Setiap dosen tentu memerlukan pemahaman mengenai bagaimana cara menjadi reviewer jurnal ilmiah. Apalagi dengan adanya ketetapan untuk memenuhi syarat khusus tambahan saat pengajuan kenaikan jabatan fungsional dari Lektor Kepala menuju Guru Besar.
Salah satunya, dosen tersebut memiliki riwayat atau pernah menjadi reviewer jurnal. Bahkan, disebutkan tidak hanya satu jurnal saja melainkan minimal menjadi reviewer untuk 3 jurnal internasional bereputasi.
Syarat khusus tambahan ini tentu saja menjadi perhatian para dosen sebab menjadi reviewer jurnal diketahui bukan persoalan mudah. Lalu, bagaimana agar dosen bisa menjadi reviewer dan memenuhi syarat khusus tambahan tersebut? Berikut penjelasannya.
Sebelum membahas lebih mendalam mengenai tata cara menjadi reviewer jurnal ilmiah. Maka penting sekali untuk memahami apa itu reviewer dan apa saja syarat yang harus dipenuhi. Sekaligus memahami tugas yang akan diemban selama menjadi reviewer.
Secara etimologi, istilah review berasal dari bahasa Inggris yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia memiliki makna “tinjauan” atau bisa juga diartikan “meninjau”. Dalam KBBI, meninjau memiliki definisi sebagai mempelajari dengan cermat; memeriksa (untuk memahami dan sebagainya).
Kegiatan meninjau bisa dilakukan untuk berbagai hal di berbagai bidang. Salah satunya adalah berkaitan dengan dunia publikasi. Kegiatan meninjau lebih umum disebut dengan istilah “review” dan pelakunya disebut “reviewer”.
Dalam dunia publikasi, reviewer biasanya diisi oleh mereka yang sudah pakar di suatu bidang atau memiliki pengalaman panjang. Profesi ini bisa ditemukan di publisher atau penerbit, baik penerbit jurnal maupun buku.
Review jurnal adalah sebuah kegiatan menulis untuk memberikan ulasan atau tinjauan pada sebuah artikel jurnal agar diketahui kelebihan, kekurangan, dan kualitasnya. Sedangkan orang yang melakukan review jurnal disebut reviewer jurnal.
Umumnya, setiap jurnal memiliki beberapa reviewer dan didominasi oleh kalangan dosen dan peneliti senior. Tugas mereka adalah membantu pengelola jurnal tersebut menyaring (melakukan seleksi) pada artikel ilmiah yang masuk dan menilai kelayakannya untuk dipublikasikan.
Dosen yang mendapat kesempatan dan kepercayaan menjadi reviewer jurnal diwajibkan menjalankan tugasnya dengan baik. Ada 3 tugas utama seorang reviewer jurnal, yaitu:
Tugas yang pertama dan menjadi yang utama dari reviewer jurnal adalah melakukan peninjauan artikel yang masuk ke redaksi jurnal tersebut. Sebuah jurnal biasanya akan menerima sejumlah artikel yang disubmit para peneliti.
Artikel yang masuk tentu tidak bisa langsung dipublikasikan. Melainkan harus diperiksa dulu dengan memperhatikan beberapa aspek. Dalam prosesnya, artikel tersebut akan diperiksa reviewer yang merupakan pakar di bidang keilmuan yang menjadi scope jurnal tersebut.
Reviewer kemudian akan melakukan peninjauan. Mulai dari membaca, membuat catatan berisi saran maupun kritikan (revisi), dan sebagainya. Kemudian berkomunikasi dengan penulis untuk proses revisi maupun keputusan lain berdasarkan hasil peninjauan.
Tugas kedua dari reviewer jurnal adalah melakukan evaluasi kelayakan. Artinya, artikel yang masuk ke redaksi jurnal akan diperiksa kelayakannya untuk terbit. Jika memang layak terbit maka artikel akan diterima. Begitu pula sebaliknya.
Tugas yang ketiga dari reviewer jurnal adalah memberi rekomendasi kepada pengelola jurnal untuk menerima maupun menolak artikel tersebut. Sehingga reviewer akan memiliki wewenang menentukan diterima tidaknya artikel ilmiah.
Dalam memberikan rekomendasi ini, seorang reviewer wajib menjunjung tinggi kode etik. Sekaligus memiliki alasan yang kuat. Misalnya, jika artikel ditolak maka harus dijelaskan kelemahan dari artikel tersebut sehingga statusnya tidak layak diterbitkan.
Dosen di Indonesia dan juga di dunia, memiliki kesempatan besar menjadi reviewer jurnal. Termasuk jurnal internasional, baik yang biasa maupun jurnal bereputasi. Ada banyak manfaat bisa didapatkan dosen jika menjadi reviewer jurnal.
Manfaat ini yang membuat dosen perlu memahami tata cara menjadi reviewer jurnal. Lalu, apa saja manfaat tersebut? Berikut beberapa diantaranya:
Manfaat yang pertama jika seorang dosen bisa menjadi reviewer adalah memiliki pengalaman. Bukan sekedar pengalaman menjadi reviewer jurnal dan masuk ke dalam CV. Pengalaman ini memberi dampak sangat kompleks pada dosen tersebut.
Apalagi, setiap pengelola jurnal biasanya memberikan SK pengangkatan sebagai reviewer. Ketika ada tugas melakukan review artikel, maka akan diikuti pemberian surat tugas.
Semua dokumen ini akan menjadi bukti bahwa pengalaman menjadi reviewer adalah benar bukan hasil rekayasa. Sehingga bisa digunakan dosen tersebut untuk berbagai keperluan di masa mendatang.
Misalnya menjadi nilai tambah saat mengikuti seleksi call for reviewer sebuah jurnal ilmiah, bukti mengajukan kenaikan jabatan fungsional khususnya dari Lektor Kepala menjadi Guru Besar, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Seperti yang dijelaskan di awal, memiliki pengalaman menjadi reviewer jurnal, khususnya jurnal internasional. Bisa membantu mendukung dosen dalam mengembangkan karir akademik.
Sebab salah satu syarat khusus tambahan untuk naik jabatan fungsional dari jenjang Lektor Kepala menuju Guru Besar adalah punya riwayat menjadi reviewer jurnal internasional bereputasi. Tidak hanya satu jurnal, tapi minimal di 3 jurnal berbeda.
Jadi, bagi para dosen yang memiliki impian bisa sampai ke puncak karir sebelum pensiun. Maka bisa membangun riwayat menjadi reviewer jurnal internasional bereputasi dari sekarang.
Menjadi reviewer jurnal akan membantu dosen dalam melakukan personal branding. Pasalnya, pada saat menjadi reviewer maka nama dosen akan tercantum di Editorial Board website resmi jurnal tersebut.
Sehingga nama dosen akan diketahui, dikenal, dan diingat oleh dosen dan peneliti lain saat mengecek Editorial Board. Dosen tersebut kemudian akan diakui kepakarannya dan diketahui profesinya sebagai dosen atau peneliti, saat penulis mencari informasi semua nama di Editorial Board.
Sejalan dengan manfaat yang dijelaskan di poin sebelumnya. Pada saat branding berhasil dengan menjadi reviewer jurnal. Maka dosen yang bersangkutan bisa sekaligus memperluas jaringan dan membuka kolaborasi.
Baik kolaborasi dalam kegiatan penelitian, kegiatan menulis karya ilmiah (artikel, buku, dll), kegiatan publikasi ilmiah, dan lain sebagainya. Kolaborasi ini akan meningkatkan pencapaian akademik dosen tersebut.
Kolaborasi juga akan memaksimalkan kontribusi dosen di dunia pendidikan dan kemajuan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Sebab bisa terus produktif melakukan kegiatan akademik dan menghasilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat di dunia.
Manfaat berikutnya pada saat dosen berhasil menjadi reviewer jurnal adalah bisa mendapatkan honor. Menjadi reviewer biasanya akan dibayar oleh pihak pengelola jurnal.
Mengenai besarannya, akan bergantung pada kebijakan jurnal tersebut dan kesepakatan bersama dosen yang bersangk tuan. Namun, seberapapun jumlahnya tentu menjadi sumber pemasukan tambahan bagi dosen.
Hasilnya bisa digunakan untuk mendukung kegiatan akademik yang membutuhkan biaya. Seperti penelitian, penerbitan buku, submit artikel ke jurnal ilmiah, pengurusan HAKI, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Manfaat menjadi reviewer jurnal memang cukup beragam, tidak heran banyak dosen mencari jalan untuk menjadi reviewer. Lalu, bagaimana cara menjadi reviewer jurnal? Dikutip dari berbagai sumber, secara garis besar ada dua cara menjadi reviewer jurnal. Yaitu:
Cara atau bisa disebut pilihan jalur pertama untuk dosen bisa menjadi reviewer jurnal adalah menunggu call for reviewer. Secara sederhana, call for reviewer adalah pengumuman adanya lowongan untuk menjadi reviewer jurnal.
Tentu saja, pengumuman ini akan dibagikan ke publik oleh sebuah jurnal ilmiah. Selain itu, beberapa lembaga penelitian milik pemerintah diketahui juga rutin membuka call for reviewer. Misalnya di Kemendikbudristekdikti.
Sebab Kemendikbudristekdikti diketahui juga membutuhkan reviewer nasional penelitian. Reviewer ini biasanya ditujukan untuk peneliti maupun dosen senior yang tentunya sudah memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan.
Jadi, pastikan selalu update informasi terkini dari jurnal maupun Kemendikbudristekdikti. Sehingga saat ada call for reviewer bisa segera mendaftarkan diri.
Cara menjadi reviewer jurnal yang kedua adalah menunggu tawaran menjadi reviewer. Hal ini seperti yang dikutip melalui website resmi Elsevier. Dimana dijelaskan, setiap jurnal diharapkan bisa teliti dalam memilih reviewer jurnal.
Dijelaskan pula bahwa biasanya pihak jurnal ini akan mencari calon reviewer potensial. Yakni dengan memperhatikan riwayat publikasi dan pencapaian lain dari seorang dosen dan peneliti. Jika dirasa memenuhi ketentuan umum menjadi reviewer, maka dosen dan peneliti tersebut akan dihubungi pihak pengelola jurnal.
Jika tertarik untuk masuk ke jalur kedua ini, maka sangat penting untuk membangun personal branding yang baik. Sekaligus produktif dalam mengurus publikasi ilmiah, terutama jurnal nasional dan internasional. Sehingga peluang mendapat tawaran menjadi reviewer lebih besar.
Semua dosen di Indonesia dan negara lain di dunia, pada dasarnya memiliki kesempatan sama besar menjadi reviewer jurnal. Baik dengan cara melamar ketika ada call for reviewer maupun menunggu ada tawaran dari pengelola jurnal.
Kabar baiknya, ada beberapa upaya bisa dilakukan dosen untuk memperbesar kesempatan lolos seleksi sebagai reviewer. Sekaligus memperbesar peluang mendapat tawaran dari pengelola jurnal menjadi reviewer. Yaitu:
Upaya pertama yang dianjurkan untuk dilakukan dosen adalah menyelesaikan studi pascasarjana. Baik itu untuk jenjang S2 maupun S3. Sebab mayoritas pengelola jurnal ilmiah mencari reviewer yang minimal lulusan S2 maupun S3.
Umumnya, jurnal internasional bereputasi akan memprioritaskan calon reviewer yang sudah menyelesaikan pendidikan S3. Jadi, untuk meningkatkan peluang lolos seleksi sebagai reviewer maupun mendapat tawaran. Sebaiknya segera menyelesaikan studi pascasarjana.
Upaya kedua yang bisa dilakukan dosen untuk memperbesar peluang menjadi reviewer jurnal adalah memangku jabatan fungsional. Mayoritas pengelola jurnal memprioritaskan dosen dengan jabatan fungsional. Bahkan bisa dikatakan wajib.
Sehingga banyak jurnal mensyaratkan calon reviewer sudah memiliki jabatan fungsional. Beberapa jurnal nasional, meminta jabatan fungsional ini minimal Asisten Ahli ada juga yang meminta jenjang lebih tinggi.
Hal serupa juga sering dilakukan oleh pengelola jurnal internasional. Sehingga ada baiknya dosen selalu mengupayakan pengembangan karir akademik. Semakin tinggi semakin meningkatkan peluang menjadi reviewer jurnal, bahkan jurnal internasional bereputasi.
Pengelola jurnal, tidak akan langsung menawarkan posisi reviewer kepada dosen meski sudah S3 dan memiliki jabatan fungsional tinggi. Sebab juga akan memperhatikan hal penting lainnya.
Salah satunya adalah riwayat publikasi ilmiah dosen tersebut, terutama pada artikel ilmiah. Baik itu pada prosiding maupun jurnal. Oleh sebab itu sebagai cara menjadi reviewer jurnal dengan mudah, sebaiknya sudah membangun riwayat publikasi jurnal.
Sebab, bagaimana seorang dosen bisa menjadi reviewer jika dirinya sendiri tidak rajin mengurus publikasi artikel ke jurnal ilmiah? Apalagi, tugas reviewer nantinya akan memeriksa kualitas dan kelayakan artikel untuk terbit.
Memahami bahwa riwayat publikasi jurnal tidak bisa dibangun dalam semalam, maka bisa dimulai dari sekarang. Apalagi dosen di Indonesia tidak dibatasi jumlah maksimal publikasi ke jurnal. Sehingga dalam setahun dibebaskan ingin mempublikasikan jurnal dalam jumlah berapapun.
Upaya keempat yang bisa dilakukan dosen sebagai bagian dari cara menjadi reviewer jurnal dengan lebih mudah, adalah memiliki akun penting. Akun penting disini adalah akun-akun di berbagai media yang memang wajib serta penting untuk dimiliki dosen.
Misalnya memiliki akun atau ID di Google Scholar, Scopus, SiNTA, Publon, Researchgate, Orcid, LinkedIn, dan lain sebagainya. Akun-akun di semua media ini membantu pengelola jurnal melakukan pengecekan riwayat publikasi.
Biasanya, semakin banyak akun penting tersebut dimiliki dan didukung riwayat publikasi jurnal yang baik. Maka akan dipandang pengelola jurnal memenuhi kriteria menjadi reviewer. Apalagi jika publikasi tersebut memiliki sitasi tinggi, menembus jurnal dengan reputasi baik, dan sebagainya.
Upaya selanjutnya yang bisa dilakukan dosen yang juga menjadi salah satu cara menjadi reviewer jurnal, adalah punya integritas. Dosen diharapkan bisa menjaga diri dari segala bentuk pelanggaran kode etik penelitian atau publikasi.
Baik itu plagiarisme, fabrikasi, falsifikasi, mencatut nama dosen lain, titip nama, dan sebagainya. Sebab pelanggaran ini akan mencoreng nama baik dosen tersebut dan akan menjadi stempel abadi. Alhasil menjadi faktor yang menutup peluang menjadi reviewer.
Intinya adalah, dosen harus menjaga reputasinya dengan selalu menjaga integritas dan tampil profesional. Semua publikasinya punya kualitas baik dan wajar. Kewajaran disini bisa dilihat dari jumlah artikel yang resmi terbit per tahun.
Memahami bahwa proses publikasi ke jurnal membutuhkan waktu sampai tahunan untuk satu artikel. Maka penting untuk memastikan jumlah publikasi wajar agar tidak tersandung kasus dugaan melakukan pelanggaran etika.
Apalagi dalam memilih reviewer, pengelola jurnal biasanya mengutamakan dosen dan peneliti yang selalu menjunjung tinggi profesionalitas. Tujuannya untuk mencegah konflik kepentingan pada saat menjalankan tugas sebagai reviewer. Sehingga tidak ada “jalan tol” untuk kenalan dosen tersebut saat submit artikel.
Sebagai catatan tambahan, setiap jurnal yang membuka call for reviewer biasanya menetapkan syarat berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kebijakan internal dari pengelola jurnal tersebut.
Jadi, ada baiknya mulai mencari tahu syarat menjadi reviewer di berbagai jurnal. Tujuannya untuk mengetahui syarat umumnya apa saja dan berusaha memenuhinya sejak sekarang. Langkah ini akan memperbesar kesempatan bisa menjadi reviewer jurnal.
Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman mengenai topik bagaimana cara menjadi reviewer jurnal dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share untuk membagikan artikel ini ke orang terdekat Anda. Semoga bermanfaat.
Pada saat menyusun karya tulis ilmiah, apapun jenisnya, dijamin karya ini diharapkan bebas dari kesalahan.…
Pada saat melakukan penelitian, maka biasanya akan menyusun proposal penelitian terlebih dahulu. Salah satu bagian…
Dosen yang sudah berstatus sebagai dosen tetap, maka memiliki homebase. Jika hendak pindah homebase dosen,…
Pada saat memilih jurnal untuk keperluan publikasi ilmiah, Anda perlu memperhatikan scope jurnal tersebut untuk…
Memahami cara melihat DOI jurnal pada riwayat publikasi ilmiah yang dilakukan tentu penting. Terutama bagi…
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…