Inspirasi

Syarif Iqbal, Dosen Muda IULI Soroti Bidang Aviasi Hubungan Internasional

Menjadi dosen merupakan panggilan hati seorang Syarif Iqbal, S. Sos, M. A. Meski begitu, Iqbal yang bercita-cita sebagai pilot komersil nasional ini sebelumnya tidak pernah menyangka, jika ia langsung diterima sebagai dosen Hubungan Internasional (HI) di International University Liaison Indonesia (IULI), Tangerang, Banten. Usai micro teaching dan melihat potensi wawasan Iqbal di bidang aviasi hubungan internasional yang juga menerbitkan buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan”, menjadi alasan khusus pihak IULI menerima Iqbal sebagai dosen.

Lantas seperti apa kisah dosen muda kelahiran Jakarta, 3 Juli 1989 dalam perjalanannya mewujudkan panggilan hatinya sebagai seorang pengajar? Berikut hasil wawancara dari duniadosen.com.

Iqbal mengungkapkan, perjalanannya untuk menjadi dosen jurusan Hubungan Internasional IULI penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Pada saat itu, ia mencoba untuk mendapatkan perkerjaan, baik secara langsung datang ke beberapa perusahaan ataupun melalui portal pencari kerja. Sampai akhirnya, Iqbal memenuhi panggilan interview dan micro teaching dari IULI.

Pada hari itu, ekspektasi pria berkacamata ini hanya interview perkerjaan seperti biasanya yang pernah ia lakukan. Namun ternyata berbuah dengan disepakatinya kerja sama antara dirinya dengan IULI. ”Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Samuel Prasetya, Dean Faculty of Business & Social Science, dan Astrid Wiriadidjaja, M.Si Head of International Relations atas kepercayaan yang diberikan kepada saya,” ungkapnya antusias.

Sebelum memutuskan untuk berkarir menjadi dosen, Lulusan S2 Hubungan Internasional Universitas Universtas Gadjah Mada (UGM) tahun 2017 ini, sempat bekerja di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Internship in Fasilitas Kerja Sama Sekretariat Jenderal (July 2018-December 2018). Selanjutnya, Iqbal mencoba melamar menjadi dosen Hubungan Internasional di IULI.

”Desember 2018 saya di interview IULI. Untuk resmi mengajar, Februari ini saya mulai kelas. Tapi short semester kemarin saya diminta IULI untuk mengajar beberapa kelas,” ujarnya.

Ada beberapa alasan, sosok pemuda bertalenta ini akhirnya dipinang IULI. Menurut Iqbal, alasan pertamanya adalah Dr. Samuel Prasetya sebagai Dekan, dan Astrid Wiriadidjaya, M.Si selaku Kepala Program Studi Hubungan Internasional, bukan hanya melihat kompetensi akademik bagi calon dosen yang akan mengajar di IULI. Namun karakter dan personality lebih dinilai dari proses interview dan micro teaching yang Iqbal lakukan.

Kedua, terkait dengan keberadaan buku yang Iqbal tulis dan terbitkan. Kesamaan visi dan misi dari program studi Hubungan Internasional IULI yang memiliki konsentrasi dengan menekankan peran technology dalam politik global, ditambah dengan keberadaan jurusan Aviation Engineering dan Aviation Management. ”Saya rasa hal tersebut dapat dieksploitasi kedepannya dan menjadi salah satu alasan bagi saya untuk dapat mengajar di IULI,” jelas putra pertama dari dua bersaudara ini.

Tertarik Bidang Hubungan Internasional

Perkenalan Iqbal dengan HI, sebenarnya bisa dibilang pada masa SMA dahulu. Ia mengungkapkan, sangat suka sekali dengan berita-berita baik cetak maupun televisi, yang menyajikan isu-isu internasional. Dan dari moment itu ia mulai tertarik untuk menekuni Hubungan Internasional pada saat memilih jurusan perkuliahan S1 Hubungan Internasional di Universitas Paramadina, Jakarta.

Bagi Iqbal memerlukan beberapa waktu untuk menyukai bidang Hubungan Internasional. Nampaknya ungkapan “tak kenal maka tak sayang” benar adanya. Ketika memasuki tahun kedua atau ketiga diperkuliahan S1, ia baru benar-benar menyukai Hubungan Internasional secara kajian akademis. Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologi yang ditawarkan oleh Ilmu Hubungan Internasional baginya memberikan warna yang sangat menarik.

”Dan aviasi Hubungan Internasional menjadi concern saya dalam kajian Hubungan Internasional. Memang secara spesifik isu tersebut saat ini masih kalah pamor jika dibandingakan dengan isu-isu yang berkaitan dengan maritim. Namun, aviasi tanpa disadari merupakan wilayah yang sangat menarik untuk dikaji dengan Ilmu Hubungan Internasional. Mengingat saat ini dan kedepannya, isu-isu yang menyangkut aviasi dan ruang udara dimanfaatkan perannya sebagai instrumen untuk mencapai cita-cita politik suatu negara termasuk bagi Indonesia,” papar Iqbal.

Sejak kecil Iqbal sudah menyukai pesawat. Harus diakui, bahwa jalan hidup tidak menuntunnya untuk menjadi pilot komersil, namun aviasi sudah menjadi salah satu passion seorang Syarif Iqbal. Concern awal Iqbal memang untuk menekuni aviasi dalam kajian Hubungan Internasional sebenarnya tidak sengaja.

”Pada waktu itu saya sudah memasuki semester untuk menulis skripsi S1. Beberapa topik lainnya seperti ekonomi-politik, development, sampai diplomasi budaya sempatik menjadi draft dari skripsi tersebut. Namun, karena kurangnya minat atau belum terbukanya pikiran saya mengenai apa itu skripsi menjadikan topik-topik tesebut tidak berlanjut sampai skripsi,” jelasnya.

Iqbal menceritakan, pada suatu waktu, ia bertemu teman lama yang menjadi pilot komersil nasional di bandar udara Changi, Singapura. Pertemuan tersebut tidak berlangsung lama, karena ia baru datang untuk urus keluarga dan rekannya tersebut akan pulang ke Jakarta selepas day off. Ada satu percakapan yang sangat menarik bagi Iqbal, yaitu mengenai keberadaaan ruang udara Indonesia yang diatur oleh otoritas Singapura.

”Singkat cerita, teman saya pada saat berada di ruang udara di atas Kepulauan Riau, harus melapor kepada otoritas Singapura dan bukan kepada pihak Indonesia. Selepas saya kembali ke Jakarta, saya mencari-cari informasi kebenaran tersebut, dan dari apa yang saya temukan bahwa permasalahan ruang udara tersebut merupakan suatu kajian dalam lingkup Hubungan Internasional. Cerita selanjutnya merupakan sejarah tersendiri yang saya tuagkan kedalam buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan”,” kisahnya.

Menulis Buku Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan

Iqbal yang fokus menyoroti bidang aviasi Hubungan Internasional merasa menerbitkan buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan” saat ini menjadi prestasi terbesarnya. Terlepas dari sudah berapa eksemplar buku yang sudah terjual, manfaat yang dibawa dari buku tersebut menjadi kepuasan batin dan prestasi tersendiri baginya.

Buku perdana yang diterbitkan Sayrif Iqbal belum lama ini yang mengulas tentang politik aviasi di Indonesia. (Foto: Syarif Iqbal)

Iqbal mengakui memang sampai saat ini belum memiliki penghargaan resmi baik dari instansi pemerintah maupun swasta. Namun, penghargaan baginya adalah ketika ada mahasiswa dari berbagai universitas negeri maupun swasta di Indonesia, dapat berdiskusi langsung dan terbantu dengan kehadiran buku Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan.

Namun, keberadaan buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan”, tidak lepas dari salah satu passion Iqbal dalam bidang aviasi Hubungan Internasional dan ia merasakan kurangnya sumber literasi yang mengangkat isu tersebut dengan kajian Hubungan Internasional di Indonesia. Dalam prosesnya, Iqbal mengaku tidak mengalami permasalahaan atau tantangan yang berarti dari segi apapun pada penulisan buku tersebut.

”Berbagai bantuan teknis maupun non-teknis saya dapatkan baik melalui penerbit buku maupun dari orang-orang yang mendukung saya terkait tengan keberadaaan buku tersebut,” ujarnya.

Sesuai dengan komitmen serta prinsip Iqbal dalam bidang aviasi, diharapkan dalam waktu dekat akan hadir terjemahan buku “Politik Aviasi dan Tantantagan Negara Kepulauan” kedalam bahasa Inggris untuk melebarkan target pembaca. Buku-buku baru lainnya yang memiliki tema aviasi dalam kajian Hubungan Internasional akan segera dimulai penulisannya.

”Selain itu, projek lain yang melibatkan civitas akademika IULI juga akan direalisasikan. Dimana dalam project tersebut akan menghadirkan video dalam kanal YouTube yang menampilkan dialog atau talkshow mengenai fenomena Hubungan Internasional,” beber Iqbal.

Profesinya Sebagai Dosen

Iqbal mengatakan, sampai saat ini belum ada kendala dalam menggeluti profesinya sebagai dosen. Namun, jika kemudian hari sampai menemukan tantangan seperti dalam pengurusan serdos, pihaknya yakin dapat menemukan solusinya.

Pria yang juga hobi musik ini memiliki latar belakang keluarga yang tidak ada menjadikan pendidikan sebagai suatu profesi. Namun, ia percaya pendidikan tanpa predikat ‘profesi’ itu ada. Yaitu ia melihat melalui sosok sang Ibunda Maulida Nasution yang juga sebagai sosok yang menginspirasinya.

Ketika Syarif Iqbal, S. Sos, M. A mengajar di kelasnya yang mahasiswanya terdiri dari mahasiswa asing dan lokal. (Foto:Syarif Iqbal)

”Saya tidak akan mencapai level ini tanpa kasih sayang dan ridho beliau. Ibu saya berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana. Opung saya, yang merupakan Bapak dari Ibu, merantau dari Sumatra Utara untuk kehidupan yang lebih baik sampai Ibu saya lahir di Jakarta. Walaupun kehidupan saya dengan Ibu berbeda dimensinya, namun beliau tidak melupakan dan mengajarkan kepada saya dan adik mengenai “jiwa struggle” yang tidak lepas dari kehidupan manusia,” papar Iqbal.

Sang Ibu yang memiliki jiwa pantang menyerah begitu menginspirasi sang putra dalam mengarungi kehidupannya. Terlepas dari darah Sumateranya yang mengalir, hal tersebut merupakan inspirasi tersendiri bagi Iqbal yang akan menjadi bekal di kehidupan sekarang dan masa depan.

”Jangan sombong. Sepertinya nasihat tersebut yang paling saya ingat dari seorang Ibu,” ucap Iqbal.

Iqbal menyatakan, jika semua orang yang mendedikasikan dirinya untuk ilmu pengetahuan melalui profesi guru atau dosen, memiliki tujuan. Yaitu ingin melihat anak didiknya untuk maju dan berkembang. Selain itu, kontribusi pengetahuan yang dimiliki berguna untuk masyarakat luas dan Negara.

Iqbal memaparkan, ilmu pengetahuan selalu bergerak cepat seiring dengan perubahan zaman akibat arus globalisasi yang tidak bisa dihindarkan. I personally believe, hal tersebut menjadi tantangan bagi para dosen saat ini di setiap disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya masing-masing. Seperti contoh, dengan pesatnya arus informasi, sebagai tenaga pengajar mengahruskan beradaptasi dengan hal-hal baru yang terbilang revolusioner, kembali untuk metodologi pengajaran, maupun isu-isu yang ditawarkan kepada mahasiswa.

”Menurut saya, cita-cita itu bukan hanya terpaku menjadi seorang apa dalam hal profesi, namun juga menemukan jalan hidup yang membutuhkan proses. Cita-cita saya semasa kecil ingin menjadi pilot komersial, namun ternyata jalan Tuhan menjadikan saya seorang dosen, dan penulis buku referensi  yang berkaitan dengan dunia aviasi,” terang penghobi travelling ini.

Revolusi Industri 4.0 dalam Bidang Aviasi

Iqbal berujar, ‘kita tidak bisa menilai teknologi’, kalimat tersebut merupakan kunci realitas kehidupan saat ini dan masa depan. Cepat beradaptasi dan mampu untuk mengeksploitasi merupakan strateginya sebagai dosen dalam menghadapai industri 4.0.

Ia melanjutkan, Hubungan Internasional pada dasaranya merupakan disiplin ilmu yang menuntut kecepatan arus informasi dalam kaitan fenomena-fenomena atau yang terjadi di dunia.  Penggunaan teknologi bukan merupakan hal asing bagi kajian Hubungan Internasional. Revolusi industri 4.0 sendiri pun merupakan suatu kajian dalam Hubungan Internasional, mengingat social and political impact yang dirasakan oleh aktor internasional sansat berpengaruh terhadap industri 4.0.

”Tentu saya mencoba untuk mengkolaborasikan antara materi dalam Hubungan Internasional dengan perkembangan teknologi.  Satu hal yang sederhana, dalam presentasi materi-materi tersebut dengan menggunakan software terbaru sesuai dengan prinsip saya untuk memperbanyak visualisasi tentang apa itu Hubungan Internasional,” terangnya.

Sukses Menurut Iqbal

Menurut saya indikator sukses sangat beragam  jenisnya. Ada yang melihat dari jumlah materi, posisi jabatan, dan atau seberapa banyak penghargaan bagi seseorang. Saya tidak akan naif mengenai indikator-indikator tersebut sebagai pengertian dari suksesnya seseorang. Namun bagi saya, menjadi manusia yang berguna bagi orang lain menjadi dasar bagi saya untuk menuju kesusesan.

”Saya percaya akan adanya sistem reward and punishment. Penghargaan bagi saya itu sangat penting. Mengingat penghargaan bukan hanya apresisasi positif terhadap keberhasilan suatu hal secara individu, tetapi jauh lebih bermakna jika penghargaan tersebut juga berdampak pada orang-orang di sekitar, dalam artian memiliki social impact yang luas,” pungkas pemilik pemilik motto hidup ‘Do the things right, and do the right things’ tersebut. (duniadosen.com/ta)

Redaksi

View Comments

Recent Posts

Biaya Kuliah S3 di Dalam dan Luar Negeri

Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…

2 days ago

5 Tips S3 ke Luar Negeri dengan Membawa Keluarga

Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…

2 days ago

Syarat dan Prosedur Kenaikan Jabatan Asisten Ahli ke Lektor

Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…

3 days ago

Perubahan Status Aktif Dosen Perlu Segera Dilakukan

Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…

3 days ago

7 Jenis Kejahatan Phishing Data yang Bisa Menimpa Dosen

Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…

3 days ago

Cara Menambahkan Buku ke Google Scholar Secara Manual

Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…

3 days ago