Kementeritan Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dikti) telah berjuang keras meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Memenuhi agenda besar meningkatkan mutu lulusan perguruan tinggi, beragam upaya telah ditempuh.
Upaya yang dilakukan mulai dari penertiban perguruan tinggi yang tidak taat azas, penerbitan, dan kaji ulang beragam peraturan pendidikan tinggi. Agenda itu dapat mendorong penyelenggaraan pendidikan tinggi yang bermutu. Selain itu, agenda-agenda itu mendorong:
Baca juga: Mengejar Ketertinggalan Academic Writing
- Akreditasi perguruan tinggi dan program studi secara nasional maupun internasional
- Peningkatan kualitas dan kuantitas dosen melalui beasiswa
- Pelatihan dan sertifikasi
- Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan
- Kerjasama pendidikan tinggi dengan berbagai negara
- Penyediaan beragam skema beasiswa
- Beragam jenis pendidikan tinggi untuk mahasiswa
Dengan begitu, semua calon mahasiswa potensial dapat kuliah di perguruan tinggi, mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan, serta peningkatan jumlah inovasi.
Seperti yang dinyatakan Kemenristekdikti dalam website resminya, hasil dari beragam program tersebut sudah dapat dipetik, misalnya sejumlah program studi memperoleh akreditasi internasional.
Dua perguruan tinggi Indonesia memperoleh peringkat 500 besar Universitas Kelas Dunia. Beberapa keahlian bidang ilmu di perguruan tinggi memperoleh peringkat 200 besar Program Studi Kelas Dunia, misalnya pertanian di IPB ranking 150 dunia.
Lebih dari itu, Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi tahun 2015 sudah mencapai 34,42%, melebihi target 27% yang dicanangkan. 75% lulusan memperoleh IPK di atas 2,75, dan 60% dari lulusan langsung memperoleh pekerjaan.
Khusus untuk peningkatan mutu guru sebagai lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK), Kemristekdikti juga sudah menerapkan beragam jenis program pendidikan profesional guru, di antaranya Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM3T) dan Menyapa Negeriku, selain peningkatan kualitas program Program Profesi Guru (PPG) sebagaimana diterapkan di berbagai LPTK.
Dari program-program tersebut Kemenristek dikti menuai hasil di sisi ketenagaan. Jumlah dosen yang S2 dan S3 sudah mencapai 75%. Jumlah Profesor sekarang ini sudah 5500 orang. Sementara, jumlah peneliti adalah 550 per sejuta orang penduduk. Karya-karya mereka sudah tersebar secara internasional.
Pada 2014 saja, jumlah terbitan Indonesia sudah mencapai lebih dari 5500 judul menurut Scopus Index, sedikit lebih tinggi dari Vietnam, serta 45% di antaranya ditulis melalui kolaborasi dengan peneliti asing.
Di samping itu, sekarang Kemristek dikti telah memiliki Rencana Induk Riset Nasional yang akan memandu peneliti dan dosen dalam melakukan beragam riset dan pengembangan, serta menghasilkan inovasi yang bermutu dan laik industri.
Riset dan pengembangan dibagi ke dalam 11 bidang riset prioritas, yaitu pertanian dan pangan, energi, energi baru dan energi terbarukan, obat dan kesehatan, informasi dan komunikasi, transportasi, pertahanan dan keamanan, advance material (nanoteknologi), maritim, kebencanaan, kebijakan, serta sosial humaniora.
Lewat pencapaian tersebut, kita dapat tarik beberapa hal. Khususnya terkait perkembangan pendidikan tinggi, dosen, dan mahasiswanya sekaligus. Bergabungnya riset dan teknologi dengan pendidikan tinggi dalam satu kementerian memiliki tujuan agar setiap hasil riset hasil jurnal ilmiah dari para mahasiswa, dosen maupun peneliti, tidak hanya berhenti dalam tataran kata.
Tetapi juga dapat aplikatif menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Mendekatkan industri dengan hasil penelitian sehingga dapat berdampak menghasilkan produk inovatif serta berkualitas.
Hasil karya anak bangsa menjadi harapan awal dari penyatuan dua elemen ini dalam satu kementrian. Oleh karena itu, Kemenristekdikti mencanangkan banyak target, dan telah terpenuhi di 2015, dan akan ditingkatkan di tahun 2016 ini.
Mengapa perlu diberi target untuk menciptakan produk inovatif yang berkaitan dengan masyarakat umum secara massal? Bukankah setiap kementrianseyogyanya memiliki target tersendiri?
Menjawab pertanyaan tersebut tentu menjadi tantangan bagi M Nasir selaku nahkoda. Tantangan tersebut akan berkaca pada kenyataan bahwa, Inovasi dan kreativitas generasi muda Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lainnya.
Sehingga untuk menghasilkan produk kebanggaan hasil negeri sendiri bukan hasil yang sulit. Tetapi yang dibutuhkan adalah kesempatan dan kemauan kuat dari pemerintah untuk memfasilitasinya.
Di sinilah peran Kemenristek dikti dibutuhkan yaitu sebagai fasilitator dan juga koordinator. Salah satu usul penulis yang mungkin hanya sederhana saja yaitu membagi universitas atau perguruan tinggi baik swasta atau negeri sesuai dengan bagiannya.
Tujuannya untuk menghasilkan tiap-tiap komponen, lalu hasilnya digabung dan hasilnya menjadi satu produk. Kemudian menjadi sebuah produk hasil kerjasama dari berbagai perguruan tinggi. Fungsi fasilitator kementerian adalah mengkoordinir tiap perguruan tinggi dan menghubungkan hasil yang sudah jadi kepada masyarakat.
Sumber:
http://ristekdikti.go.id/refleksi-1-tahun-kemristekdikti-tahun-2016-harus-lebih-baik/