pekerjaan sekaligus, seperti dosen itu sendiri, peneliti, petugas sosial, motivator, dan lainnya,” paparnya.
Bagi Asni keputusannya menjadi dosen, mengalir begitu alamiah dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman mengajar sebelumnya. Pemilihan karirnya sebagai dosen pada akhirnya seperti berusaha mencari jawab atas pertanyaan untuk mencari kerja yang dalam penilaiannya, bisa apa saja asalkan membutuhkan keahlian ilmu yang ia tekuni. ”Bisa dikatakan pemilihan karir sebagai dosen seperti toples yang bertemu tutupnya, saya mencari kerja dan perguruan tinggi yang saya lamar melihat potensi dan menerima saya sebagai dosennya,” katanya.
Asni mengaku, saat ini masih diliputi kegaulauan antara mengejar passion atau melihat realitas hidup. Sekembalinya ke Indonesia, kesehatannya menurun belum bisa mendaftar sebagai diplomat pada saat tes CPNS tahun 2017. Pada tahun inipun Asni lebih memilih formasi dosen, karena ini percobaan pertamanya dalam tes CPNS.
”Saya banyak memikirkan baik dan buruknya mengejar passion atau masih tetap setia pada profesi dosen yang sudah saya geluti selama hampir 2 tahun ini. Sekarang lebih memilih setia pada profesi dosen, karena ada motivasi lain, saya harus membantu dua adik terkecil untuk biaya sekolah. Sehingga profesi ini saya perlukan karena motif ekonomi tersebut,” ujarnya.
Memilih program studi sastra Inggris merupakan hasil dari pemikiran sederhana Asni setelah lulus Madrasah Aliyah (MA) Banat, Kudus. Nilai tertingginya terdapat di mata pelajaran bahasa Inggris, maka pikirnya saat itu kesempatan besar yang akan menerimanya adalah program studi (prodi) bahasa Inggris, sastra Inggris murni, atau pendidikan Inggris.
” Dulu saya pikir ketika memilih prodi yang disukai, perkuliahan akan lebih mudah. Namun, pada kenyataannya meski saya menyukai prodi yang saya pilih, tantangan untuk belajar sangat besar dan kedepannya saya sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan kesusastraan Inggris,” ungkapnya.
Asni Furaida – Berkarya Lewat Menulis
Menjadi dosen menjadi dorongan kuat Asni untuk menjadi pribadi yang berkualitas. Ia pun terus meningkatkan kapasitas kemampuannya dengan mengikuti beberapa kegiatan. Di antaranya, mengikuti kursus online yang diadakan kedutaan besar Amerika di Indonesia dengan tajuk IMOOC 2018 (Indonesian massive open online course). Selain itu, belum lama ini perempuan yang hobi membaca dan menulis ini pun memperoleh notifikasi akan tulisannya yang berkolaborasi dengan dosen lain diterima di salah satu konferensi Internasional.
”Saya yakin ke depan tulisan saya dan saya sebagai penulis utama bisa diterima di berbagai konferensi Internasional. Baik dalam maupun luar negeri,” harapnya.
Di sela kesibukannya, Asni juga melancarkan hobi menulisnya menjadi buku dan diterbitkan. Buku pertamanya, merupakan kumpulan esai dari komunitas diskusi Pengajian Senin saat Asni masih berkuliah di UNS berjudul ”RENJANA”. ”Ada juga puisi yang masuk ke dalam antologi puisi yang diterbitkan oleh PAWON SASTRA (komunitas sastra di solo raya), ada juga cerita sukses saya yang dimuat dalam buku ”London di Tembok Kamar Saya”,” ungkap Asni.
Selanjutnya, saat Asni melajutkan kuliah S2-nya di Serbia, ia menjadi ketua KERIS (ikatan pelajar Indonesia di Serbia) dan para anggota KERIS bergotong royong membuat buku ”Panduan Belajar di Serbia” yang juga menjadi book chapter di buku yang dikeluarkan oleh PPI Dunia ”Buku Belajar ke Luar Negeri Seri 2”. Asni dan timnya pun membuat buku saku panduan belajar bahasa Serbia.
Selain menjadi dosen, Asni juga memiliki beberapa aktifitas lain. Yaitu, sebagai penerjemah freelancer, coach beasiswa Serbia dalam aplikasi klikcoaching, dan mengerjakan proyek pribadinya dalam menerjemahkan kumpulan cerita pendek dari penulis Amerika bernama Jhumpa Lahiri. Meski begitu, Asni tak kesulitan membagi waktunya. Ia lebih memprioritaskan 90% waktunya untuk profesinya sebagai dosen.
”Karena di Fakultas Humaniora dimana saya ditempatkan sekarang, saya juga ditugaskan di unit LKBB (Laboratorium Kajian Bahasa dan Budaya) yang mempunyai banyak program kerja yang harus dilaksanakan dalam satu tahun ini. Misalnya, kajian rutin LKBB yang diselenggarakan setiap bulan, melaksanakan workshop Filologi, melaksanakan seminar Cultural Studies, dan membuat ensiklopedia Islam Nusantara, dan masih banyak tugas lainnya lagi,” bebernya.
Asni Furaida pun berkomitmen mengerjakan segala tugas yang diberikan dengan baik sesuai dalam Tri Dhrama Pendidikan Tinggi. Harapan Asni, dalam profesinya sebagai dosen ke depan ia bisa menduduki jabatan fungsional dan pada akhirnya menjadi professor dan Guru Besar.
”Motivasi hidup saya adalah selalu berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama manusia. Jika ingin mendapatkan sesuatu, berjuang adalah suatu kepastian meski hal itu sangatlah berat,” tutupnya.
(duniadosen.com/TA)