Prof. Dr. Ir. Ambar Rukmini, MP., adalah dosen Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta yang sangat mencintai bidang pangan, khususnya pengembangan teknologi pangan. Ternyata, Ambar mencintai bidang tersebut sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Hal itu juga dipengaruhi oleh kesehariannya di Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang membuatnya lebih banyak berhubungan dengan bidang eksakta.
Rampung studi menengah atas, Ambar tak ragu memilih bidang eksakta sebagai jurusan kuliah. Perempuan kelahiran Semarang, 8 Desember 1964 tersebut memutuskan untuk memilih Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) sebagai destinasi pendidikannya. Meski menyukai bidang eksakta, Ambar sama sekali tak tertarik masuk kedokteran maupun teknik.
“Pada waktu itu hanya ada dua jurusan di FTP, yaitu Mekanisasi Pertanian (MP) dan Pengolahan Hasil Pertanian (PHP). Saya memilih PHP sebagai pilihan pertama ketika mendaftar tes masuk perguruan tinggi saat itu. Pilihan pertama di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan pilihan kedua di Institut Pertanian Bogor. Alhamdulillah saya diterima di PHP UGM,” ungkapnya kepada tim duniadosen.com.
Meski begitu, Ambar mengaku belum terlalu paham terkait bidang teknologi pangan pada tahun pertamanya kuliah. Ketika menginjak tahun kedua, Ambar mulai mempelajari teknologi pangan lebih mendalam. Dari situ, Ambar makin mencintai bidang teknologi pangan sampai saat ini.
Menurutnya, ilmu teknologi pangan memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan manusia. Itu yang membuat bidang tersebut menarik. Pangan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia selain pakaian dan tempat tinggal. Pun, Ambar menyebut bidang tersebut memiliki prospek pengembangan yang baik ke depannya.
“Banyak kajian menarik dalam bidang teknologi pangan, mulai dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu, saya semakin ingin mendalami bidang tersebut,” ujar Ambar.
Setelah menamatkan pendidikan sarjana di FTP UGM pada 1988, Ambar kemudian bekerja di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi FTP UWM (sekarang Program Studi Teknologi Pangan) sampai sekarang.
Ketika menjadi dosen, kecintaan Ambar terhadap bidang teknologi pangan makin membuncah. Keterlibatannya dalam berbagai pembelajaran, diskusi, penelitian, sampai pengabdian kepada masyarakat membuatnya makin sadar bahwa bidang tersebut merupakan passion-nya.
“Kecintaan saya pada bidang ini semakin tebal dengan semakin seringnya saya meneliti dan menulis tentang teknologi pangan dan gizi hingga sekarang. Saya makin ingin berkontribusi dan menyumbangkan pemikiran saya bagi perkembangan teknologi pangan Indonesia,” tegasnya.
Rasa cintanya pada bidang teknologi pangan berbuah manis. Tak hanya menghasilkan kesuksesan dalam memberikan pembelajaran kepada mahasiswa, Ambar juga berkali-kali mendapat prestasi gemilang.
Pada 2004, alumnus Magister Ilmu Teknologi Pangan UGM tersebut mendapat predikat Dosen Berprestasi III tingkat Kopertis V Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekaligus finalis Dosen Berprestasi Tingkat Nasional. Selain itu, Ambar juga meraih peringkat tiga besar dalam kompetisi penulisan paper penelitian dari Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) pada 2010 yang membawanya mewakili Indonesia di tingkat Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, Ambar berhasil meraih 3rd Runner Up ASEAN Best Graduate Research Paper Award 2011. Prestasi ini diakui Ambar adalah salah satu prestasi paling berkesan selama dirinya menjadi dosen.
Tak berhenti sampai di situ, perempuan yang juga pengurus PATPI DIY tersebut juga beberapa kali mendapat predikat penyaji dan peneliti terbaik dalam berbagai konferensi. Pun, ia ditunjuk sebagai Wakil Rektor I di kampusnya mengajar karena dedikasinya sebagai dosen selama ini. Paling baru, Ambar adalah peraih gelar Guru Besar pertama di UWM.
Memperoleh gelar akademik tertinggi membuatnya bersyukur. Ia berharap pencapaiannya tersebut dapat memberikan motivasi kepada dosen lain untuk meningkatkan kinerja dan prestasinya.
“Saya berhadap dosen yang lain memiliki tekad mencapai jenjang tertinggi karir dosen. Semua harus bertekad dan bersemangat untuk menjadi profesor,” ujarnya seperti dilansir new.widyamataram.ac.id.
Ihwal teknologi pangan dan gizi, Ambar menyoroti isu penggunaan bahan tambahan pangan (BTP). Menurutnya, BTP merupakan salah satu isu mendesak dalam bidang tersebut. Berdasarkan PERMENKES Republik Indonesia Nomor 1168/MENKES/PER/X/1999, BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan.
BTP dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.
BTP biasanya digunakan oleh produsen pangan, baik skala rumah tangga maupun industri besar. Untuk menghasilkan produk dengan kualitas tertentu, sifat tertentu, serta masa simpan lebih panjang, BTP seringkali digunakan sebagai bahan tambahan.
Menurut Ambar, pada umumnya industri berskala besar sudah menggunakan BTP dengan baik karena mereka memiliki pengetahuan terkait hal tersebut. Namun, lanjut Ambar, tidak demikian dengan industri skala lebih kecil seperti industri rumah tangga.
“Untuk industri rumah tangga hingga industri kecil, hal tersebut (BTP –red) belum sepenuhnya dipahami. Kita masih seringkali menemukan jajanan anak sekolah yang menggunakan BTP melanggar ketentuan. Bahkan sering pula dijumpai BTP yang bukan untuk pangan terdeteksi dalam makanan maupun minuman yang beredar di pasaran,” sesalnya.
Pengajar mata kuliah Teknologi Pengolahan Lemak Minyak tersebut menuturkan, penggunaan BTP yang tidak bertanggung jawab sangat meresahkan para ahli bidang pangan. Karena menimbulkan gangguan kesehatan jika dikonsumsi dalam skala besar.
“Oleh karena itu, PATPI melalui Himpunan Peduli Pangan Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mengedukasi kepada masyarakat agar dapat memproduksi dan memilih pangan yang bergizi, sehat, dan aman dikonsumsi,” lanjut Ambar.
Saat ini, meski belum sempurna, Ambar menilai bahwa pemanfaatan teknologi pangan di Indonesia bisa dikatakan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan pesat industri olahan pangan dan berbagai inovasi dalam hidangan pengolahan pangan, baik produk pangannya maupun kemasan yang menyelimuti.
Meski begitu, dosen UWM pertama bergelar doktor tersebut menyebut peredaran produk pangan harus tetap diawasi dengan ketat agar tidak lagi ditemukan pangan yang berpotensi membahayakan kesehatan. Pihak terkait harus memperhatikan waktu kadaluwarsa pangan maupun kasus kurang gizi dalam masyarakat.
Perkembangan teknologi pangan di Indonesia memiliki potensi yang baik di masa depan. Teknologi pangan dapat berperan sebagai pendorong tumbuhnya agroindustri pangan lokal yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dan diversifikasi pangan secara simultan. Oleh sebab itu, Ambar menyebut inovasi adalah satu hal yang penting dilakukan.
“Inovasi harus dilakukan terus-menerus dan harus selaras dengan tuntutan pasar dan kebutuhan konsumen. Ini merupakan kunci sukses dalam pemanfaatan teknologi pangan,” kata Ambar.
Selain itu, ia menyebut peran pemerintah dibutuhkan untuk mendukung terciptanya ketahanan pangan melalui berbagai pemanfaatan teknologi pangan. Meski belum maksimal, Ambar menilai pemerintah sudah berperan cukup baik dalam pengembangan teknologi pangan di Indonesia.
“Dukungan pemerintah terkait pemanfaatan teknologi pangan sudah cukup baik. Kebijakan pemerintah dalam memberdayakan segala potensi yang ada dari semua sektor yang terlibat, misalnya pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, industri, dan perdagangan sangat menentukan arah perwujudan ketahanan pangan tersebut,” pungkasnya. (duniadosen.com/az)