Salah satu isi di dalam RPS berbasis OBE (Outcome Based Education) adalah menentukan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL). CPL sendiri memang sudah ada sejak kurikulum lama diterapkan di pendidikan tinggi Indonesia. Hanya saja, tentu ada perbedaannya.
Oleh sebab itu, para dosen di Indonesia memiliki kebutuhan untuk memahami apa itu CPL yang relevan dengan kurikulum OBE. Dimana penentuan CPL ini juga harus sejalan dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Berikut informasinya.
Dikutip melalui Pedoman Penyusunan RPS UMC Tahun 2025, Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap lulusan program studi sebagai hasil internalisasi sikap, penguasaan pengetahuan, dan keterampilan sesuai jenjang pendidikan yang diperoleh melalui proses pembelajaran.
Secara sederhana, CPL bisa dipahami sebagai kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa setelah menyelesaikan studinya di suatu program studi. CPL ditentukan dosen atau oleh tim (kelompok) dosen sejak awal perkuliahan.
CPL ini yang kemudian menjadi dasar dalam menyusun RPS dan mempengaruhi CPMK maupun sub-CPMK di dalamnya. Jadi, CPL pun perlu dirumuskan dengan sangat teliti oleh dosen dan tim dosen.
CPL pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana para dosen menyusun rencana perkuliahan dan menerapkannya. Sebab CPL di dalam kurikulum OBE akan fokus pada keterampilan praktis yang berhasil dikuasai mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi.
CPL yang ditetapkan mencakup sikap, keterampilan umum, keterampilan khusus, pengetahuan, dan pengalaman kerja mahasiswa. Sehingga kegiatan perkuliahan di semua mata kuliah dalam seluruh semester akan fokus untuk mencapai CPL tersebut.
Hal ini tentu berbeda dengan CPL berbasis kurikulum lama di pendidikan tinggi di Indonesia. Dimana fokus pada tingkat pemahaman materi (ilmu teori) mahasiswa. Sehingga tidak memperhatikan keterampilan umum dan khusus yang dikuasai oleh mahasiswa.
Perumusan atau penetapan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) menjadi salah satu tahapan dalam menyusun RPS berbasis OBE. Penetapan CPL bahkan menjadi tahap paling awal sebelum masuk ke tahap lainnya.
CPL yang ditetapkan dosen maupun tim dosen juga ada standar atau kriterianya. Yakni sesuai dengan KKNI dan SN-Dikti. Dalam SN-Dikti sendiri ada 8 standar pendidikan nasional mulai dari standar kompetensi lulusan sampai standar pembiayaan pendidikan. Berikut penjelasan terkait standar kompetensi lulusan yang mendasari CPL:
Mengacu pada Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, menjelaskan bahwa standar kompetensi lulusan perguruan tinggi yang pertama adalah sikap.
Sikap yang menjadi kompetensi lulusan tersebut adalah perilaku benar dan berbudaya sebagai hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran.
Secara sederhana, selama masa perkuliahan mahasiswa didorong dan didampingi untuk menumbuhkan sikap yang baik dan benar. Yakni mampu bersikap sesuai dengan aturan dan kebudayaan yang berlaku di masyarakat.
CPL yang dirumuskan oleh dosen atau tim dosen harus memastikan mahasiswa diajari untuk bersikap demikian. Sehingga dalam proses perkuliahan tidak hanya fokus menyampaikan materi dan mengasah keterampilan mahasiswa.
Standar kompetensi lulusan kedua yang mendasari penetapan CPL adalah pengetahuan. Pengetahuan sendiri adalah penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang ilmu tertentu secara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran.
Artinya, dalam standar pendidikan nasional di Indonesia, mahasiswa juga harus mendapatkan ilmu pengetahuan yang memadai. Mencakup penguasaan konsep, teori, metode dan falsafah bidang keilmuan yang dipilih mahasiswa (program studi).
Jadi, CPL yang ditetapkan oleh dosen atau tim dosen harus mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Sehingga bisa mendapatkan ilmu yang relevan dengan program studi yang diambil. Kemudian setelah lulus, mahasiswa memiliki kemampuan untuk memanfaatkan ilmu tersebut di masyarakat.
Standar kompetensi lulusan yang ketiga yang kemudian menjadi dasar penentuan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) adalah keterampilan. Sesuai SN-Dikti, keterampilan yang wajib dikuasai mahasiswa terbagi menjadi 2. Yakni keterampilan khusus dan keterampilan umum.
Keterampilan sendiri adalah kemampuan melakukan unjuk kerja dengan menggunakan konsep, teori, metode, bahan, dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait pembelajaran.
Sementara keterampilan umum adalah kemampuan kerja umum yang wajib dimiliki oleh setiap lulusan dalam rangka menjamin kesetaraan kemampuan lulusan sesuai tingkat program dan jenis pendidikan tinggi.
Keterampilan umum disini contohnya adalah keterampilan mahasiswa dalam berkomunikasi, menyusun karya tulis yang baik, bekerjasama dalam tim, dan sejenisnya. Sehingga menjadi keterampilan yang bisa diterapkan di semua bidang dan posisi (di dunia kerja).
Keterampilan khusus adalah kemampuan kerja khusus yang wajib dimiliki oleh setiap lulusan sesuai dengan bidang keilmuan program studi. Keterampilan khusus akan dikuasai mahasiswa sesuai program studi yang diambil.
Misalnya mahasiswa di program studi Sastra Inggris, maka selain menguasai keterampilan umum komunikasi yang baik. Juga bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris, menulis karya tulis dengan bahasa Inggris, dan sebagainya. Sehingga ada relevansi dengan program studi yang dipilih mahasiswa.
CPL yang ditetapkan dosen atau tim dosen ketika menyusun RPS, wajib memastikan berisi kegiatan perkuliahan yang mendorong mahasiswa menguasai 2 keterampilan tersebut. Sehingga siap terjun di masyarakat dan dunia kerja karena telah menguasai berbagai keterampilan praktis.
Standar nasional berikutnya yang wajib menjadi acuan dosen dalam menetapkan CPL adalah pengalaman kerja mahasiswa. Artinya, selama menempuh studi maka mahasiswa akan diberikan pengalaman kerja. Misalnya lewat program magang, menjadi asisten dosen, menjadi asisten Profesor, dan sebagainya.
Pengalaman kerja sendiri adalah pengalaman dalam kegiatan di bidang tertentu pada jangka waktu tertentu, berbentuk pelatihan kerja, kerja praktik, praktik kerja lapangan atau bentuk kegiatan lain yang sejenis.
Jadi, CPL yang dirumuskan harus bisa tercapai dan mendukung mahasiswa punya pengalaman kerja. Oleh sebab itu, dalam menyusun RPS berbasis OBE, para dosen harus merancang rencana pembelajaran yang mendukung mahasiswa punya pengalaman kerja. Misalnya magang selama 3 bulan atau 6 bulan di semester tertentu.
Selain menetapkan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), para dosen dan tim dosen tentunya juga menetapkan pengukuran pencapaian CPM tersebut. Dalam mengukur pencapaian CPL maka disesuaikan untuk setiap aspek.
Yakni cara mengukur tercapainya sikap, keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman kerja dari mahasiswa selama masa perkuliahan. Sesuai SN-Dikti ada beberapa teknik penilaian. Yakni observasi, partisipasi, unjuk kerja, tes tertulis, tes lisan, dan angket. Berikut penjelasannya untuk mengukur pencapaian CPL sesuai setiap aspek:
Mengukur tercapainya CPL pada aspek sikap, maka para dosen bisa menggunakan teknik penilaian observasi. Artinya, para dosen melakukan pengamatan langsung pada mahasiswa terkait sikapnya selama di kelas, dalam menjawab pertanyaan, mengajukan pertanyaan, presentasi, dan sejenisnya.
Sementara untuk mengukur tercapainya CPL dalam aspek keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman kerja. Maka para dosen bisa mengkombinasikan beberapa teknik penilaian.
Misalnya untuk keterampilan, para dosen bisa menggunakan tes tertulis dan penilaian berbasis portofolio. Sementara pada pengalaman kerja, bisa lewat tes tertulis dan tes lisan. Seperti menyusun laporan magang, mempresentasikan laporan tersebut, dan menjawab pertanyaan dari dosen terkait laporan magang.
Proses penilaian tercapainya CPL juga menggunakan instrumen penilaian selain teknik penilaian yang dijelaskan di atas. Instrumen penilaian sendiri terbagi menjadi 2, yakni rubrik dan portofolio. Berikut penjelasannya:
Instrumen penilaian pencapaian CPL yang pertama adalah rubrik. Rubrik adalah pedoman penilaian yang menggambarkan kriteria dalam menilai hasil belajar mahasiswa. Rubrik yang digunakan untuk penilaian terdiri dari 3 jenis, yaitu:
Instrumen penilaian yang kedua adalah portofolio. Portofolio sendiri adalah penilaian berkelanjutan berdasarkan kumpulan informasi tentang perkembangan capaian belajar mahasiswa. Jenis portofolio untuk penilaian antara lain:
Rubrik dan portofolio juga digunakan dosen dalam melakukan penilaian tercapainya CPL berdasarkan aspek sikap, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kerja. Pada penilaian pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kerja dosen bisa mengkombinasikan rubrik dan portofolio atau memilih salah satunya.
Hasil akhir penilaian adalah akumulasi dari penilaian dengan berbagai teknik penilaian (observasi, partisipasi, unjuk kerja, tes tertulis, tes lisan, dan angket) dengan berbagai instrumen penilaian (rubrik dan portofolio).
Hasil akhir penilaian tercapainya Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) di setiap semester akan menjadi IPS (Indeks Prestasi Semester). Sementara hasil akhir penilaian tercapainya CPL di masa akhir studi menjadi IPK (Indeks Prestasi Kumulatif).
Selain memahami bagaimana mengukur tercapainya Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), para dosen juga harus memahami dan mematuhi seluruh prinsip dalam proses penilaian tersebut.
Mengacu pada Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015, pada Pasal 20 menjelaskan prinsip-prinsip penilaian di pendidikan tinggi antara lain:
Prinsip penilaian yang pertama di lingkungan perguruan tinggi adalah edukatif. Artinya, teknik atau tata cara penilaian yang diterapkan oleh dosen bisa memberi pembelajaran bagi mahasiswa untuk berusaha memperbaiki kesalahan dan mendorong mereka mencapai CPL yang sudah ditetapkan dosen.
Sehingga dengan teknik penilaian tersebut, mahasiswa akan terdorong melakukan evaluasi pada proses belajarnya. Jika nilai kurang maksimal, mereka akan mencari tahu kesalahan dalam belajar apa dan memperbaikinya. Sehingga pada penilaian di semester berikutnya ada perbaikan nilai.
Jadi, sistem dan teknik penilaian yang diterapkan dosen harus bisa memberi unsur edukasi. Sehingga mahasiswa bisa belajar dari kesalahan dalam perkuliahan di semester sebelumnya. Kemudian ada perbaikan, dimana pada akhirnya bisa mencapai CPL setelah dinyatakan lulus dari suatu program studi.
Prinsip penilaian yang kedua sesuai SN-Dikti adalah otentik. Artinya, penilaian yang berorientasi pada proses belajar yang berkesinambungan dan hasil belajar yang mencerminkan kemampuan mahasiswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Secara sederhana, prinsip otentik pada proses penilaian adalah menyusun teknik penilaian yang lebih dipersonalisasi dimana mampu menjelaskan kemampuan yang diraih masing-masing mahasiswa.
Sehingga mereka menyadari ada kelebihan pada materi apa, CPMK yang seperti apa, di Sub-CPMK mana saja, dan begitu juga sebaliknya. Mereka memiliki kelemahan di aspek atau materi mana sehingga bisa melakukan perbaikan.
Dalam hal ini, para dosen bisa mempraktekannya dengan memberi catatan kepada masing-masing mahasiswa. Misalnya jika merasa mahasiswa perlu memperhatikan sikapnya di kelas, kemampuan komunikasinya, dan sebagainya. Maka bisa disampaikan dosen pada catatan tersebut. Sehingga nilai menjadi otentik.
Prinsip penilaian yang ketiga adalah objektif, yaitu penilaian yang didasarkan pada standar yang disepakati antara dosen dan mahasiswa serta bebas dari pengaruh subjektivitas penilai dan yang dinilai.
Melalui prinsip ini, maka sistem penilaian akan disesuaikan dengan kontrak kuliah dan isi RPS yang sudah disahkan oleh pimpinan. Pada kontrak kuliah, tentu sudah ada kesepakatan antara dosen dengan mahasiswa.
Hal ini penting untuk menjaga nilai yang diberikan dosen adalah objektif bukan subjektif. Jadi, jika seorang dosen merasa kurang suka dengan seorang atau beberapa mahasiswa.
Nilai yang diraih mereka tetap murni sesuai kemampuan, portofolio, dll yang sifatnya objektif. Sehingga bebas dari kemungkinan ada konflik kepentingan antara dosen dengan salah satu atau beberapa mahasiswa.
Prinsip penilaian selanjutnya adalah akuntabel, yaitu penilaian yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan kriteria yang jelas, disepakati pada awal kuliah, dan dipahami oleh mahasiswa.
Artinya, sistem penilaian yang diterapkan oleh dosen memiliki dasar yang jelas. Misalnya sesuai dengan kontrak kuliah serta ketentuan dalam penyusunan RPS berbasis OBE.
Sistem penilaian tersebut kemudian diketahui dan disepakati bersama mahasiswa. Sehingga dosen tidak bisa mengubah sistem penilaian di luar kesepakatan dan informasi yang ada di kontrak kuliah.
Prinsip penilaian yang terakhir di lingkungan perguruan tinggi sesuai SN-Dikti adalah transparan. Prinsip transparan adalah penilaian yang prosedur dan hasil penilaiannya dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
Jadi, nilai yang sudah diraih oleh mahasiswa sudah sesuai dengan ketentuan dan kesepakatan di dalam kontrak kuliah. Kemudian nilai tersebut bisa diakses oleh berbagai pihak yang memang memiliki kepentingan.
Misalnya, dosen sudah selesai menghitung nilai IPS mahasiswa di akhir semester ganjil. Maka nilai ini akan diinput ke sistem berbasis website agar bisa diakses mahasiswa yang bersangkutan secara real time.
Beberapa pihak yang memiliki akses ke nilai mahasiswa juga bisa login ke akun masing-masing. Sehingga nilai-nilai tersebut transparan dan tidak ada manipulasi atau perubahan mendadak tanpa alasan yang jelas dan logis.
Melalui pemahaman dan juga kepatuhan pada prinsip-prinsip penilaian tersebut. Maka akan menjaga kredibilitas dosen dan juga perguruan tinggi. Sehingga tidak ada isu-isu tak sedap berkaitan dengan nilai mahasiswa.
Nilai ini lantas akan sejalan dengan keterampilan dan pengetahuan, termasuk pengalaman kerja yang dimiliki mahasiswa. Dimana semua itu nantinya akan dibuktikan langsung oleh mahasiswa setelah terjun ke masyarakat dan industri (dunia kerja). Penetapan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan sistem penilaian pun tepat dan dijamin kredibel.
Mencari informasi terkait regulasi AI untuk penelitian ilmiah tentu penting. Sebab dalam kegiatan penelitian tentu…
Sudahkah mulai mengecek atau mencari tahu tren publikasi akademik atau publikasi ilmiah? Termasuk juga prediksi…
Salah satu strategi meraih hibah penelitian Kemdiktisaintek adalah menghindari kesalahan dalam menulis proposal usulan. Tahap…
Mencari informasi dan mempelajari tata cara menulis kerangka proposal yang berpeluang lolos hibah, tentu menjadi…
Meraih hibah penelitian bisa dimulai dengan mencari dan mempelajari contoh proposal hibah penelitian. Yakni proposal…
Sejalan dengan pengumuman hasil klasterisasi perguruan tinggi pada Oktober 2025 lalu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains,…