fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Menjadi Profesor Sebelum Usia 40 Bukan Lagi Hal Mustahil

menjadi profesor
Dosen Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulla Jakarta Prof. Dr. Mohammad Nur Rianto Al Arif, SE., M.Si., saat mengikuti senior fellowship pada program Opt-Bank di Universite de Limoges, Prancis. (Sumber Foto: dok. Arif)

Menjadi Profesor atau Guru Besar sebelum usia 40 bukanlah suatu hal yang mustahil. Seperti yang dilakukan Prof. Dr. Mohammad Nur Rianto Al Arif, SE., M.Si., berhasil meraih puncak karirnya di usia 38 tahun. Diakuinya, sejak berkarir dosen ia telah memiliki tekad untuk bisa meraih jabatan tertinggi di dunia perdosenan. Ia pun membuat target-target kecil sepanjang karirnya.

Arif begitu dia akrab disapa, ditetapkan menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Islam pada 1 Maret 2020 berdasarkan SK Kemendikbud No. 35119/MPK/KP/2020 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Namun, hingga saat ini belum ada upacara pengukuhan dikarenakan semua acara pengukuhan ditunda selama pandemic Covid-19. Berkat capaiannya tersebut, Arif dinobatkan menjadi profesor termuda di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Dari Awal Sudah Miliki Target Guru Besar

Arif menuturkan, menjadi profesor sebelum usia 40 bukan lagi hal mustahil asalkan sejak awal meniti karir dosen fokus pada target pencapaian. Sejak menjadi dosen pada 2008, pimpinannya sudah mengarahkan bahwa dalam setiap karir yang dipilih harus diimpikan untuk meraih jabatan tertingginya, yaitu Guru Besar.  Itulah yang membuat Arif langsung termotivasi dan membuat target setiap harinya.

“Tentu sebagai dosen, kita memiliki Tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Maka sudah barang tentu hal-hal tersebut yang saya lakukan, terutama untuk aspek penelitian. Saya setiap tahun memiliki target berapa artikel yang harus diterbitkan baik di jurnal nasional maupun internasional akreditasi,” ungkapnya.

Kendala dalam Meraih Puncak Karir

Pria kelahiran Pekanbaru, 13 Oktober 1981 ini mengungkapkan secara umum tidak ada hambatan yang berarti selama menjalani karir dosen hingga menjadi profesor. Adapun kendala yang sempat muncul karena beberapa topik artikelnya, beberapa tahun terakhir sama dengan topik disertasi. Meskipun sebenarnya secara konten dua hal tersebut berbeda.

“Cara mengatasi kendalanya ialah dengan menambah satu artikel lagi yang topiknya berbeda dengan topik disertasi. Alhamdulillah hal ini bisa saya penuhi, karena memang secara rutin saya selalu upayakan menulis setiap tahunnya,” terangnya.

Sejak mengawali karirnya, Arif memang telah konsern dalam bidang ilmu Ekonomi Islam. Diketahui ia menyelesaikan studi S1-nya pada jurusan Ekonomi Pembangunan di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, pada 2004. Kemudian, untuk gelar masternya ia peroleh dari Program Kajian Timur Tengah dan Islam dengan kekhususan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Universitas Indonesia (UI), pada 2006.

Empat tahun kemudian pasca lulus dari S2-nya, sembari menjadi dosen di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Arif melanjutkan pendidika S3-nya yang ia tempuh selama 4 tahun dan lulus program Doktor Ilmu Ekonomi di UI.

Saat ini ia menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Kiprahnya di dunia publikasi Ilmiah telah mengantarkannya untuk menerbitkan banyak karya ilmiah di jurnal bereputasi.

Dosen yang juga telah menulis belasan buku ini juga berkontribusi besar dalam memajukan sejumlah Jurnal, baik di internal UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta maupun eksternal dalam pengelolaannya hingga terakreditasi Dikti dan Internasional. Selain itu, ia pun pernah mengikuti Senior Fellowship pada Opt-Bank Program yang dibiayai oleh Erasmus di Universite de Limoges Prancis pada 2018.

menjadi profesor
Prof. Dr. Mohammad Nur Rianto Al Arif, SE., M.Si., (kiri) saat mengikuti senior fellowship pada program Opt-Bank di Universite de Limoges, Prancis. (Sumber Foto: dok. Arif)

Target dan Rencana ke Depan sebagai Profesor

Secara umum, sebagai tenaga pendidikan Arif memiliki visi ingin memajukan dan pemerataan keilmuan. Ia masih melihat terjadinya ketimpangan kualitas pendidikan antar wilayah di Indonesia. Sehingga posisinya yang menjadi profesor saat ini bukanlah akhir perjalanan akademiknya. Justru menjadi awal dari suatu perjalanan akademik yang baru.

“Sebagai Guru Besar harus selalu mau belajar ilmu baru, terlepas dari siapapun sumber belajar kita. Karena Guru Besar bukanlah maha dewa yang tahu segala ilmu, masih banyak ilmu yang harus dipelajari sekalipun saya telah menjadi Guru Besar. Rencana ke depan dengan Guru Besar ini dapat memberikan kontribusi lebih signifikan bagi pengembangan keilmuan, penguatan bagi institusi dan negara,” tuturnya kepada duniadosen.com.

Pesan dan Kesan

Bagi Arif, setiap dosen harus memiliki impian untuk menjadi Guru Besar. Arif berpesan kepada para dosen yang ingin segera meraih jabatan Guru Besar, bahwa impian tersebut harus dituangkan dalam rencana. Di antaranya, kapan rencana melanjutkan kuliah S3, termasuk tahun kapan saja mau mengusulkan kenaikan jabatan fungsional. Setelah rencana tersebut dituangkan, maka dilanjutkan dengan strategi dalam mempublikasikan karya.

Arif yang juga aktif di berbagai organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan. Di antaranya, saat ini tercatat sebagai Anggota DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Bidang Pengembangan SDM Kependidikan. Selain itu ia aktif sebagai Tenaga Ahli pada Relawan Jurnal Indonesia (RJI) dan Anggota pada Himpunan Editor Berkala Ilmiah (HEBI).

Aktivitas kepada organisasi kemasyarakatan antara lain, tercatat sebagai Anggota Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Jakarta Timur, dan Anggota pada Komisi Pengembangan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia.

Harapan kepada Pemerintah

Harapan saya pemerintah lebih menaruh perhatian lebih terhadap dunia pendidikan dengan mengalokasikan lebih besar lagi untuk anggaran penelitian, terutama kepada penelitian-penelitian yang link and match dengan dunia industri.

“Selain itu, perlu disederhanakan laporan penelitian yang terlalu fokus pada keuangan. Seharusnya penelitian fokus pada luaran penelitian berupa publikasi dan bukan laporan keuangan,” imbuhnya. (duniadosen.com/taw)