Ayu Wulandari, SKM., MKM., sebelumnya tak pernah terpikirkan menjadi dosen muda bidang gizi kesehatan masyarakat. Sejak usia 19 tahun ia sudah menjajaki sejumlah bidang pekerjaan sembari menyelesaikan kuliah. Usai kuliah S1, Ayu menikah dan sempat vakum sampai akhirnya diusianya ke 26 ia memutuskan mengabdikan diri sebagai dosen gizi kesehatan masyarakat sesuai bidang keilmuannya. Seperti apa perjalanan karir Ayu menjadi dosen muda?
Tahun 2008 saat usianya 19 tahun Ayu tengah menyelesaikan studi S1-nya di jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Teuku Umar Meulaboh, Aceh Barat. Sembari kuliah, Ayu bekerja sebagai administrasi di salah satu perusahaan pertelevisian swasta. Kemudian pada 2010, kembali Ayu meniti karir masih sebagai tenaga administrasi di perusahaan kontruksi sampai akhir tahun 2011.
Pada awal 2012, Ayu menjadi kashier di salah satu retail terbesar di Indonesia sampai dengan November 2013. Hingga di tahun yang sama Ayu berhasil menyelesaikan studi S1-nya dan mendapat gelar sarjana.
“Setelah saya menyelesaikan program sarjana saya sempat vacum menjadi ibu rumah tangga, dan pada bulan Juli 2015 saya mendapatkan informasi dari salah satu surat kabar (Serambi Aceh) dibuka lowongan menjadi dosen tetap di STIKes Payung Negeri Aceh Darussalam,” ungkapnya.
Keputusannya menjadi dosen, karena Ayu sendiri senang berbagi ilmu dengan sharing langsung di depan umum. Dan kebetulan sekali lowongan yang saat itu sedang dibuka selaras dengan bidang keilmuan yang Ayu miliki, yaitu Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Kemudian, Ayu mengirim lamaran melalui email ke yayasan STIKes Payung Negeri Aceh Darussalam. Agustus 2015 Ayu mengikuti test dan diterima sebagai dosen tetap. Untuk menjadi dosen, saat ini minimal pendidikan harus S2. Ayu pun mendapatkan beasiswa penuh dari tempatnya bekerja untuk menyelesaikan program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
“Karena saya tertarik dengan ilmu gizi jadi saya memilih peminatan Administrasi Kebijakan Gizi Masyarakat. Saya menyelesaikan program Magister pada tahun 2018,” katanya.
Ayu termasuk sosok yang interaktif dan komunikatif, ia sangat senang berbicara dan memotivasi banyak orang. Karena baginya dapat berbagi keilmuan yang dimiliki kepada banyak orang memiliki kepuasan tersendiri. Maka itu, ketika ada lowongan dosen Ayu sangat antusias. Karena menurutnya, dengan menjadi dosen ia lebih dapat mengembangkan kemampuannya serta menambah wawasannya khususnya di bidang gizi.
Alasan Ayu memilih bidang Gizi karena gizi menjadi salah satu aspek paling berperan dalam pembentukan kualitas manusia. Di Indonesia, gizi yang bermutu belum bisa dikonsumsi oleh seluruh masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Khususnya di daerah tempat tinggalnya yang termasuk daerah terpencil di Provinsi Aceh, yaitu Kabupaten Bener Meriah banyak sekali masalah gizi salah satunya stunting.
Melihat kondisi tersebut, sampai saat ini pemerintah senantiasa mengusahakan perbaikan gizi di setiap daerah, sehingga ketersediaan tenaga ahli gizi yang berkualitas sangat dibutuhkan.
“Menjadi ahli gizi tak terpikirkan, apa yang terpikirkan ketika mendengar gizi? Makanan? Ya, benar sekali. Di jurusan ilmu gizi, banyak hal-hal yang berkaitan dengan pangan yang akan di pelajari. Kita akan dikenalkan dengan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dan mikro (mineral, vitamin) dan bahan pangan apa saja yang mengandung zat tersebut,” paparnya.
Seperti kita tahu, manusia tidak akan bisa lepas dari produk pangan. Jadilah ilmu gizi ini adalah sebuah ilmu yang akan selalu dibutuhkan bagi semua manusia dan jika kalian adalah mahasiswa gizi, maka bersiaplah untuk memperbarui informasi tentang pangan dan gizi. Karena ilmu ini memang tidak akan ada habis-habisnya untuk dibahas. Terlebih penyakit yang bermunculan saat ini cenderung karena pola makan yang salah.
Diakui Ayu kesan pertamanya menjadi dosen muda dan berbicara di depan mahasiswa masih terasa kaku. Tetapi itu tidak berselang lama, Ayu mudah beradaptasi apalagi menguasai materi. Tak hanya lihai berbicara di depan mahasiswa, tetapi ia juga mampu berbicara dengan baik di depan masyarakat.
Kemampuan public speaking-nya makin terasah, karena Ayu juga aktif dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Tak jarang dalam kegiatan tersebut Ayu pun mengajak mahasiswanya. Khususnya dalam kegiatan penilaian status gizi dan pemberian makanan tambahan serta cuci tangan pakai sabun.
“Saya lebih senang mengajak mahasiswa belajar lapangan, agar mahasiswa lebih terbiasa dalam berbicara di depan masyarakat. Karena Kesehatan Masyarakat merupakan salah satu bidang keilmuan yang bergerak pada program-program penyuluhan, jadi SKM dituntut untuk menjadi seorang penyuluh kesehatan yang sasarannya adalah Masyarakat bukan individual. SKM lebih menekankan pada aspek Preventif (Pencegahan) dan Promotif (Promosi Kesehatan),” terangnya.
Dosen muda kelahiran Padang Pariaman 5 Maret 1989 ini mengatakan, sebagai seorang dosen, bidang penelitian/ riset serta pengabdian kepada masyarakat perlu digali lebih mendalam. Dosen harus melakukan minimal 2 penelitian dan 2 pengabdian masyarakat dalam satu tahun. Serta menyelesaikan maksimal 12 SKS pada setiap semesternya. Jadi menjadi seorang pendidik tidak hanyak cukup dengan Ijazah saja, dosen juga harus belajar dan belajar terus, guna menggali potensi yang ada pada dirinya dan membagikannya kepada orang lain.
STIKes Payung Negeri Aceh Darussalam merupakan satu-satunya sekolah kesehatan yang ada di Kabupaten Bener Meriah yang merupakan daerah terpencil di Provinsi Aceh, hal itu tentunya menjadi tantangan Ayu sebagai dosen di sana.
Dirasakan Ayu, masih sulitnya akses pengembangan SDM salah satunya di bidang pengabdian kepada masyarakat, serta kurangnya fasilitas dalam mengembangkan penilaian status gizi pada anak, alat-alat kesehatan yang ketinggalan zaman dan kurang memadai membuatnya kesulitan dalam melakukan kegiatan PSG.
“Menjadi dosen tentu banyak suka dan duka, tetapi menurut saya pribadi lebih banyak sukanya dibandingkan dukanya. Saya senang berbagi ilmu kepada mahasiswa, sehingga yang tadinya mereka tidak tahu jadi tahu dan mengaplikasikan ilmu yang mereka dapat dalam kehidupan sehari-hari,” jawab dosen yang juga menjabat Wakil Ketua III (Bidang Kemahasiswaan) tersebut.
Dalam waktu dekat, ibu satu putri ini pun memiliki target bisa melakukan publikasi di jurnal internasional terakreditasi. Tak hanya itu dia pun mengajak mahasiswanya dan rekan dosennya juga aktif melalukan riset dan mempublish jurnal di tingkat nasional hingga internasional.
Menjadi dosen, ayu memiliki Misi dalam mengembangkan pendidikan di STIKes Payung NAD adalah menjadikan institusi perguruan tinggi di bidang ilmu kesehatan tingkat lokal dan nasional yang dilandasi moral dan etika keislaman pada tahun 2030 mendatang. Serta berperan aktif dalam riset dan publikasi ilmiah.
Sebagai dosen muda yang ingin menggiatkan publikasi ilmiah, Ayu berharap STIKes Payung NAD dapat dikenal oleh dunia melalui kegiatan publikasi ilmiah dan pengabdian kepada masyarakatnya. (duniadosen.com/titisayuw)
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…
View Comments
hebat ya, mau juga dong jadi dosen muda. caranya gmna ya kak??