fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Edi Kusmayadi Lepas Jabatan Pemda Pontianak, Putuskan Jadi Dosen

Drs. Edi Kusmayadi M.Si., dosen Fisip Universitas Siliwangi, Tasikmalaya. (dok. Fisip Unsil)

Drs. Edi Kusmayadi M.Si., meski cukup lama menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemda Pontianak, Kalimantan Barat tidak menyurutkan niatnya menjadi dosen. Sehingga sembari menjalani profesi sebagai PNS, Edi juga berjuang menyelesaikan sekolah SI maupun S2 nya. Hingga akhirnya ia meninggalkan profesi PNS nya yang telah ia rintis enam tahun (1981 – 1987) lamanya dan lebih memilih menjadi dosen di Universitas Siliwangi (Unsil), Tasikmalaya.

1988 akhirnya Edi menjadi dosen di Unsil dengan mengajar program studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Unsil. Meski kurang sesuai dengan keilmuan yang Edi pelajari saat pendididikan S1 nya, Edi mengajar berdasarkan pengalamannya selama bekerja sebagai PNS. Menjadi dosen bagi Edi adalah tuntutan nurani bukan atas dasar paksaan atau pengaruh orang lain.

”Karena waktu diterima menjadi dosen di Unsil, belum ada jurusan Ilmu Sosial. Jadi diminta mengampu mata kuliah Ekonomi Pembangunan, berdasarkan pengalaman saya ketika menjadi PNS,” ujarnya.

Karir Mulai Naik

Berkat kepiawaiannya mengajar dan pengalaman sebelumnya menjadi PNS yang melayani masyarakat, Edi diberikan amanah berupa jabatan-jabatan penting di temoat ia mengabdi sebagai dosen. Diantaranya, Sekretaris Program D3 Perbankan di Fakultas Ekonomi Unsil pada 1991-1993,  Sekretaris Lembaga Penelitian di Lembaga Penelitian Unsil pada 1994-1996, Kepala Bagian Akademik Biro Administrasi Akademik Unsil 1996-1997, Pembantu Direktur III di Akademi Pariwisata Siliwangi 1997-1998, Kasub KKN dan Pengembanga Wiayah LPPM Unsil pada 2000-2006, Ketua Program Studi Ilmu Politik Fisip Unsil 2005-2010, kemudian akhirnya ia diamanahi sebagai Wakil Dekan Fisip Unsil 2010-2018.

Drs. Edi Kusmayadi M.Si., (kanan) menerima kenang-kenangan usai menjadi pemateri salah satu kampus.

Sampai pada akhirnya di usianya yang tak lagi muda, Edi memilih meninggalkan segala tawaran jabatan. Ia hanya ingin menjadi dosen dan jabatan akademik sebagai Lektor Kepala. Keputusan itu hadir karena menjadi dosen merupakan tuntutan nuraninya, setelah bertahun-tahun bekerja di lingkup perguruan tinggi. Mulai 1 Oktober 2018 hingga saat ini, ia hanya ingin fokus mengajar sebagai dosen dan ketika ia jenuh dengan aktifitasnya Edi memilih untuk mengurus ternak sapinya.

”Profesi lain kurang menarik bagi saya. Padahal latar belakang ayah saya adalah sebagai PNS di Kabupaten Ciamis (Camat), bukan sebagai pendidik. Tapi menjadi seorang pengajar merupakan panggilan nurani bagi saya,” ujar suami dari Ida Rosida ini kepada duniadosen.com.

Pria kelahiran Ciamis, 7 Mei 1956 ini mengaku, ketika proses menjadi dosen tidak ada kendala yang berarti. Karena Edi memiliki pengalaman karir yang beragam, terbiasa menghadapi orang banyak. Namun, tuntutan pendidikan tingkat S2 yang dirasa sedikit terkendala karena faktor finansial.

Perdana menjadi dosen di UNSILA, Edi justru mengajar di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Unsil. Karena saat itu mata kuliah umum dan mata kuliah pilihan di Unsil masih kurang. Namun, pada akhirnya Edi memilih jurusan Fisip karena latar belakang disiplin ilmu yang ia pelajari dan pengalamannya saat menjadi PNS.

“Sebenarnya saya menyukai bidang Fisip sejak kuliah di Fisip Untan tahun 1981. Dan sekarang mengampu MK Kebijakan Publik, Geo Politik, Politik Lokal, Pendidikan Pancasila, PKN dan lainnya. Hal tersebut yang membuat saya senang,” ungkap salah satu orang yang menginisiasi didirikannya Fakultas Ilmu Politik di Unsil.

Disibukkan dengan kegiatan mengajar di kampus sebagai dosen, serta tugas-tugas sebagai jabatan sebagai Lektor Kepala, Edi mengatasi kepenatannya dengan beternak sapi. “Kesibukan di luar kampus, saya sebagai peternak sapi. Saat menjadi dosen Sukanya dikagumi, dihormati, disegani oleh mahasiswa, dukanya ada saja mahasiswa yang membenci karena sesuatu hal,” terang Edi.

Tantangan

Bagi Edi, tantangan dosen saat ini adalah keteladanan dosen bagi mahasiswa dan bagi masyarakat sudah semakin jarang. Sehingga dosen dituntut bisa menjadi teladan yang baik dengan cara introspeksi diri, berfokus pada kualitas diri, dan menjadi seorang yang bermanfaat bagi sekitar. Dan dosen yang baik adalah melakukan apa yang menjadi tugasnya, yaitu Tridharma Perguruan Tinggi dengan sebaik-baiknya.

Edi Kusmayadi (tengah) menjadi pembicara pada salah satu acara Fisip Unsil (dok. labpolunsil.blogspot.com)

“Saya hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, meski itu saya rasa belum tercapai. Saya pun memiliki motivasi ‘Mengubah cara hidup dari yang tidak biasa menjadi biasa’ dan motto hidup ‘Jadilah manusia yang bisa memanusiakan kemanusiaan’,” ujar putra dari alm. Omo Kisma Djajadiharjha dan almh. Omoh Salamah tersebut.

Melihat perubahan zaman, Edi sempat khawatir akan karakter generasi milenial yang kebanyakan disibukkan dengan gadget. Tapi, lulusan Sarjana Ilmu Sosial 1984 Universitas Tanjungpura Pontianak ini selain mengikuti hati nurani, juga memilik tujuan salah satunya adalah ingin merubah sikap dan karakter anak didik agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lain.

Edi pun memiliki trik dalam menghadapi mahasiswa millenialsnya, dengan cara mengikuti dan beradaptasi dengan gaya hidup mahasiswa millenials. Namun, dengan tetap diarahkan pada konteks budaya bangsa.

Prestasi

Prestasi tertinggi selama perjalanan karir Edi adalah turut mendirikan Fisip Unsil. Karena tidak semua dosen dan pemimpin lembaga memiliki inisiatif untuk membuka Fakultas dan Jurusan baru. Sehingga hal tersebut merupakan nilai lebih sepanjang Edi merintis karir di dunia pendidikan. Dan yang tak kalah penting adanya penghargaan untuk dosen, karena sebagai semangat dan bentuk apresiasi agar dosen meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam karirnya.

Berbeda dari kebanyakan orang, Edi pun memiliki arti sukses tersendiri. Baginya sukses adalah ketika bersikap, berperilaku sesuai dengan moral dan aturan hidup yang bersumber dari norma agama dan masyarakat.

Disibukkan dengan kegiatan mengajar, jabatan akademik, penelitian, dan mengurus ternak, bukan menjadi alasan Edi untuk tidak menulis. Sejak 1982 Edi mulai menyalurkan hobi menulisnya dengan menulis di Koran Lokak Aqcaya Pontianak dan setelah menjadi dosen, ia kembali menulis di Harian Lokal Tasikmalaya. Tak hanya itu, Edi juga telah menghasilkan tiga karya buku  monograf karya Edi antara lain, Politik Lokal, Pergeseran Politik, dan Kepemimpinan Kiai. Rencananya pada bulan Juli 2019 ini karya ke empatnya akan segera terbit.

Tak hanya buku monograf, ayah dari ayah dari Ira Mala Kusuma, SE., Fitria Zahara Kusuma, S.IP,. M.Si., dan Mochammad Fachry Azis Kusuma,. S.Ikom ini juga menghasilkan banyak buku dari hasil karya ilmiah. Terhitung hingga saat ini mencapai 9 buku.

Selain itu, saat ini Edi juga mengerjakan proyek penelitian tentang Oligarki Politik pada Pilkada Calon Tunggal di Kabupaten Tasikmalaya. Edi berharapa, dengan apa yang dilakukannya sekarang, mampu membuat dirinya menjadi dosen profesional, dan mampu melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, serta memperbaiki sistem dalam dunia pendidikan umumnya.

“Sosok almarhum Bapak yang menginspirasi saya. Beliau juga berpesan jadilah orang yang berguna bagi orang lain dengan cara yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,” imbuh suami dari Ida Rosida tersebut. (duniadosen.com/ta)