Indonesia memiliki banyak sekali pahlawan, salah satunya adalah Ki Hajar Dewantara yang kemudian mencetuskan arti Tut Wuri Handayani. Istilah atau semboyan Tut Wuri Handayani tentu sangat familiar di telinga siapa saja, sebab sudah dikenal sejak masuk ke bangku Sekolah Dasar.
Sekedar flashback ke masa SD dulu, mungkin tidak ada salahnya untuk membahas lagi secara mendalam mengenai Tut Wuri Handayani Tersebut.
Daftar Isi
ToggleSosok Ki Hajar Dewantara dan Kiprahnya di Dunia Pendidikan Indonesia
Sebelum membahas secara mendalam mengenai makna atau arti Tut Wuri Handayani, maka akan lebih baik jika mengenal siapa yang melahirkan semboyan tersebut. Seperti yang disampaikan sekilas di awal, bahwa pencetus dari semboyan ini adalah Ki Hajar Dewantara.
Pada dasarnya, Tut Wuri Handayani adalah penggalan dari keseluruhan semboyan yang diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara. Lengkapnya adalah “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Ketika semboyan ini sangat dekat dengan dunia pendidikan dan mulai diajarkan kepada anak-anak di Sekolah Dasar. Ki Hajar Dewantara sendiri dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Dirinya lahir pada 2 Mei 1889 di Kota Yogyakarta yang kemudian tumbuh di tengah lingkungan keraton. Ki Hajar Dewantara tercatat cukup beruntung di masa kecilnya karena bisa melanjutkan pendidikan sampai tingkat tinggi.
Melalui karya Mirnawati yang berjudul Kumpulan Pahlawan Indonesia (2012) disebutkan bahwa Ki Hajar Dewantara menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Belanda ELS (Europeesche Lagere School). Selanjutnya, dirinya kemudian melanjutkan pendidikan di STOVIA dan kemudian memutuskan untuk tidak lagi menggunakan gelar bangsawan. Sehingga mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara di usia 40 tahun yang kemudian dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sampai sekarang.
Tujuan mengubah nama tanpa gelar bangsawan ini adalah untuk bisa berbaur atau bebas bersosialisasi dengan rakyat biasa. Sebelum dikenal sebagai pahlawan di bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara menekuni profesi sebagai wartawan.
Tercatat ada sejumlah surat kabar di tanah air yang menjadi tempatnya menekuni profesi sebagai kuli tinta. Yaitu:
- Midden Java.
- Sedyotomo.
- Poesara.
- Tjahaja Timoer.
- Kaoem Moeda.
- De Expres, dan juga
- Oetoesan Hindia.
Selama menjadi wartawan, hasil tulisan Ki Hajar Dewantara dikenal komunikatif, tajam, dan juga patriotik. Sehingga pembacanya mampu menangkap informasi dengan mudah sekaligus membangkitkan semangat perjuangan anti penjajah.
Selain menjadi wartawan, Ki Hajar Dewantara juga dikenal sebagai seorang politisi di masa mudanya. Dirinya bahkan tercatat sebagai salah satu pendiri partai politik terkemuka yakni Indische Partij.
Namun partai politik yang juga didirikan bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo tersebut ditolak oleh pemerintah Belanda yang kemudian diganti menjadi Komite Bumiputera. Melalui komite tersebut, Ki Hajar Dewantara dan pendiri lainnya aktif melancarkan kritik kepada pemerintah Belanda.
Aksinya kemudian membuat dirinya ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Selama masa pembuangan, Ki Hajar Dewantara aktif belajar dan berhasil mendapatkan gelar Europeesche Akter.
Memasuki tahun 1918, dirinya kemudian kembali ke Indonesia dan memiliki tekad untuk membebaskan rakyat Indonesia dari kebodohan. Sekaligus memperjuangkan Indonesia yang merdeka. Tekad inilah yang kemudian membuatnya memiliki perjuangan panjang di dunia pendidikan Indonesia. Salah satunya menjadi pendiri dari Perguruan Nasional Taman SIswa pada Juli 1922.
Selain itu dirinya juga aktif menulis mengenai tema-tema pendidikan dan juga kebudayaan yang berwawasan pada kebangsaan. Hasil tulisannya kemudian menjadi dasar pendidikan nasional di tanah air.
Setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Mengenang semua jasa dan perjuangan Ki Hajar Dewantara, kemudian pemerintah memberikan julukan “Bapak Pendidikan”. Sekaligus menjadikan hari kelahirannya, yaitu 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Baca Juga: Ingin Disertasi Cepat Selesai? Lakukan 5 Persiapan Penting Ini
Arti Tut Wuri Handayani
Jika membahas mengenai arti Tut Wuri Handayani maka akan membahas mengenai sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Selain itu juga akan membahas mengenai Bapak Ki Hajar Dewantara yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara memiliki beberapa semboyan selama masa perjuangannya di pendidikan Indonesia. Mulai dari Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan juga Tut Wuri Handayani.
Tut Wuri Handayani memiliki arti “mendorong dari belakang” yang digunakan untuk menyebutkan salah satu peran dari tenaga pendidik. Maksud dari semboyan tersebut adalah untuk menyampaikan bahwa tenaga pendidik baik guru maupun dosen punya tugas untuk memberi arahan, semangat, dan juga motivasi belajar kepada anak didiknya.
Melalui arti Tut Wuri Handayani tentu bisa diketahui bahwa tugas dari tenaga pendidik sangat kompleks.
Tidak hanya dilihat dari semboyan tersebut namun juga dua semboyan lainnya. Yakni:
- Memberikan keteladanan atau contoh yang baik kepada peserta didik (Ing Ngarsa Sung Tuladha).
- Tenaga pendidik juga berperan penting untuk memberikan bimbingan (mengajar ilmu pengetahuan) di tengah-tengah para peserta didik (Ing Madya Mangun Karsa).
- Tenaga pendidik juga bertugas untuk memberikan dorongan dan motivasi belajar bagi peserta didik (Tut Wuri Handayani).
Ketiga semboyan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut kemudian mewakili keseluruhan tugas dari tenaga pendidik. Sehingga seorang guru maupun dosen perlu memperhatikan segala hal yang akan diucapkan maupun dilakukan di setiap kesempatan.
Sebab apa yang dilakukan dan diucapkan nantinya akan langsung dilihat sekaligus dicontoh oleh anak didiknya. Selain itu, dari ketiga semboyan tersebut juga bisa didapatkan makna bahwa tugas tenaga pendidik sangat kompleks.
Baca Juga: Mudahnya Menulis Jurnal Ilmiah yang Baik dan Benar
Sejarah Lahirnya Lambang Tut Wuri Handayani
Ki Hajar Dewantara memiliki semboyan panjang berisi tiga poin yang dijelaskan di atas. Kemudian penggalan terakhir yang berbunyi Tut Wuri Handayani kemudian dijadikan sebagai lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Jadi, jauh sebelum dijadikan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, semboyan tersebut sudah didengar dan diucapkan oleh siswa di seluruh Indonesia. Awal mula keputusan menjadikan Tut Wuri Handayani sebagai lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia adalah di tahun 1977.
Pada tahun tersebut, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan baru saja didirikan oleh pemerintah. Sehingga belum memiliki logo resmi yang digunakan, dan tentu pihak perintis departemen tersebut berusaha untuk membuat logo.
Supaya memiliki logo resmi yang akan digunakan untuk berbagai keperluan selama berkegiatan, sebagaimana departemen lain di dalam pemerintahan. Kemudian diputuskan untuk digelar sebuah sayembara yang bertujuan untuk membuat logo tersebut.
Hasil sayembara tersebut kemudian didapatkan 1.600 logo yang diseleksi oleh tim khusus yang dibentuk pemerintah. Meskipun sudah ribuan logo diseleksi, namun pihak pemerintah belum bisa menemukan desain logo yang sesuai.
Namun kemudian diambil 10 logo yang digolongkan sebagai logo terbaik dalam sayembara tersebut. Dari 10 logo terbaik itupun masih belum ada yang memenuhi kriteria penilaian sayembara. Sehingga kemudian diputuskan untuk melakukan modifikasi agar sesuai dengan kriteria tadi. Setelah itu lahirlah lambang Tut Wuri Handayani berdasarkan SK Menteri Nomor 0398/M/1997 yang diresmikan pada 6 September 1977.
Memahami arti Tut Wuri Handayani tentu membuat lambang ini sangat tepat digunakan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia. Sebab mewakili tugas dan juga kewajiban dari seluruh tenaga pendidik yang ada di Indonesia.
Semboyan ini juga memberikan arahan mengenai tugas dan kewajiban dari para pemimpin di tanah air. Yakni, mampu memberikan teladan yang baik, memberi bimbingan, sekaligus memberi motivasi dan semangat positif kepada orang-orang di bawah pimpinannya.
Baca Juga: Pengumuman Penerima Pendanaan Penelitian untuk PT Non PTN BH 2021
Makna dari Tut Wuri Handayani
Semboyan Tut Wuri Handayani kemudian lebih dikenal sebagai lambang dari departemen atau Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Indonesia (Kemendikbud). Terhitung dari tahun 1977 hingga sekarang.
Lambang dari Kemendikbud ini pun memiliki lima aspek yang memiliki makna mendalam. Berikut detailnya:
1. Bidang Segi Lima
Lambang Kemdikbud yang paling mencolong memang bidang segi lima yang memiliki warna biru. Bentuk segi lima ini sendiri memiliki makna sebagai alam kehidupan Pancasila yang menjadi dasar di negara Indonesia. Bidang segi lima ini kemudian mengapit atau melindungi lambang berupa burung garuda.
2. Semboyan Tut Wuri Handayani
Jika membahas mengenai arti Tut Wuri Handayani memang akan selalu dikaitkan dengan Kemendikbud. Sebab semboyan atau lebih tepatnya penggalan dari semboyan panjang yang diucapkan Ki Hajar Dewantara kemudian menjadi bagian dari logo Kemendikbud.
Adapun semboyan Tut Wuri Handayani sendiri seperti yang dijelaskan di awal memiliki makna sebagai tugas seorang pendidik untuk memberi dorongan dan motivasi kepada anak didiknya. Penggunaan semboyan ini kemudian disampaikan menjadi bentuk penghormatan atas jasa dari Ki Hajar Dewantara. Dimana beliau juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan di Indonesia.
Mengingat Kemendikbud akan bertanggung jawab pada pelaksanaan semua kebijakan di dunia pendidikan tanah air. Maka semboyan dari Bapak Pendidikan Indonesia tentu lumrah untuk menjadi bagian dari logo Kemendikbud itu sendiri.
3. Blencong Menyala dengan motif Burung Garuda
Aspek penting berikutnya adalah belencong menyala dan juga burung garuda. Blencong merupakan lampu sorot yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit. Adanya blencong di dalam logo Kemendikbud.
Hal itu memiliki makna bahwa dunia pendidikan adalah cahaya kehidupan bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Sedangkan burung garuda sendiri menggambarkan sifat dinamis dan gagah perkasa, yang menggambarkan kekuatan dari sebuah pendidikan.
4. Buku
Logo Kemendikbud selain mengandung arti Tut Wuri Handayani juga memiliki unsur lain yang memiliki makna mendalam. Salah satunya adalah adanya unsur buku di dalam logo resmi tersebut.
Buku melambangkan gudang ilmu, yang tentu sangat dekat dengan dunia pendidikan. Sehingga dua pendidikan tidak dapat dilepaskan dari buku, baik untuk disusun oleh pendidik maupun untuk dibaca oleh siswa.
Baca Juga: 4 Aplikasi LLDIKTI Terbaru yang Bisa Digunakan untuk Efisiensi Pelayanan
5. Terdapat Lima Jenis Warna
Jika diperhatikan lebih mendalam, maka di dalam logo resmi Kemendikbud memiliki lima jenis warna yang berbeda. Lima warna ini adalah:
- Warna putih (terdapat pada ekor dan sayap burung garuda serta pada buku) memiliki arti kesucian yang tanpa pamrih.
- Warna kuning emas menyala (terdapat pada api) yang memiliki arti keluhuran dan keagungan pengabdian.
- Warna biru muda (warna dasar pada bidang segi lima) memiliki arti bahwa bentuk pengabdian tidak akan terputus dan memiliki pandangan hidup yang dalam.