Dosen di Indonesia tentu sangat familiar dengan istilah Asisten Ahli yang merujuk pada jenjang karir akademik dosen. Sesuai dengan ketentuan, dosen di Indonesia memiliki jenjang karir dalam bentuk jabatan fungsional.
Jabatan fungsional atau yang sering disingkat jabfung dan disebut juga dengan jabatan akademik, diketahui memiliki beberapa tingkatan atau jenjang. Salah satu dari jenjang tersebut adalah Asisten Ahli.
Dosen yang profesional dan bertanggung jawab, pastilah akan berupaya memangku jabatan fungsional dan jenjangnya terus berkembang. Lalu, apa saja syarat dan bagaimana cara dosen bisa memangku jenjang Asisten Ahli? Berikut penjelasannya.
Jabatan akademik atau jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang dosen dalam suatu satuan pendidikan tinggi yang dalam pelaksanaanya didasarkan pada keahlian tertentu.
Jabatan fungsional ini kemudian memiliki empat jenjang. Jenjang yang pertama adalah Asisten Ahli, kemudian Lektor, Lektor Kepala, dan jenjang paling tinggi adalah Guru Besar. Maka dari sini sudah bisa dipahami apa itu Asisten Ahli.
Secara sederhana, Asisten Ahli adalah jenjang jabatan fungsional pertama yang dipangku dosen di Indonesia yang sudah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku sebab memang menjadi jenjang atau tingkatan pertama dari jabatan fungsional.
Asisten Ahli adalah seorang tenaga pendidik atau dosen di perguruan tinggi yang berpangkat Penata Muda atau golongan IIIa dan IIIb. Definisi ini berlaku untuk dosen PNS.
Sebab dosen PNS diketahui memiliki pangkat dan golongan ruang. Namun, jabatan fungsional di semua jenjang tidak hanya diperuntukkan bagi dosen PNS. Melainkan semua dosen yang sudah memenuhi syarat yang berlaku.
Meskipun secara definisi, Asisten Ahli menjadi jenjang jabatan fungsional pertama. Akan tetapi, dosen tidak hanya bisa menjadi Asisten Ahli saat memangku jabatan fungsional pertama. Dosen juga bisa langsung menjadi Lektor sebagai jenjang jabatan fungsional pertamanya.
Terutama jika memang sudah memenuhi syarat. Salah satunya adalah memiliki ijazah S3 sehingga total KUM setara dengan syarat KUM minimal menjadi Lektor. Jika dosen belum memiliki ijazah S3, maka jabatan fungsional pertamanya adalah Asisten Ahli dan perlu segera diajukan jika sudah memenuhi syarat.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menjadi Asisten Ahli dimulai dengan memenuhi semua syarat dan ketentuan yang berlaku. Secara umum, ada 8 poin syarat yang harus dipenuhi dosen agar bisa mengajukan kenaikan jabatan fungsional pertama sebagai Asisten Ahli, yaitu:
Secara aturan, jabatan fungsional hanya bisa dipangku oleh dosen tetap maupun dosen dengan perjanjian kerja (dosen kontrak) sehingga wajib memiliki NIDN maupun NIDK (bagi dosen kontrak). Bagi dosen paruh waktu, tidak ada kewajiban untuk menjalankan tri dharma sehingga tidak bisa memangku jabatan fungsional.
Umumnya, perguruan tinggi akan merilis buku panduan untuk pengajuan kenaikan jabatan fungsional. Masing-masing akan menjelaskan secara rinci mengenai persyaratan yang harus dipenuhi.
Proses pengajuan dilakukan dosen secara mandiri ke Tim PAK di kampus untuk dilakukan penilaian atas semua syarat yang sudah dipenuhi. Jadi, jika bingung bisa membaca buku panduan maupun berkonsultasi dengan dosen yang menjadi anggota Tim PAK tersebut.
Jadi, jika ingin memangku jabatan fungsional pertama ini, dosen perlu memastikan sudah menjadi dosen tetap maupun dosen kontrak sehingga sudah memegang SK pengangkatan sesuai kebijakan perguruan tinggi. Selanjutnya, bisa melengkapi semua berkas persyaratan untuk pengajuan kenaikan jabatan fungsional pertama ke Tim PAK.
Baca Juga:
Secara umum, menjadi dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli memiliki kewajiban sama persis seperti sebelum memangku jabatan fungsional satu ini. Artinya, dosen berkewajiban melaksanakan tugas pokok sesuai isi tri dharma dan tugas penunjang.
Adapun perbedaan pada tugas dan kewajiban dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli dan jenjang di atasnya adalah pada perannya dalam mengajar maupun melakukan kegiatan tri dharma lain, terutama penelitian.
Dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli biasanya merupakan lulusan S2 maupun S3. Jika dosen adalah lulusan S2 maka hanya bisa mengajar mahasiswa di jenjang pendidikan Diploma, Sarjana (S1), dan jenjang S2. Sementara dosen dengan ijazah S3 sudah bisa mengajar mahasiswa di jenjang pendidikan S3.
Tugas pendidikan lain yang berbeda adalah pada saat menjadi dosen pembimbing skripsi. Dosen dengan jabfung Asisten Ahli dan memiliki ijazah S2, praktis hanya bisa menjadi dosen pembimbing bagi mahasiswa Diploma dan jenjang S1.
Sementara jika dosen memiliki ijazah S3, maka memiliki kesempatan untuk memberikan bantuan bimbingan kepada mahasiswa S2 dalam menyusun tesis. Namun, perannya hanya membantu, bukan menjadi dosen pembimbing penuh bagi mahasiswa tersebut. Berikut detail penjelasannya dalam gambar:
Sementara untuk tugas pokok dan tugas penunjang, pada dasarnya adalah sama. Tidak peduli jenjang jabatan fungsional yang dipangku. Semua dosen wajib melaksanakan tugas pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan tugas penunjang. Adapun bentuk tugas penunjang antara lain:
Lalu, berapa gaji yang diterima dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli? Secara aturan, mengetahui gaji dosen PNS jauh lebih mudah karena sudah diatur oleh pemerintah. Jabatan fungsional Asisten Ahli diisi oleh dosen PNS dari Golongan IIIa dan IIIb. Rentan gajinya seperti dikutip dari website Databoks adalah sebagai berikut:
Golongan III:
– Golongan IIIa: Rp 2.785.700 – Rp 4.575.200
– Golongan IIIb: Rp 2.903.600 – Rp 4.768.800
– Golongan IIIc: Rp 3.026.400 – Rp 4.970.500
– Golongan IIId: Rp 3.154.400 – Rp 5.180.700
Gaji tersebut adalah gaji pokok dan belum termasuk tunjangan-tunjangan yang bisa diterima oleh dosen. Secara umum, dosen PNS akan menerima tunjangan sesuai ketentuan dari pemerintah. Mengenai tunjangan, biasanya juga berlaku untuk dosen nonPNS.
Lalu, bagaimana dengan gaji dosen nonPNS dengan jabatan fungsional Asisten Ahli? Biasanya akan mengikuti kebijakan internal perguruan tinggi yang menaunginya. Namun, oleh pemerintah ditetapkan aturan, gaji pegawai perlu mengikuti ketentuan UMP (Upah Minimum Provinsi).
Kembali ke pembahasan mengenai tunjangan, dikutip melalui website Kaltim Today, dijelaskan dosen di Indonesia paling tidak berhak menerima 4 jenis tunjangan. Berikut penjelasannya:
Tunjangan pertama yang bisa diterima dosen adalah tunjangan profesi yang sering pula disebut tunjangan sertifikasi. Syarat mutlak untuk dosen di Indonesia meraih tunjangan ini adalah sudah tersertifikasi alias lulus serdos (sertifikasi dosen).
Lalu, dosen dengan jabfung Asisten Ahli apakah mendapatkan tunjangan ini? Jawabannya adalah tergantung, apakah dosen tersebut sudah lulus serdos atau belum.
Sebab dosen dengan jabfung Asisten Ahli sudah bisa ikut serdos selama sudah memiliki masa kerja minimal 2 tahun sejak SK penetapan sebagai Asisten Ahli dirilis. Jadi, jika jabfung ini baru dipangku 1 tahun misalnya, maka tunjangan profesi belum bisa didapatkan dosen. Sebab belum eligible menjadi peserta serdos.
Sebaliknya, jika sudah memangku jabfung ini selama minimal 2 tahun dan berhasil dinyatakan lulus serdos. Praktis, tunjangan profesi akan didapatkan dosen tersebut. Besarannya adalah satu kali gaji pokok dosen dan cair setiap bulan.
Tunjangan kedua yang diterima dosen adalah tunjangan khusus. Tunjangan khusus adalah tunjangan diberikan setiap bulan kepada dosen yang ditugaskan pemerintah pusat atau pemerintah daerah di wilayah khusus selama penugasan.
Jadi, jika dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli dan menerima penugasan di wilayah khusus. Maka secara otomatis akan mendapatkan tunjangan khusus. Adapun besarannya adalah satu kali gaji pokok dan cair setiap bulan.
Berikutnya adalah tunjangan kehormatan. Tunjangan kehormatan adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang sudah menjadi Guru Besar atau Profesor. Jadi, dosen dengan jabfung Asisten Ahli belum memenuhi syarat menerima tunjangan jenis ini.
Jenis tunjangan yang terakhir adalah tunjangan tugas tambahan. Tunjangan ini diberikan hanya kepada dosen yang mendapat tugas tambahan. Tugas tambahan disini adalah dipercaya memangku jabatan struktural.
Mencakup Rektor, Pembantu Rektor, Dekan, Pembantu Dekan, Ketua Sekolah Tinggi, Pembantu Ketua, Direktur Politeknik, Direktur Akademi, dan Pembantu Direktur.
Secara umum, jabatan struktural belum bisa dipangku oleh dosen dengan jabfung Asisten Ahli. Meskipun ada pula beberapa perguruan tinggi yang tetap memberi amanah kepada pemangku jabfung ini menjadi pengisi jabatan struktural.
Jadi, jika mengikuti aturan, maka dosen dengan jabfung Asisten Ahli belum mendapatkan tunjangan jenis ini. Sebab jabatan struktural hanya bisa dipangku jika sudah memiliki jabfung Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar.
Jadi, dari penjelasan tersebut maka bisa dipahami bahwa gaji dan tunjangan dosen dengan jabfung Asisten Ahli cukup beragam. Tergantung pada status dosen tersebut, apakah dosen PNS atau nonPNS. Selain itu, juga bergantung pada serdos.
Bagi dosen yang ingin meraih semua tunjangan yang dijelaskan. Maka jangan hanya puas menjadi Asisten Ahli. Usahakan terus dikembangkan ke jenjang berikutnya, sehingga terbuka peluang mendapatkan tunjangan yang lebih beragam.
Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share untuk membagikan artikel ini ke orang terdekat Anda. Semoga bermanfaat.
Mengecek dan menyiapkan sumber pendanaan untuk kebutuhan biaya kuliah S3 tentu perlu dilakukan jauh-jauh hari…
Dosen yang mau melanjutkan studi pascasarjana tetapi sudah berkeluarga pasti akan diselimuti kebimbangan antara apakah…
Mengacu pada aturan terbaru, proses sampai persyaratan kenaikan jabatan Asisten Ahli ke Lektor mengalami beberapa…
Dosen di Indonesia tentunya perlu memahami prosedur dan ketentuan dalam perubahan status aktif dosen di…
Kejahatan phishing data tentunya perlu diwaspadai oleh siapa saja, termasuk juga kalangan akademisi. Terutama kalangan…
Sudahkah para dosen mengetahui bagaimana cara menambahkan buku ke Google Scholar? Hal ini tentu penting…