Dalam melakukan publikasi ilmiah, seorang dosen tentu wajib paham cara mengecek jurnal predator. Sebab keberadaan jurnal predator masih ada sampai sekarang bahkan bisa dibilang masif. Dosen manapun bisa terjebak jurnal predator tersebut.
Maka penting untuk menghindari praktik jurnal predator, dimana salah satunya adalah dengan mengecek profil dari Editor in Chief dari pengelola jurnal. Seperti apa caranya? Berikut penjelasan lengkapnya.
Jika membahas publikasi ke jurnal ilmiah, baik itu jurnal nasional maupun jurnal internasional. Maka akan ikut membahas mengenai cara mengecek jurnal predator. Lumrah memang karena jurnal predator adalah musibah bagi dosen, mahasiswa dan peneliti yang melakukan publikasi.
Bicara mengenai jurnal predator, maka akan membahas mengenai ciri dari jurnal predator tersebut. Dimana di berbagai sumber disebutkan ada ciri khas dari aspek editorial board yang mencurigakan.
Selain jurnal predator, Anda pasti juga sering mendengar Hijacked Journal. Ketahui Apa Itu Hijacked Journal, Ciri-Ciri, dan Bedanya dengan Jurnal Predator
Editorial board mencurigakan bisa karena banyak aspek, salah satunya editor in chief yang mencurigakan. Lalu, apa itu editor in chief? Bagi dosen dan mahasiswa, mungkin masih asing dengan istilah satu ini. Editor in chief dalam bahasa Indonesia adalah “ketua editor”.
Secara umum editor in chief adalah seseorang yang menjabat sebagai ketua dari sebuah publikasi. Publikasi disini tentu saja beragam, istilah editor in chief umum digunakan di berbagai perusahaan publikasi di berbagai bidang, seperti:
Usai mengetahui apa itu editor in chief dalam sebuah media publikasi jurnal ilmiah, maka pahami juga dampak jika terjebak jurnal predator. Tujuannya agar lebih mawas diri dan memperhatikan betul editorial board di laman situs jurnal yang hendak dipilih.
Berikut adalah beberapa dampak atau kerugian yang bisa dialami dosen jika melakukan publikasi ke jurnal predator:
Jurnal predator biasanya memiliki fokus utama meraih keuntungan finansial setinggi mungkin sehingga mengabaikan kualitas. Inilah alasan kenapa proses publikasi ke jurnal predator cepat dan tanpa peer review.
Sebab berharap bisa mempublikasikan artikel ilmiah sebanyak mungkin demi keuntungan yang maksimal. Dampaknya, artikel milik dosen yang di submit tidak melewati tahapan publikasi seharusnya. Kualitasnya pun cenderung rendah dan tidak memiliki faktor dampak.
Seperti yang dijelaskan di poin sebelumnya, mayoritas jurnal predator tidak ada proses penyuntingan dari editor dan pemeriksaan oleh ahlinya dalam proses peer review.
Hal ini selain menurunkan kualitas artikel ilmiah yang diterbitkan dosen, juga terancam tersandung plagiarisme. Ada kalanya artikel sudah disusun dengan teliti tapi ada satu kutipan yang terlewat belum ditambahkan sitasi. Jika sudah begini, dosen bisa dikenal sebagai pelaku plagiat.
HATI-HATI DENGAN JURNAL PREDATOR! Ketahui ciri-cirinya agar terhindar.
Jurnal predator juga bisa menyebabkan reputasi dosen menjadi buruk. Mulai dari publikasi ilmiah yang dikenal tidak berkualitas sampai ada risiko tersandung kasus plagiarisme. Hal ini akan membuat reputasi dosen semakin buruk di dunia ilmiah dan akademik.
Secara umum jurnal predator menetapkan biaya publikasi yang tinggi. Hal ini akan membuat dosen kehilangan lebih banyak uang padahal menghasilkan publikasi jurnal yang buruk.
Dampak buruk atau kerugian berikutnya adalah publikasi ke jurnal yang tidak diakui Ditjen Dikti. Misalnya dalam proses pengajuan kenaikan jabfung Guru Besar, publikasi ilmiah akan diperiksa Tim PAK. Jika diketahui masuk jurnal predator maka tidak akan diakui.
Memahami dampak luar biasa dari jurnal predator, tentu meningkatkan kewaspadaan dosen di Indonesia untuk menghindarinya. Seperti yang diungkap di awal, mengecek jurnal predator atau tidak bisa dilakukan dari profil editor in chief.
Bagaimana caranya? Berikut cara mengecek jurnal predator melalui profil editor in chief:
Jadi, salah satu cara mengecek jurnal predator bisa dengan mengecek profil editor in chief dalam editorial board jurnal. Cara ini lebih praktis dibanding mengecek profil seluruh editorial board sekaligus hasil lebih akurat.
Sebab tidak ada pengelola jurnal yang akan merekrut editor in chief sembarangan, sebab berdampak pada reputasi dan kualitas artikel ilmiah yang diterbitkan berkala.
Selain dengan mengecek Editor in Chief, Anda juga bisa mengetahui jurnal predator dengan cara lain. Bagaimana caranya?
Sadar betul bahwa praktik jurnal predator masih jamak ditemukan. Bahkan tidak sedikit yang tadinya dikenal jurnal bereputasi berubah menjadi predator. Biasanya akan masuk ke daftar jurnal discontinued di Scopus.
Supaya lebih mudah menghindari jeratan jurnal predator, maka bisa menerapkan tips agar terhindar dari jurnal predator berikut:
Itulah beberapa tips sekaligus cara mengecek jurnal predator, sehingga bisa menurunkan risiko terjebak oleh jurnal abal-abal tersebut. Publikasi yang Anda lakukan pun diakui kredibel dan berkualitas.
Dosen di Indonesia diketahui memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi ilmiah, termasuk publikasi di jurnal nasional…
Pada saat memulai kegiatan perkuliahan, mahasiswa biasanya menerima dokumen bertajuk kontrak perkuliahan. Dokumen ini disusun…
Secara garis besar, kegiatan akademik dosen yang bersifat wajib ada tiga dan mengacu pada tri…
Mempertimbangkan penggunaan AI untuk membuat pertanyaan tentu menarik untuk dilakukan. Sebab, pada saat membuat pertanyaan…
Memahami apa saja isian data publikasi untuk kenaikan jabatan fungsional di SISTER tentu penting karena…
Sesuai dengan Kepmendikbud Nomor 500 Tahun 2024, salah satu indikator kinerja dosen adalah dosen menjadi…