fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Aqsa Sjuhada Oki Mengabdi untuk Negeri dengan Berkarir Dosen dan Dokter Gigi

Berkarir dosen
Aqsa Sjuhada Oki, drg., M.Kes. dosen di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga (FKG Unair) Surabaya yang juga berprofesi sebagai Dokter Gigi. (doc. Aqsa)

Sejak kecil, Aqsa Sjuhada Oki, drg., M.Kes. memang ingin menjadi pengajar. Aqsa menilai pengajar adalah profesi yang mulia sekaligus bisa berkontribusi dalam memajukan dan memaksimalkan potensi generasi muda Indonesia. Ia pun memilih berkarir dosen dan dokter gigi sebagai bentuk pengabdiannya untuk negeri.

Sehari-hari, Aqsa berkutat dengan perannya sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga (FKG Unair) Surabaya. Ia menganggap berkarir dosen adalah tentang bagaimana menjadi bermanfaat. Pria yang mendapat gelar Master Fisiologi dari Unair pada 2001 tersebut percaya bahwa ketika ilmu terus disampaikan, maka akan menjadi amal jariyah yang tak terputus.

Aqsa memulai karir dosennya pada 1996 lalu. Saat itu, Aqsa baru menjadi asisten dosen. Setahun berselang, Aqsa diangkat menjadi dosen tetap di Unair Surabaya sampai sekarang. Selama menjadi dosen di Unair, Aqsa mengampu beberapa mata kuliah. Yaitu Psikologi Faal, Ilmu Faal, Biologi Oral, dan Agama Islam.

Berkarir Dosen: Ingin Generasi Muda Pandai Intelektual dan Mental

Apa alasan utama Aqsa memutuskan berkarir dosen? Pria berkaca mata tersebut mengaku sejak lama memang ingin menjadi pengajar, entah di sekolah maupun di perguruan tinggi. ”Saya hanya ingin mengajar dan membuat generasi muda menjadi pandai secara intelektual dan mental,” ujarnya kepada tim duniadosen.com melalui surat elektronik (surel), Selasa (8/1).

Aqsa Sjuhada Oki, drg., M.Kes. usai uji keterampilan laboratorium bersama mahasiswanya. (doc. Aqsa)

Sebagai dosen, satu hal yang ingin dicapai oleh Aqsa adalah melihat mahasiswa yang dia didik memahami apa yang diajarkan dalam kelas. Selain itu, dosen yang pernah melakukan fellowship research di Hiroshima University, Jepang tahun 1998 tersebut juga mengaku puas jika melihat mahasiswa yang dia didik bisa menjadi sarjana yang cerdas secara intelektual dan mental.

”Sebagian besar sudah tercapai. Namun, saya masih terus menggarap dan memperjuangkan pengembangan metode pembelajaran yang sesuai dengan dinamika perubahan zaman dan bisa mengikuti kecepatan teknologi,” kata laki-laki yang juga berpraktik sebagai dokter gigi tersebut.

Aqsa menyebut semua elemen perguruan tinggi, termasuk dosen dan mahasiswa perlu belajar lebih giat agar bisa relevan dengan perkembangan teknologi yang makin masif dan pesat. ”Mahasiswa sekarang hidup di era ini (perkembangan teknologi-red). Sehingga saya sebagai dosen harus tune up diri sendiri untuk menyesuaikannya, bukan memaksakan metode pengajaran lama di era sekarang,” tegas Aqsa.

Kembangkan E-learning dalam Proses Pengajaran

Bagi dosen lulusan pendidikan sarjana dan magister dari Unair Surabaya tersebut, berkarir dosen adalah profesi yang sangat berkesan. Ada banyak kesan yang ia dapatkan selama berkarir dosen. Meski begitu, Aqsa mengaku pengalamannya menjadi salah satu pembicara utama dalam Asia Telemedicine Symposium di Jepang, November 2018 lalu adalah pengalaman paling berkesan.

Aqsa Sjuhada Oki, drg., M.Kes. salah satu pembicara utama dalam Simposium Telemedis Asia ke-12 di Fukuoka, Jepang. (doc. aqsaraku.wordpress.com)

Diundangnya Aqsa ke Jepang untuk berbicara dalam simposium tak terjadi tanpa sebab. Aqsa dinilai berperan dalam mengembangkan pembelajaran elektronik (e-learning) dan telemedicine di kampusnya. Impresi tersebut yang membuat pihak penyelenggara simposium mengundang dosen Unair tersebut ke Jepang.

Aqsa aktif mengembangkan aplikasi e-learning di kampusnya sejak 2014 lalu. E-learning tersebut diterapkan dalam rangka mendukung kegiatan pembelajaran seperti kuis online, diskusi online, penugasan berbasis online, sampai ujian yang computer based. Dalam perkembangannya, Aqsa mengaku teknologi betul-betul berperan positif dalam pengembangan pembelajaran yang lebih berkualitas.

”Beberapa studi yang saya lakukan menunjukkan bahwa elearning membantu mahasiswa dalam meningkatkan aktivitas diskusi dan pemahaman materi dalam perkuliahan. Mahasiswa cukup bersemangat dengan metode ini karena cocok dengan gaya hidup mereka sebagai digital native. Beberapa penelitian saya terkait hal ini sedang dalam proses penerbitan di jurnal internasional,” terang alumni SMA Negeri 5 Surabaya tersebut.

Menghadapi Tantangan, Dosen Perlu Kembangkan Diri

Pengembangan e-learning yang Aqsa lakukan pada hakikatnya adalah caranya untuk menghadapi tantangan. Saat ini, paparan teknologi sudah merambah komunitas masyarakat lebih luas. Maka, mau tidak mau semua elemen, termasuk seluruh sivitas akademika perguruan tinggi perlu beradaptasi dengan perkembangan tersebut.

Dosen yang pernah mengenyam pendidikan ICT For Higher Education di Universiti Malaya, Malaysia pada 2002 tersebut mengatakan, salah satu cara beradaptasi dengan perkembangan teknologi adalah dengan senantiasa memperbarui pengetahuan diri dan melakukan pengembangan diri dalam berbagai aspek. Dosen dan mahasiswa sekarang pernah hidup di era yang berbeda. Kebutuhan mahasiswa sekarang pun berbeda dengan zaman dulu. Maka, dosen perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan mahasiswa.

”Tantangan terbesar dosen saat ini adalah kondisi dimana para mahasiswa yang terlahir sebagai digital native. Anak-anak muda ini tidak bisa dipaksa untuk belajar dengan mengikuti metode konvensional seperti dulu. Karena lekatnya teknologi informasi di kehidupan mereka. Maka, metode pembelajaran yang kita kembangkan harus lentur menyesuaikan dengan pola pikir dan lifestyle mereka yang lebih terbuka dan bebas,” ungkapnya.

Dosen bersertifikat brevet Ahli Ilmu Faal dari tempatnya mengajar tersebut melanjutkan, jika mahasiswa excited dengan hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi dan teknologi informasi, maka kita perlu mengakomodasi kebutuhan tersebut. Dosen perlu terus upgrade diri, terutama dalam aspek teknologi informasi dalam pengajaran di kampus terpapar dengan teknologi digital agar mereka tak bosan. Sehingga transfer of knowledge  berlangsung dengan baik.

Menjadi Dokter Gigi sampai Kembangkan Telemedicine

Selain menjadi dosen, pria yang juga tergabung dalam Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia tersebut juga memiliki praktik umum sebagai dokter gigi di Surabaya. ”Saya melakukan ini sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat atas status saya sebagai dokter gigi,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dalam rangka mengabdi untuk negeri, dosen yang juga anggota Perkumpulan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) tersebut juga merintis telemedicine pada 2017 lalu. Aqsa mengaku telemedicine yang ia kembangkan adalah metode diseminasi kedokteran gigi secara online, bukan hanya sebagai alat konsultasi antara dokter dan pasien.

Pada 2017 lalu, Aqsa bersama tim melakukan praktik telemedicine di 12 puskesmas di Lombok Timur sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dari FKG Unair. ”Tujuannya untuk melatih para dokter gigi di Lombok Timur, agar mampu terhubung dengan jaringan teleconference dan dapat bergabung dengan diseminasi ilmu yang kami lakukan secara berkala,” jelasnya.

Pengembangan telemedicine tersebut adalah bentuk komitmennya dalam dunia pendidikan. Dalam perkembangannya, proyek Aqsa mendapat dukungan dari Telemedicine Development Center of Asia dan mendapat kesempatan belajar dan berkolaborasi dengan Kyushu University.

Ingin Mengembangkan Program Pengabdian Berbasis Teknologi, Rintis ADTC

Tak mau berhenti sampai di situ, Aqsa ingin mengembangkan telemedicine lebih luas lagi. Akhirnya, dia merintis Airlangga Dental Telemedicine Center (ADCT) Unair Surabaya. Melalui ADCT, Aqsa ingin kampusnya menjadi institusi pertama di Indonesia yang mengembangkan program pengabdian kepada masyarakat berbasis teknologi informasi.

Aqsa Sjuhada Oki, drg., M.Kes. melakukan perekaman video pembelajaran pada Massive Open Online Course (MOOC) (doc. Aqsa)

”Kegiatannya bisa melalui video conference bagi para dokter gigi di pelosok daerah. Pilot project kami adalah telemedicine di Lombok Timur. Tetapi, kami sudah mengembangkan ke beberapa daerah lain. Semoga di tahun 2019 ini keinginan kami untuk mengembangkan telemedicine di semua Puskesmas di Surabaya dapat terwujud,” harapnya.

Aqsa melanjutkan, jika jejaring sudah terbentuk, maka akan sangat mudah bagi para dokter gigi di Indonesia untuk mendapatkan pembaruan ilmu pengetahuan kedokteran gigi di puskemasnya. ”Tidak harus jauh-jauh datang ke kota besar untuk menghadiri seminar,” jelas Aqsa.

Kedepannya, Aqsa ingin mengembangkan telemedicine di seluruh Indonesia bekerja sama dengan institusi lain. Aqsa berharap semua pihak mendukung program telemedicine tersebut. ”Karena telemedicine bisa membuat banyak dokter gigi di Indonesia terhubung dengan pembaruan ilmu kedokteran gigi dengan mudah dan murah,” tegasnya.

Bagi Aqsa, memperbarui ilmu merupakan hal penting karena ia bisa lebih bermanfaat untuk banyak orang. Selain belajar terus, Aqsa juga selalu mewanti diri untuk senantiasa konsisten dalam iman dan peribadatannya. ”Saya selalu ingat petuah Ibu yang meminta saya untuk terus belajar dan ikhlas,” kenang dosen yang sedang mempersiapkan buku tentang ilmu Faal dan tata laksana telemedicine tersebut.

Berawal dari prinsip tersebut, Aqsa ingin selalu mengembangkan diri kaitannya dengan profesinya sebagai dosen maupun pengembangan proyek telemedicine yang sudah ia lakukan. Aqsa tak ingin berhenti sampai di sini. Ia ingin bermanfaat untuk lebih banyak orang.

Kaitannya dengan pembagian waktu diantara kesibukannya sebagai dosen, dokter gigi, dan perannya sebagai kepala rumah tangga, Aqsa berprinsip I do not let myself drown into works so I do not get a quality life (Saya tak mau terkungkung hanya pada pekerjaan yang pada akhirnya saya tak bisa mendapat hidup yang berkualitas).

Aqsa Sjuhada Oki, drg., M.Kes. bersama istri dan kedua anaknya. (doc. Aqsa)

Ia mengaku, sebagus dan senyaman apapun pekerjaan yang orang kerjakan jika tak ada hubungan baik dengan keluarga, maka semuanya tak memiliki arti apapun. ”Semua pekerjaan tersebut tidak ada artinya kalau komunikasi dengan keluarga jadi terganggu. Harus spare time secara strict untuk keluarga dan ibadah kepada Tuhan,” pungkasnya. (duniadosen.com/az)