Kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI saat ini adalah mendorong Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk menjadi berbadan hukum atau berstatus PTN BH. Hal tersebut disampaikan Sekjen Kemendikbud, Prof. Ainun Naim, dalam Forum Komunikasi Komite Audit PTN BH yang mengangkat tema PTN BH Era Industri 4.0; Pandangan Multidimensional, di Balai Senat UGM, Kamis (16/1/2020) kemarin.
Dikutip dari ugm.ac.id, Forum tersebut digelar selama dua hari, 16-17 Januari 2020 dan dihadiri jajaran pimpinan 11 PTN BH di Indonesia, yaitu:
- Universitas Indonesia (UI)
- Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
- Universitas Sumatera Utara (USU)
- Institut Teknologi Bandung (ITB)
- Institut Pertanian Bogor (IPB)
- Universitas Gadjah Mada (UGM)
- Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
- Universitas Padjadjaran (Unpad)
- Universitas Airlangga (Unair)
- Universitas Diponegoro (Undip)
- Universitas Hasanudin (Unhas).
Upaya Dorong Berstatus PTN BH
Di Indonesia selain terdapat PTN BH juga ada PTN yang berstatus sebagai Badan Layanan Umum (BLU) yang terdiri dari 34 kampus. Di samping itu, terdapat kampus yang berstatus Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang jumlahnya terdiri dari 77 PTN. Sehingga jika ditotal jumlah PTN di Indonesia terdapat 122 kampus.
“Kebijakan baru adalah peningkatan badan hukum, PTN-PTN didorong menjadi PTN BH,” ujar Ainun.
Respon revolusi industri 4.0 Kebijakan ini, lanjut Ainun, perlu diterapkan oleh PTN BH dan PTN lainnya. Terlebih menghadapi era revolusi industri 4.0 saat ini.
”Kebijakan ini perlu diambil supaya PTN BH dan PTN lainnya bisa merespons perubahan yang terjadi akibat revolusi industri 4.0,” katanya.
Fleksibilitas Mahasiswa
Lebih lanjut Ainun menjelaskan, selain upaya dalam mendorong PTN berstatus PTN BH, yaitu memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa dalam mengembangkan diri dan belajar kebijakan bari dari Kemendikbud. Untuk itu perguruan tinggi diharapkan dapat menyediakan berbagai fasilitas bagi mahasiswa. sehingga 40 persen dari kurikulum bisa ditempuh dengan mengambil mata kuliah di luar prodi bahkan di luar universitas.
“Maka kegiatan riset, kerja sosial berwirausaha akan dihitung seperti SKS. Perguruan tinggi wajib menyediakan karena menjadi hak bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri dengan berbagai jalan dan tidak tergantung kurikulum prodi,” paparnya.
Menurut Ainun, kebijakan itu butuh diterapkan oleh PTN BH dan PTN lainnya, terlebih dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. “Kebijakan ini perlu diambil, supaya PTN BH dan PTN lainnya bisa merespons perubahan yang terjadi akibat revolusi industry 4.0,” katanya.
Ainun juga menyayangkan karena banyak terjadi kesalah pahaman dalam memaknai status PTN BH oleh banyak pihak. Dia menegaskan, PTN BH bukanlah institusi pemerintah. Karena jika PTN yang berstatus PTN BH mengikuti sistem pemerintah, tidak akan bisa maju. Ia pun mencotohkan, dalam bidang SDM, PTN BH didorong untuk melepas sistem kepegawaian PNS agar terjadi hubungan kontraktual yang efisien dan efektif.
Sementara terkait pengelolaan keuangan dan aset, Ainun mengatakan perlunya pembuatan pembukuan akuntansi dan sistem pelaporan keuangan organisasi nirlaba untuk menjaga akuntabilitas PTNB BH. Oleh sebab itu, dia berharap komite audit PTN BH dapat memberikan kesepahaman diantara berbagai pihak terkait esensi PTN BH dan memfasilitasi pengelolaan institusi secara keseluruhan.
Pada forum itu juga turut mengundang Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Dr. Agus Joko Pramono yang memberikan pemaparan tentang peranan komite audit dalam menjaga akuntabilitas PTN BH.
Agus mejelaskan tentang persolatan pengelolaan keuangan yang karap ditemui PTN BH salah satunya adalah pengelolaan kas, antara lain adanya selisih kas riil, pembukuan dan dana titipan. Selain itu, juga persoalan yang banyak terjadi pada pengeloaan SNMPTN dan SBMPTN, program penelitia, dan pengabdian masyarakat, serta program bidik misi.
“Ini semua menjadi temuan dari tahun ke tahun. Di semester I 2019 ada 470 temuan, 116 rekomendasi, dan 33 laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (LHP PDTT) ,” jelasnya.
Guna menjaga akuntabilitas pada PTN BH, Agus menyebutkan komite audit memilik peran yang cukup penting untuk mendorong perbaikan akuntabilitas pada PTN BH. Sebab, komite audit memiliki mandat melakukan pengawasan mencakup pelaporan keuangan dan pengendalian internal, manajemen risiko, kepatuhan, serta fungsi audit internal dan eksternal auditor.
Oleh karenan itu, Agus menekankan perlunya kejelasan dan kecukupan wewenang dalam audit charter. Tak hanya itu, kombinasi latar belakang keilmuan dalam komite audit juga dibutuhkan untuk mewujudkan komite audit yang efektif.
“Selain profesional, akses yang memadai atas dokumen dan personel kunci serta hubungan kerja yang sehat dengan manajemen, internal dan eksternal auditor juga diperlukan,” pungkasnya.