Kesadaran menulis karya ilmiah di Indonesia masih terbilang minim. Sebagai upaya meningkatkan jumlah hasil penelitian, Kemenristekdikti mengajak dosen memiliki kesadaran untuk melakukan penelitian dan mempublikasikannya.
Upaya ini guna meningkatkan jumlah publikasi karya ilmiah di perguruan tinggi yang masih kurang. Dengan kata lain, program dari Kemenristekdikti ini bagian dari upaya menciptakan budaya menulis di Perguruan Tinggi, dan memajukan kaum intelektual di negeri sendiri.
Para dosen dianggap belum memaksimalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang penelitian. Itulah yang mendorong pemerintah, melalui Kemristekdikti mengeluarkan peraturan baru berkenaan dengan tunjangan dosen.
Syarat memperoleh tunjangan yang terbaru untuk dosen, terutama lektor kepala dan profesor yang terbaru dianggap membebani. Adapun isi peraturan No. 20 Tahun 2017 dapat diunduh di page ini (no. 4).
Membuat karya ilmiah mengeluarkan banyak uang. Di mana, tunjangan yang diberikan tidak sebanding dengan tunjangan yang diberikan. Biaya yang dikeluarkan untuk mempublikasikan karya ilmiah di jurnal ilmiah ternama mencapai Rp 12.000.000 hingga Rp 15.000.000. Ini belum termasuk biaya penelitian.
Dosen mengeluhkan antara biaya penelitian dan tunjangan dari pemerintah yang tidak seimbang. Maka, Komisi X melakukan kajian ulang perihal kasus ini. Adapun salah satu solusi, yaitu memberikan bantuan dana melalui BOPTN.
BOPTN adalah Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri. BOPTN merupakan bantuan dana untuk memfasilitasi dosen dan guru besar dalam penelitiannya. Dengan kata lain, para intelektual dimudahkan dalam hal birokrasi, yang selama ini sering dikeluhkan.
Peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Permenristekdikti tahun 2017 satu sisi ingin mendorong untuk tetap berkarya. Sisi lain, secara tidak langsung menjadi ancaman bagi para dosen dan peneliti. Karena, apabila mereka tidak berkarya dalam kurun waktu setahun, maka tunjangan yang telah diberikan akan dicabut.
Menteri Ristek Dikti, M. Nasir menyebutkan syarat memperoleh tunjangan profesi bagi lector kepala, asisten ahli, professor dan lektor mewajibkan menerbitkan minimal tiga karya, selama tiga tahun, yang diterbitkan di jurnal nasional yang terakreditasi. Satu karya ilmiah yang dipublikasikan ke jurnal internasional. Lebih jelasnya, berikut tabel syarat memperoleh tunjangan berdasarkan tingkatan jabatan.
Tabel Tunjangan Lektor Kepala dan Profesor
Diterbitkannya Permenristekdikti No. 20 Tahun 2017 tidak disetujui begitu saja oleh para dosen. Ada sekitar 11 forum senat akademik meminta untuk dilakukan evaluasi tunjangan kehormatan profesor.
Di mana, forum yang terlibat adalah Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Adapun pengajuan yang diusulkan, yaitu evaluasi dilakukan setiap lima tahun, dan tetap memperhitungkan karya ilmiah yang sudah dipublikasi sejak tahun 2013.
Salah satunya usulan dari Prof. Dr. Indratmo Soekarno, selaku Ketua forum Senat Akademik PTN-BH. Yang mengusulkan penghapusan syarat bagi lector kepala, perihal kewajiban menerbitkan karya ilmiah ke jurnal Nasional yang terakreditasi dan jurnal Internasional.
Ia pun mengusulkan agar lebih merujuk ke Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik. Tentunya yang berdasarkan indeksasi ilmiah di Indonesia.
Terlepas dari ulasan dan aturan karya ilmiah di atas, ternyata di negara-negara maju tidak mempersoalkan soal biaya. Di sana, kesadaran melakukan penelitian dan kesadaran menulis jauh lebih besar. Anggaran pendanaan untuk peneliti juga tersedia.
Itu sebabnya, banyak kaum intelektual muda dari negara berkembang, termasuk Indonesia memilih tinggal di negara maju. Ini yang mengakibatkan terjadinya “brain drain” di negara asal. Lebih lanjut, topik ini akan diulas pada artikel berikutnya.
Kontroversi aturan publikasi karya ilmiah dipandang sebagai ancaman dan sebagai motivasi untuk terus berkarya. Di satu sisi, ini memberikan PR kepada pihak pemerintah untuk terus berbenah di bidang pendidikan.
Itulah ulasan yang kini tengah hangat di kalangan praktisi akademisi Perguruan Tinggi, perihal aturan baru karya ilmiah dan kebijakan tunjangan untuk dosen. Semoga artikel ini tidak ditangkap sebagai provokator untuk saling menyalahkan. Sebaliknya, semoga memotivasi kita untuk lebih produktif berkarya.
Simak juga Call For Paper: Galang Kekuatan Lewat Konferensi Internasional bersama EECSI
Referensi :
Dalam Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 dijelaskan mengenai karakter dosen untuk pengembangan indikator kinerja dosen.…
Bagi mahasiswa dan dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut pascasarjana gratis di Qatar, Anda…
Bagi siapa saja yang ingin studi S2 maupun S3 di luar negeri, silakan mempertimbangkan program…
Kabar gembira bagi para dosen di Indonesia yang ingin studi lanjut jenjang S3 di luar…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 Tentang Standar Minimum Indikator Kinerja Dosen dan Kriteria Publikasi Ilmiah…
Kepmendikbudristek Nomor 500 Tahun 2024 menjelaskan dan mengatur perihal standar minimum pelaksanaan hibah penelitian dalam…