Dalam dunia profesional, seseorang di sebuah perusahaan maupun organisasi dan institusi bisa memangku beberapa jabatan. Misalnya jabatan fungsional sekaligus struktural. Namun, sudahkah mengetahui perbedaan jabatan struktural dan fungsional?
Istilahjabatan struktural dan fungsional tentu tidak lagi asing di telinga, sebab umum diterapkan di berbagai bidang profesional. Misalnya di perusahaan, baik milik pemerintah maupun swasta.
Di Indonesia sendiri, jabatan fungsional dan jabatan struktural lebih familiar untuk PNS. Dimana semua PNS berkesempatan untuk memangku keduanya secara bersamaan jika memenuhi syarat sesuai ketentuan. Supaya tidak bingung, bisa menyimak penjelasan berikut.
Memahami perbedaan jabatan fungsional dan struktural diawali dengan memahami definisi masing-masing. Seperti dikutip dari laman resmi milik Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran.
Dijelaskan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas pokok organisasi.
Sementara jabatan struktural, definisinya adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Jabatan ini akan menunjukan jenjang atau tingkatan pemangku jabatan di sebuah organisasi. Yakni dari pimpinan, wakil pimpinan, dan seterusnya.
Pada jabatan struktural, secara umum pemangku jabatan ini akan memiliki tugas sampai hak dan wewenang sesuai ketentuan organisasi. Tugas yang dimiliki berkaitan dengan kegiatan operasional organisasi tersebut.
Dalam dunia PNS, jabatan struktural ini contohnya sangat beragam disesuaikan dengan instansi dan tingkatan instansi tersebut apakah di pemerintahan pusat atau daerah. Berikut beberapa contohnya:
Jabatan struktural juga dijumpai di luar lingkungan PNS, sebab nyaris semua perusahaan di berbagai bidang memiliki pemangku jabatan ini. Mulai dari CEO, direktur perusahaan, sekretaris, HRD, dan lain sebagainya.
Sehingga jabatan struktural cenderung mudah dipahami karena memang diterapkan di semua perusahaan. Baik perusahaan milik pemerintah maupun swasta. Lain halnya dengan jabatan fungsional yang lebih identik di lingkungan PNS.
Jabatan fungsional juga memiliki jenis dan jenjang yang sama beragamnya dengan jabatan struktural. Hanya saja sifatnya lebih khas karena disesuaikan dengan kebutuhan suatu organisasi atau instansi.
Misalnya, di lingkungan industri atau pabrik obat maka ada pemangku jabatan fungsional apoteker. Namun untuk pabrik nonobat dan nonkosmetik, maka tidak ada pemangku jabatan fungsional ini.
Beberapa contoh jabatan fungsional adalah seperti guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.
Sebagai informasi tambahan, beberapa profesi juga diberikan jabatan fungsional khusus. Misalnya pada guru dan dosen. Pada dosen, jabatan fungsional ada 4 jenjang yakni Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan terakhir adalah Guru Besar.
Profesi lain tidak memiliki jabatan fungsional seperti dosen, begitu juga sebaliknya. Selain itu, jabatan fungsional dosen ini berlaku untuk semua dosen di Indonesia. Baik itu dosen PNS maupun nonPNS dan dosen di PTN maupun di PTS selama memiliki NIDN maupun NIDK (dosen praktisi).
Sementara jabatan struktural untuk dosen contohnya seperti rektor, wakil rektor, dekan, kepala jurusan, kepala program studi, koordinator departemen, dan lain sebagainya. Tidak semua dosen bisa memangku jabatan struktural, sehingga berbeda aturan dengan jabatan fungsional dosen.
Baca Juga:
Memahami lebih dalam mengenai perbedaan jabatan fungsional dan struktural memang membutuhkan pembahasan spesifik. Sebab antara satu profesi dengan profesi lain akan dijumpai beberapa perbedaan.
Memberi gambaran lebih jelas, berikut adalah beberapa perbedaan antara jabatan struktural dan fungsional yang dipangku seorang dosen:
Pada profesi dosen, perbedaan jabatan struktural dan fungsional terletak dari sistem penilaian atau syarat yang harus dipenuhi agar bisa memangku jabatan tersebut. Pertama untuk jabatan fungsional mengacu pada angka kredit (KUM).
Dosen berkewajiban melaksanakan tugas pokok sesuai isi tri dharma dan tugas penunjang. Setiap tugas yang berhasil dilaksanakan, dilaporkan, dan diakui akan menambah KUM. KUM jumlah tertentu menjadi syarat mutlak mengajukan kenaikan jabatan.
Misalnya dari KUM 0 menjadi 150 poin, maka dosen baru bisa mengajukan permohonan naik jabatan fungsional Asisten Ahli ke pihak kepegawaian atau Tim PAK di kampusnya.
Sementara pada jabatan struktural dosen, sistem penilaian tidak ada melainkan pada proses pemilihan. Lingkungan pendidikan tinggi memiliki masa politik sendiri dalam pemilihan rektor, wakil rektor, dan jabatan struktural lain.
Sehingga ada proses pemilihan calon pemangku, perkenalan visi dan misi, baru ke proses pemilihan. Dosen mana yang mendapat suara terbanyak maka akan memangku suatu jabatan struktural.
Namun, setiap kampus memiliki kebijakan tersendiri dalam hal ini. Adanya proses pemilihan adalah proses penentuan siapa pemangku jabatan struktural di kampus secara umum.
Perbedaan jabatan struktural dan fungsional yang kedua pada profesi dosen adalah dari jenjang jabatannya. Jabatan fungsional dosen seperti yang sudah dijelaskan memiliki 4 jenjang.
Dimulai dari Asisten Ahli, jika naik lagi maka menjadi Lektor, lalu menjadi Lektor Kepala, dan di puncak jabatan tertinggi dosen ada Guru Besar yang diberi gelar Profesor.
Setiap jenjang diraih dengan memenuhi syarat sesuai ketentuan. Baik syarat kualifikasi akademik minimal sampai jumlah KUM minimal. Misalnya pada Lektor Kepala dan Guru Besar hanya bisa dipangku dosen dengan ijazah minimal S3.
Sementara untuk jenjang jabatan struktural berbeda-beda lagi. Dalam hirarki kepemimpinan ada rektor disusul wakil rektor. Umumnya rektor dipangku oleh 1 orang dosen dan dibantu oleh beberapa wakil rektor.
Jadi, bukan hal asing jika 1 kampus memiliki 1 orang rektor dan ada 5 orang dosen yang menjabat sebagai wakil rektor. Sehingga jenjang hanya ada dua, yakni rektor dan wakil rektor.
Beralih ke jabatan struktural di ranah fakultas maka ada dekan dan wakil dekan. Artinya, setiap jabatan struktural memiliki jenjang berbeda sesuai dengan ruang lingkup dimana pemangku bertugas.
Poin ketiga yang menjadi perbedaan jabatan struktural dan fungsional yang dipangku dosen adalah dari masa jabatan. Jabatan fungsional dosen memiliki masa berlaku sangat panjang dan tidak ada batasan.
Batasan hanya pada kapan waktu dosen memenuhi syarat untuk naik ke jenjang berikutnya. Setiap dosen memiliki masa jabatan berbeda-beda, ada yang menjadi Asisten Ahli dan naik ke Lektor dalam kurun 2 tahun saja.
Namun ada juga yang menunggu sampai 10 tahun. Artinya, selama syarat untuk mengajukan kenaikan jabatan fungsional berikutnya belum terpenuhi. Maka jabatan terakhir akan tetap dipangku dan tidak berbatas waktu.
Sementara pada jabatan struktural umumnya berbatas waktu. Setiap kampus atau perguruan tinggi memiliki kebijakan tersendiri berkaitan dengan hal ini. Mayoritas kampus di Indonesia memberi masa jabatan rektor dan wakilnya selama 4 tahun.
Selain itu, mayoritas juga memberlakukan aturan bahwa rektor yang sama hanya bisa menjabat maksimal 2 periode. Sekali lagi, hal ini adalah yang berlaku secara umum dan aktual di lapangan sesuai kebijakan internal kampus.
Baca Juga:
Aspek keempat yang menunjukan perbedaan jabatan struktural dan fungsional dosen adalah dari tugas dan wewenang. Pertama untuk jabatan fungsional. Semua dosen memiliki tugas melaksanakan tugas pokok dan penunjang apapun jenjang jabatan fungsional yang dipangku.
Hanya saja beberapa tugas memiliki ketentuan tersendiri dan acuannya ada pada PO BKD. Misalnya berkaitan dengan Kewajiban Khusus yang dilaporkan setiap 3 tahun.
Dosen Asisten Ahli berkewajiban menerbitkan 1 artikel ilmiah pada jurnal per 3 tahun, sementara Guru Besar minimal menerbitkan 3 artikel ilmiah pada jurnal internasional setiap 3 tahun.
Jika dilihat dari wewenang, salah satunya wewenang untuk mengajar. Dosen Asisten Ahli dengan kualifikasi pendidikan S2 hanya bisa mengajar mahasiswa S1 maupun S2. Sementara dosen Guru Besar dengan ijazah S3 bisa mengajar mahasiswa jenjang S3.
Pada jabatan struktural dosen, setiap jabatan struktural memiliki tugas dan wewenang khas. Antara rektor dan dekan memiliki perbedaan dari aspek ini. Misalnya pada rektor, maka kewajibannya adalah:
Hal berikutnya yang menjadi perbedaan jabatan struktural dan fungsional dosen adalah tunjangan. Jenjang jabatan yang tinggi memberi kesempatan bagi dosen menerima penghasilan lebih baik dari tunjangan-tunjangan.
Pada jabatan fungsional, tunjangan didapatkan jika sudah bersertifikasi dan disebut sebagai tunjangan profesi maupun tunjangan sertifikasi. Besarannya adalah satu kali gaji pokok dan berlaku untuk semua dosen.
Bagi dosen yang sudah memangku jabatan fungsional Guru Besar maka berhak mendapatkan tunjangan kehormatan. Dikutip melalui detik.com, besaran tunjangan kehormatan adalah dua kali gaji pokok untuk dosen PNS. Dosen nonPNS disesuaikan dengan kebijakan kampusnya.
Sementara untuk dosen dengan jabatan struktural mulai dari rektor, maka berhak mendapat tunjangan tambahan. Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2007 tentang Tunjangan Dosen.
Jika dosen adalah Guru Besar sekaligus menjadi rektor maka ada tunjangan sebesar Rp5,5 juta per bulan. Jika dosen adalah Lektor Kepala dan menjadi rektor maka ada tunjangan Rp5.050.000 per bulan. Tunjangan untuk jabatan struktural lain seperti dekan atau yang lain disesuaikan kebijakan internal kampus.
Perbedaan yang terakhir antara jabatan struktural dan fungsional dosen adalah dari siapa pemangku jabatan tersebut. Semua dosen berhak memangku jabatan fungsional selama seluruh syarat dipenuhi.
Sementara itu, tidak semua dosen bisa memangku jabatan struktural karena ada proses pemilihan. Selain itu jumlah pemangku terbatas. Misalnya untuk rektor, maka satu kampus hanya ada satu rektor saja.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, setiap profesi memiliki tata aturan tersendiri mengenai jabatan struktural dan fungsional. Maka masing-masing profesi wajib mempelajari ketentuannya sesuai dengan aturan yang berlaku di profesinya.
Misalnya jika Anda guru, maka tidak bisa menggunakan hak dan wewenang jabatan fungsional dosen. Begitu pula sebaliknya, karena memiliki aturan yang berbeda dan perbedaan signifikan dari aspek-aspek tertentu. Maka dalam proses pengajuan bisa berkonsultasi dengan bagian kepegawaian di organisasi atau instansi masing-masing.
Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan perbedaan jabatan fungsional dan struktural dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share untuk membagikan artikel ini ke kolega Anda. Semoga bermanfaat.
Artikel Terkait:
Sejalan dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, maka diterbitkan pula pedoman pelaksanaan berisi standar…
Mau upload publikasi tapi Google Scholar tidak bisa dibuka? Kondisi ini bisa dialami oleh pemilik…
Beberapa dosen memiliki kendala artikel tidak terdeteksi Google Scholar. Artinya, publikasi ilmiah dalam bentuk artikel…
Mau lanjut studi pascasarjana dengan beasiswa tetapi berat karena harus meninggalkan keluarga? Tak perlu khawatir,…
Anda sudah menjadi dosen harus melanjutkan S3? Jika Anda menargetkan beasiswa fully funded dan masih…
Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di luar negeri, semakin mudah dengan berbagai program beasiswa.…