fbpx

Terbitkan buku lebih cepat HANYA 1 BULAN? Dapatkan fasilitas VIP ini secara GRATIS! Klik di sini

Ingin Cepat Menjadi Profesor, Ini Tipsnya!

(Foto: ilustrasi dok. 123rf.com)

Setiap dosen dituntut melaksanakan tridharma perguruan tinggi, yaitu mengajar, harus melakukan penelitian, sekaligus menjalankan pengabdian kepada masyarakat. Namun yang menjadi kendala terkadang dosen terlalu sibuk dengan jadwal mengajar atau terjebak dengan tugas tambahan sebagai pejabat struktural. Sehingga dosen tidak sempat meluangkan waktu untuk menuangkan ide-ide cemerlangnya dalam bentuk artikel ilmiah maupun buku. Hal tersebut yang terkadang menjadi salah satu penyebab terhambatnya dosen dalam meraih jenjang karirnya menjadi profesor.

Karena dengan tidak adanya karya ilmiah, dosen tidak dapat mengurus kepangkatannya, yang berimbas pada tidak memperoleh karir tertingginya dalam karir dosen, contohnya menjadi Profesor.

Menjadi profesor merupakan cita-cita tertinggi seorang dosen. Untuk menjadi profesor, salah satu syaratnya yaitu memiliki karya tulis/ jurnal bereputasi internasional. Indikatornya adalah, karya tulis atau jurnal tersebut termuat di jurnal terindeks, misalnya Scopus dan Thomson. Memang tak mudah, tapi duniadosen.com punya tipsnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Prof. Dra. RA Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D yang bersedia membagi pengalamannya dalam menjalani karir dosen hingga menjadi Guru Besar.

Pertama, menjadi dosen harus memiliki hobi menulis. Menulis merupakan aktifitas untuk menuangkan bahasa pikiran dan lisan menjadi bahasa tulisan. Namun, bagi seorang yang gemar berbicara terkadang kesulitan untuk menuangkan pikirannya ke dalam bahasa tulisan.

Kedua, menulis artikel sesuai dengan misi jurnal yang akan dituju. Saat menulis artikel salah satu hal yang diperhatikan adalah misi jurnal dan gayanya. Judul harus masuk dalam kluster yang menjadi ruang lingkup jurnal.

Ketiga, dalam menulis artikel/jurnal, argumentasi harus kuat dan berdasar perkembagan keilmuan intelektual yang dosen geluti. Dan pastinya mencantumkan referensi yang akurat, terkini, dan mengutip jurnal yang dituju.

Yayi menuturkan, umumnya usia buku dan artikel yang dikutip tidak lebih dari 10 tahun. Idealnya yaitu lima tahun. Dan, salah satu yang sering luput adalah tidak dikutipnya salah satu artikel yang dari jurnal yang dibidik. Karena dengan mengutip artikel yang dipublikasikan pada jurnal tersebut, pengelola jurnal akan mempertimbangkan artikel yang dikirim, sekaligus dapat meningkatkan angka pengutian pada jurnal tersebut.

Keempat, Yayi mengaku pada awal-awal ia membuat artikel tidak begitu lancar dalam menerjemahkan tulisannya ke bahasa Inggris. Beruntung, Yayi memiliki rekanan yang berpengalaman dalam menerjemahkan artikel/jurnal bahasa Indonesia ke bahasa Inggris yang nyaris sempurna.

Jadi, sebaiknya tulis dengan baik artikel yang akan dikirim. Kemudian bawalah ke tempat penerjemah yang memang berpengalaman dalam menerjemahkan bahasa karya ilmiah. Penerjemah professional dan baik adalah penerjemah  yang mengerti dan memahami tulisan setiap karya ilmiah. Penerjemah tidak hanya menggunakan tools terjemah, tapi mampu merangkai kalimat yang isinya mendekati dengan bahasa aslinya. Sehingga, hasil terjemahan tetap memuat poin-poin penting yang ingin disampaikan penulis.

Kelima, sebelum dosen mengirimkan naskahnya alangkah baiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan pakarnya. Hal tersebut juga dilakukan Yayi, untuk memastikan artikel yang ditulis memenuhi substansi artikel sekaligus bahasanya. Konsultasi bisa dilakukan sebelum penerjemahan. Tetapi wajib dilakukan pasca penerjemahan untuk mengetahui kelayakan tulisan.

Proses penerjemahan biasanya akan memakan waktu lama, karena tidak jarang konsultan membedah berulang-ulang tulisan agar benar layak terbit. Sehingga diperlukan kesabaran ekstra dan jangan mudah putus asa, jangan sampai kendala yang dihadapi dalam proses ini membuat cita-cita menjadi Profesor atau Guru Besar urung.

Kemudian langkah selanjutnya adalah mengirim jurnal. Yayi mengatakan, jurnal bereputasi biasanya tidak menggunakan email untuk pengiriman artikel, melainkan melalui website jurnal. Jadi, perlu membuka website jurnal, melakukan registrasi, dan log in untuk proses pengiriman artikel.

Ketika artikel sudah terkirim, tugas selanjutnya adalah menunggu hasil review. Jika ada koreksi segera mungkin perbaiki, tentunya setelah mendapat masukan dari reviewer. Jika terlambat merespon, kesempatan terbit akan semakin kecil dan harus menanti lebih lama. Beruntung, Yayi begitu cepat memprosesnya, karena tidak banyak koreksi.

Untuk bisa mengirim artikel di jurnal bereputasi internasional, tentunya dosen terlebih dahulu melakukan penelitian. Begitu juga yang dilakukan Yayi, kebetulan sejak menjadi mahasiswa Yayi sangat menyukai dan rutin melakukan penelitian. Sehingga Yayi memiliki banyak bahan yang ia jadikan jurnal. Sebagian besar jurnalnya terindeks scopus. Salah satu hal tersebut yang memudahkan jalan Yayi meraih gelar profesor dan menjadi Guru Besar.

Hal lain, yang memudahkan peningkatan karir Yayi karena keilmuan yang digeluti bersifat linier. Sejak awal ditawari menjadi dosen, Yayi fokus pada psikologi klinis. Dan penelitian yang ia lakukan mayoritas meneliti tentang rokok atau tembakau.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda para dosen yang ingin segera mewujudkan impian menjadi profesor atau Guru Besar. (duniadosen.com/ta)